"AAA...!!" Sejak aku ditarik ke dalam portal, aku terus menerus berteriak dengan kencang.
—Tunggu, aku melihat sebuah cahaya di ujung portal, aku harus mencapainya. Diriku sangat berharap bahwa itulah jalan keluar dari portal ini, aku melayang ke arah cahaya itu dan pada akhirnya.
"Akhirnya jalan keluar, Eh?!"
"AAAAA...!!" teriak diriku terjatuh dari udara
Aku terjatuh diantara pohon-pohon lebat, suara patahan kayu dan ranting pohon terdengar keras sampai-sampai burung-burung berterbangan karena suara itu. Lalu di depanku ada ranting kayu yang paling besar, sontak aku melindungi badanku dengan tangan tetapi justru aku makin terpental dan terjatuh dengan keras ke tanah. "Aw, sakit." Aku terbaring sejenak dan berusaha mencoba bangkit segera, namun tiba-tiba kepalaku tertimpa tas yang aku bawa—akibatnya aku pingsan tak sadarkan diri.
Kesedihan, trauma yang mendalam, hanya itu yang ada di hati dan pikiranku. Saat aku tidak sadarkan diri setelah terjatuh dari udara, ada sebuah mimpi datang kepadaku. Mimpi itu... sangat menggambarkan apa yang sedang ku rasakan ini, mengingat rasa ini adalah rasa kehilangan sesuatu yang berharga tetapi diriku tak bisa melindungi sesuatu itu. "Ibu, ayah, kakek, Kak Kazura, Kak Ren, Asuka, Hazuki, Musashi." Entah kenapa mereka terbayang di dalam mimpiku.
Tetapi bagian buruknya mulai terjadi, "Hazuki.. apa itu kau?" tanyaku. Dugaanku benar bahwa yang aku lihat itu adalah Hazuki, tetapi wajahnya banyak bercak darah dan membawa salah satu katana Klan Yozora, aku melihat pedang itu juga dipenuhi lumuran darah. Lantas diriku yang tidak tahu apa-apa ini kembali bertanya "Hazuki apa yang sebenarnya terjadi?" dia membisu, "Jawab aku!" tetapi sama saja, tak ada sepatah kata pun yang di ucapkannya.
Hazuki membalikan badannya dan berjalan pergi ke arah yang di mana arah itu banyak sekali Aura berwarna ungu. "Hazuki tunggu! Jangan pergi!" aku berteriak seraya berusaha mengejar saudara kembarku itu. Sekeras apapun usahaku, aku tetap tidak bisa mengejarnya, "Hazuki!!!" Itulah teriakan terakhirku di mimpi ini setelah aku terbangun tiba-tiba.
"Ahh lenganku, sakit." Aku memegang lengan kiri, aku rasa lengan kiriku sedikit terkilir karena jatuh dengan keras dari atas.
"Eh, di mana aku? Tempat apa ini?"
—Ternyata aku terjatuh di sebuah hutan yang sangat lebat, hawa sejuk khas alam liar terasa melewati leherku, awalnya aku berpikir—sepertinya tinggal di sini enak, tetapi aku sadar alam liar bukanlah tempatku. langkah kaki mulai aku lakukan menuju ke arah yang aku tidak tahu tujuannya sembari membawa tas dan katana yang tadi membukakan portal kabur untukku. Dengan berharap aku bisa keluar dari hutan ini.
Suara kicauan burung dan suara gesekan daun menghiasi perjalanan menandakan bahwa alam ini masih asri. Awalnya aku kira ini hanyalah hutan rimbun biasa dengan pohon-pohon dan tanaman yang umum ditumbuhi di hutan, namun aku mengubah pikiranku ketika melihat sesuatu yang asing di depan mataku itu.
"Apa itu? Itu kan seekor kupu-kupu," aku sangat heran kepada seekor kupu-kupu, karena kupu-kupu itu mengeluarkan seperti debu bercahaya saat terbang melintasi pepohonan hutan.
di sela-sela aku memerhatikan kupu-kupu bercahaya, muncul penampakan seorang wanita cantik berpakaian gaun dan berambut putih dengan telinga lancip terlihat di balik batang pepohonan di hutan ini. Dia terlihat memakai mahkota berbentuk daun yang melingkari kepalanya, sejenak dia menatapku tersenyum.
"Siapa kau?" tanyaku yang penuh was-was.
Dia tersenyum kepadaku, sebelum dia berjalan ke belakang pepohonan, aku mengejarnya tetapi wanita itu sudah menghilang dibalik pohon.
Di hutan aneh nan misterius ini, telah banyak hal baru yang telah dilihat penglihatanku seperti, ular kobra kecil berkepala tiga, tanaman Karnivora yang besarnya sama seperti manusia dewasa, lalu bunga yang mirip dengan bunga mawar namun bisa bercahaya. Dan masih banyak hal aneh yang tidak bisa aku deskripsikan dengan kata-kata, tetapi aku berpendapat bahwa diriku bukan berada di dunia yang aku kenal.
Aku menyusuri tempat ini dengan ditemani rasa bingung dan bersedih apa yang telah terjadi kepadaku, dengan rasa terpukul bercampur sakit hati—menghiasi setiap langkah kaki. "Aku benar-benar tidak menyangka bahwa itulah terakhir aku merasa bahagia dengan keluarga dan saudaraku yang lain, andai saja aku tahu hal ini akan terjadi—mungkin aku akan sangat menggunakan momen berharga itu bersama kalian." pikirku dalam hati sembari berharap aku jalan keluar dari tempat asing ini. beberapa waktu yang cukup lama aku mencari jalan keluar dari tempat ini, bahkan sampai diriku mulai merasa lapar, seraya mencari jalan keluar aku juga mulai mencari makanan dengan melihat ke arah pohon-pohon hijau, tetapi dari tadi aku tidak menemukan satu pun pohon yang menumbuhkan buah.
"Sialan, kenapa tidak ada pohon yang menumbuhkan buah di sini?"
Keluhku kesal, mungkin aku mengeluh dengan kesal karena faktor kurangnya nutrisi yang masuk ke dalam otak dan memengaruhi hormon yang mengatur perasaan dan suasana hati.
Hanya beberapa detik aku mengeluh tentang hal itu, tiba-tiba aku mendengar suara menggeram seperti binatang buas, mungkin terdengar seperti harimau atau serigala.
—Suara semak-semak terdengar jelas di belakangku yang naluri alami diriku aktif, dengan siaga aku bersiap mengeluarkan katana-ku Suara itu semakin jelas, sesuatu keluar dari semak-semak itu yang ternyata. "Eh? Kelinci." Dengan tenang aku datang mengelus-elus hewan imut itu. "kenapa kau ada disini kau juga mencari makanan ya?" aku menanyakan kepada kelinci itu—meskipun aku tahu bahwa yang aku lakukan ini sedikit gila.
Saking diriku terbawa asyik mengelus kelinci itu, aku tidak sadar bahwa sesuatu keluar dari arah semak-semak lainnya lalu mengendus leherku, karena diriku ini terganggu dengan endusan sesuatu dari belakang, aku sontak berkata "Bisakah kau jangan menggangguku!" aku membalikkan badan dan terkejut—yang mengendus leherku itu ternyata...
"Gawwrr...!" Itu adalah seekor beruang Siberia yang bersiap menyerangku.
"AAA!!!"
Aku menghindari cakaran mematikan itu lalu tanpa pikir panjang langsung melarikan diri dari hewan buas itu, di tengah pelarianku dari beruang itu aku sadar—bahwa berlari dari beruang itu adalah hal gila! bayangkan saja aku berlari dari kejaran hewan buas yang mampu berlari 50 kilometer/jam. itu pun jika aku memanjat pohon atau berenang untuk menghindarinya—hasilnya sama percuma, karena beruang adalah pemanjat dan perenang handal. Merepotkan!... kenapa diriku spontan berkata dengan keras—jadinya makhluk sialan itu menganggapku mangsanya, padahal aku tahu cara menghadapinya.
"Tidaaak....!!" sontak aku berteriak dengan panik.
Aku terus berlari dan berlari walaupun itu sama saja gilanya, ujungnya mungkin aku akan mati diterkam hewan buas.
Baik pikirkan melawan atau kabur, sungguh—aku tidak mau mati muda di hutan aneh seperti ini!! Ingatlah Hikari! Ingat! kau belajar kenjutsu bahkan kau sudah mahir. Tarik napas... berbaliklah lalu melawan.
Hitungan ke-tiga aku akan mencoba berbalik melawannya, baik tenangkan dirimu... anggap saja beruang itu adalah Hazuki, aku menganggap jahatnya diriku ini—menganggap beruang itu adalah saudara kembarku, tetapi itu satu-satunya jalan agar aku tetap tenang dan percaya diri menghadapi hewan buas yang mengejarku. Ayo keluarkan keberanianmu Hikari! baik ayo mulai berhitung.
Satu.
Dua..
Tiga!...
Aku menghentikan langkah lariku dengan spontan—lalu menarik katana yang aku bawa dari sarungnya, dengan kepercayaan diri, keyakinan, dan tenaga yang aku miliki, aku menebaskan pedangku itu secara vertikal ke arah leher beruang di depanku. Lumuran darah mulai menetes keluar dari leher beruang itu yang pada akhirnya kepalanya terlepas karena aku menebas lehernya dengan katana.
—Penglihatanku semakin kabur dan kepalaku mulai terasa berat, ditambah dengan rasa lapar yang makin menjadi karena semua tenagaku dikeluarkan untuk melawan beruang yang ingin menerkamku, tak lama diriku terjatuh dan tersungkur lemas, aku berpikir mungkin aku akan mati konyol di sini bersama seekor mayat beruang Siberia tergeletak disampingku. Sebelum aku sepenuhnya tak sadarkan diri, aku melihat wanita misterius cantik yang aku temui tadi. Dia menatapku dan mengelus kepalaku yang seketika aku tak sadarkan diri.
"Bau apa ini?"
Sesuatu aroma makanan menyeruak hidungku, itu seperti sesuatu yang baunya seperti sebuah makanan, mataku melirik sejenak dan dugaanku benar—tepat di depan mataku terdapat sekeranjang makanan yang berisi buah-buahan, tiga roti hangat, 3 botol kulit yang berisi air, dan di samping keranjang itu ada sebuah kain jubah yang mungkin bisa aku pakai untuk membantu diriku keluar dari hutan ini.
Tanpa pikir panjang, aku merangkak perlahan ke arah keranjang makanan itu lalu memakannya perlahan. Pertama aku mencoba roti hangat itu dan ternyata rasanya enak. Lalu aku memposisikan badanku untuk duduk lalu memakan sebagian.
"Aku rasa, wanita tadi yang memberikan makanan dan semuanya di sini. Andai dia di sini—aku ingin balas budi kepadanya,"
Setelah merasa cukup untuk mengisi perutku, aku membawa sisa makanan tadi, sebelumnya aku mengukir kata: 'Terima kasih' di batu lalu menaruhnya di bekas keranjang makanan tadi.
Bergegas aku memakai jubahku dan meninggalkan tempat itu, sembari berjalan—aku berharap dari semua tragedi kelam yang pernah aku alami, walaupun aku trauma mengingat hal tersebut— aku berharap, semoga akan ada hal indah yang akan datang menghiasi hidupku dan menyelesaikan masalah ini.