Apa yang kau lihat belum tentu kau suka. Tapi apa yang kau suka pasti selalu kau lihat.
****
"Siap tidak siap. Aku tidak punya pilihan lain der." Sahut sera.
Der mengangguk, kemudian membuka tirai akar gantung yang menjadi gerbang masuk mereka. Silau cahaya yang teramat terang menerpa wajah keduanya setelah tirai benar benar disibak. Sera dan der menyipit, dan melangkah masuk menuju dataran level pertama dibaliknya.
Dirimu banyak dihadapkan oleh hal hal yang menurutmu tidak siap. Kau sembarang mengkalkulasikan suatu hasil tanpa pernah mencobanya. Kau menghina hasil tersebut jika tidak seperti apa yang kau harapkan. Padahal, kau hanya belum mencoba dan benar benar mencari tahu hasil sebenarnya.
Kasihan sekali bukan pada mereka yang menggerutu lalu berbalik pergi dari kesempatan yang akan membawa mereka pada hasil terbaik dan tercepat yang pernah ada. Hanya karena praduga yang menjadi landasan pemilihan jalur hidup.
Lalu tuhan dari atas sana akan tersenyum gemas sekali. Dia akan berujar keras keras pada mereka tentang untuk apa dirinya memberi mereka sebuah benak dalam tengkorak, jika mereka berfikir dan memastikan sesuatu hanya lewat praduga.
Praduga. Malaikat malaikat berdecih meremehkan. Sebutan itu terlalu manis untuk hal yang hina. Sebab praduga adalah kabur, tidak jelas, dan mengada-ada. Dimana semua itu bersumber dari musuh bebuyutanya. Setan iblis yang ada di neraka.
Sera masih mengernyit menutup mata. Cahaya yang memancar penuh kewajahnya begitu menyilaukan. Der juga demikian. Tangan kurus keriputnya menenduhi kedua mata.
Mereka melangkah kedalam pelan pelan. Langkah kaki mereka kecil kecil sebab mata mereka yang belum bisa menyesuaikan cahaya disana.
Suara hiruk pikuk terdengar jelas. Dari pendengaran mereka. Sepertinya tempat ini benar benar ramai. Karena suara yang sahut menyahut membelah suasana disana.
Der pertama kali membuka mata. Meskipun sudah tua, penglihatan der terbilang sangat baik. Karena dia sudah bisa melihat dengan normal sekarang. Sedang sera masih meneduhi matanya dengan tangan yang membatasi cahaya.
"Wah.. " der bergumam takjub.
Disapunya seluruh tempat yang bisa ditangkap oleh matanya dengan pandangan berbinar.
Sera yang mendengar gumaman dari sebelahnya, menambah rasa ingin tahu dirinya.
"Sepertinya kau harus membuka matamu nak." Der berujar pada sera masih dengan pandangan terpaku pada dataran yang ada dihadapanya.
"Silau sekali. Mataku ngilu dibuatnya" ujar sera meringis.
"Buka saja.. paksa. Kau akan takjub melihat ini" sahut der.
Sera mengikuti perintah der. Dia susah payah membuka matanya. Menyipit menahan silau. Ujung ujung matanya sampai berair membentuk perlindungan dari jarahan cahaya yang masuk.
Beberapa detik, sera akhirnya benar benar bisa membuka matanya dengan lugas. Dia sama dengan der yang tekagum kagum. Mulutnya menganga, dan matanya melotot takjub. Dataran yang ada dihadapanya benar benar sangat spektakuler.
"Astagaa.. ini.. benar benarr.." sera terbata bata.
Dihadapanya merupakan sebuah dataran menurutnya sangat tidak masuk akal. Langit cerah berwarna ungu hambar yang terang menyapa diatasnya. Bintang gemintang yang seharusnya tidak muncul saat waktu seperti ini bersinar terang. Berkelap kelip menghiasi langit tersebut.
Bukit bukit rendah yang mengelilingi barisan tepi menjulang berwarna merah muda lembut, begitu juga dengan tanah yang kini ia pijak. Pepohonan yang tumbuh disana berbentuk manis seperti permen kapas dengan tangkai coklat. Rerumputan berwarna kuning susu tumbuh subur ditepi tepi sungai yang airnya mengalir jernih.
Kastil kastil kecil dengan atap atap kerucut berbaris rapi dilereng lereng perbukitan. Orang orang dengan wajah asing hilir mudik terbang melayang. Mereka memakai baju berwarna warni dengan selendang selendang panjang menjuntai.
"Pelajaran melayangnya sudah dimulai. Kita benar benar terlambat sera" ujar der.
"Waah.. aku merasa berada didalam sebuah setting film" sahutnya.
"Murid murid itu sudah ada yang melayang seperti itu" tunjuk der.
"Itu pohon atau permen coklat?" Sera berujar lagi.
Keduanya masih seperti itu. Berdiri dan berbicara sepertu satu sama lain. Padahal, mereka hanya berbicara sendiri sebab sera masih tidak menggubris kalimat der. Dan der yang tetap kekeh untuk memberi tahu sera.
"Demi zebra dengan belang belang nya! Langitnya berwarna ungu der!" Sera kembali berujar antusias.
"Kau dengar aku tidak sih?!" Der akhirnya merasa sebal dengan sera. Dia bahkan sampai menepuk pundak gadis kecil tersebut.
"Eh?!" Sera menoleh bingung.
Der menghela nafas. Dia lalu mengulang kalimatnya lagi.
"Kelas melayang sudah dimulai. Kita terlambat" ujarnya lagi.
"Pantas saja sejak tadi orang orang itu melayang layang lalu lalang" sera mengangguk mengerti. "Lalu bagiamana?"
"Sebaiknya kita ke kastil pertama dulu. Untuk menentukan asramamu dan ruanganku" der kembali menoleh kearah depan. Kemudian mulai berjalan.
Sera mengikuti langkah pria tua tersebut. Sambil berjalan, pandangan sera tak pernah diam. Dia benar benar menelan bulat bulat semua yang saat ini dilihatnya. Dengan rakus, tentu saja.
Daftar List untuk mengelilingi tempat ini sudah tercatat beraturan diotaknya. Dia akan segera menjelajahi tanah itu. seperti memastikan pohon pohon tersebut benar benar tumbuhan, bukanya permen.
Mereka tiba disebuah kastil paling besar yang terletak paling depan diantara menara lainya.kastil tersebut berwarna coklat lembut dengan atap atap runcing dan jendela jendela besar disisinya. Dua buah tiang besar mengkilap berdiri kokoh disudut depan kastil. Pintu kristal berwarna warni terbuka otomatis ketika keduanya mendekati.
Mereka memasuki menara utama dan disambut oleh seseorang yang sera temui sebelum masuk kedalam dataran level pertama.
"Hey, aku dan muridku datang terlambat. Apa masih ada kastil untuk kami berlatih?" Der bertanya pada perempuan tersebut.
"Hey, kita ketemu lagi" sera berkata setelah der.
Wanita itu menoleh. Dia menilai wajah sera dan menggeleng.
"Maaf, tapi Aku tidak tahu siapa dirimu" ujarnya geli.
Der mengernyit dan menoleh kearah sera heran. Dia mendekatkan wajahnya kearah telinga sera, berbisik.
"Kau salah orang. Wanita itu bukan wanita yang kita temui sebelumnya. Semua pendata memang memiliki wajah yang sama" ujar der memberi tahu.
Sera berdeham canggung setelahnya. Dia merasa malu sekali.
"Bagaimana ? Apa kami masih bisa mendapat kastil?" Der kembali bertanya.
"Siapa nama mu?" Sahut wanita tersebut. Dia kemudian memunculkan sebuah buku bersampul perak yang berwarna ungu hambar seperti langit dataran itu.
"Der, dan yang disebelah ku ini muridku. Namanya sera" balas der lagi.
Sang perempuan tersebut mengangguk lalu memusatkan perhatiannya pada halaman halaman buku yang ada digenggamannya. Dia kemudian mengangguk lagi.
"Tak masalah. Datamu juga datang terlambat. Jadi kami bisa membangun satu lagi kastil untuk mu" ujarnya seraya menutup buku.
Wanita cantik tersebut kemudian memejamkan matanya. Lalu, mengusap kedua telapak tangan. Dan menyapukan keudara. Sera hanya menatap tidak mengerti kearahnya.
Dan menyengol lengan der, meminta penjelasan.
"Sudah, kastil kalian berada paling pinggir dekat dengan perbatasan. Warna kastil kalian adalah hijau." Ujarnya seraya tersenyum.
Dalam benak sera berkata.
Sudah? Seperti itu saja?
"Terimakasih. Kalau begitu kami permisi" ujar der dan berbalik pergi diikuti oleh sera dibelakang.
"Tunggu.." wanita tadi menghentikan langkah keduanya. Mereka berhenti dan berbalik.
"Karna kalian terlambat .pastilah kalian tidak tahu mengenai hal ini. Ujian kenaikan level akan diadakan secara mendadak. Begitu kalian mendengar bunyi terompet, semua kalian akan diuji dihalaman kastil ini. Pastikan kalian kesini tepat waktu karena yang terlambat dinyatakan gugur. Kalian mengerti?" Jelasnya.
Keduanya mengangguk. Dan kembali berjalan lagi.
Sera dan der berjalan ke sisi barat kastil utama. Karena disana merupakan jalur agar dapat memasuki komplek kastil kecil tempat semua murid berlatih. Tiap tiap kastil memiliki ruangan guru. Kamar guru dan kamar murid yang terpisah.
"Aku tidak faham saat kau bilang mencari asrama untukku. Tapi, perempuan tadi memberi kita satu kastil. Bukan sebuah kamar yang terdapat di dalam asrama" ujar sera.
"Kastil itu hanya tempat penampungan sementara. Kastil itu tanda bahwa seorang murid sudah memiliki seorang guru. Nantinya kastil itu akan hilang. Berganti dengan asrama besar saat menjelang hari ujian. Semua murid akan di pindahkan ke asrama tersebut. Di asingkan lebih tepatnya." jelas der
Sera mengangguk mengerti.
"Kenapa di asingkan?" Sera bertanya lagi.
"Agar kalian berlatih pada diri sendiri. Aku tidak tahu jelas tapi yang aku tahu seperti itu"
Setelah itu keduanya kembali diam . Mereka berjalan lagi tanpa suara.
Suasana komplek kastil kecil yang banyak riuh rendah dengan suara. Banyak sekali orang orang yang sedang berlatih. Entah itu ditaman depan kastil, ataupun dihalaman rumput dekat jalan setapak.
Mereka terlihat menikmati pembelajaran yang diajarkan oleh guru guru mereka.
Kastil kastil tersebut memang kecil. Bahkan, sera hampir menyamakanya dengan sebuah rumah sederhana yang ada didunia. Hanya saja, bentuknya memang mirip sekali dengan kastil. Tiap tiap kastil memiliki warna berbeda yang sera kini sadari sama dengan jubah pendek yang dikenakan oleh murid pemilik kastil kecil tersebut.
Sera terlihat semakin takjub saja ketika matanya tak sengaja melihat seorang laki laki melayang tinggi sekali tanpa ada kesulitan. Gerakan dan kecepatan pria tersebut sangat konstan dan anggun.
"Dia hebat sekali" ujar sera.
Der menoleh, melihat kearah pandang sera yang terpaku.
"Kau juga bisa seperti itu. Kita akan mempelajarinya. Kau, akan mempelajarinya" balas der.
Der berkata dengan percaya diri sampai sera merasa yakin. Padahal, pada nanti nantinya sera akan mengutuk der yang konyol itu.
Mereka berjalan lurus melewati barisan komplek kastil pertama, lalu berbelok mengikuti jalan setapak yang habis diujungnya. Ada sungai besar yang mengalir kencang dengan suara gemericik damai.
"Sebelum aku menyebrang. Aku menemukan sungai kecil juga. Aku ingin sekali memasukkan kaki ku kedalamnya. Tapi, tanda dibawah kaki ku berubah warna menjadi merah. Dan bentuknya tidak lagi garis lurus melainkan menyilang" sera memulai ceritanya pada der.
"Kau hendak apa?" Tanya der tidak percaya.
"Memasukkan kaki ku ke sungai itu. Merendam, untuk menyegarkan mereka" jawab sera tak merasa bersalah.
"Ya ampun nak, untung saja kau tidak benar benar melakukanya" balas der lega.
"Memangnya kenapa?" Sera menjawab takut takut.
"Sungai sungai disini itu teramat suci. bahkan sang pendata saja tidak berani menyentuh. Dan kau," der mendelik, memandang sera tidak percaya. "Kau bahkan mau memasukkan kaki busuk mu itu kesana? Kau benar benar bar bar nak" der menggelengkan kepala dramatis.
"Aku hanya mengikuti insting manusia ku saja. Lagi pula, sungainya terlihat dangkal" sahut sera sembari melipat tangan.
"Kau sudah mati seraaa...," der berujar gemas. "Kau sudah mati. Jasadmu bahkan sudah habis dimakan ulat. Dan tadi, apa kau bilang? Dangkal?"
Der mendecih. "Sungai itu akan langsung mengenali bahwa seseorang tengah mencemari dirinya. Dia akan menarikmu jatuh dan menyeretmu ke dataran tengah yang netral. Kau pasti tidak akan suka disana nak" lanjutnya.
"Jadi, tidak boleh menyentuh sungai?"
"Tidak boleh. Dan itu larangan."der menjawab tegas dengan menggoyangkan telunjuknya ke kanan dan kiri.
Mereka akhirnya tiba dikastil berwarna hijau mereka. Dan, kastil mereka benar benar kastil paling ujung yang berada diperbatasan. Terbukti disekeliling kastil tersebut terdapat pagar rantai yang membatasi dataran dengan sungai besar tadi.
Der berbalik, berjalan mundur menghadap sera hingga dirinya tertahan oleh pintu kastil. Der lalu merogoh sisi belakang nya , mencari
Daun pintu.
"Selamat datang dikastil hijaumu sera! Kini kau benar benar sudah menjadi seorang murid" der berujar seraya membuka pintu kastil dengan tangan merentang, mempersilahkan.
****
pesan saya, kalian jangan sekedar baca ya. karena episode awal awal justru malah inti petunjuk dari cerita ini.
selamat membaca!
salam, Alfa