webnovel

Part 24

Sejam kemudian Zibran membuka kedua matanya dan tersentak karena kesal pada dirinya yang sampai tertidur di sofa. Dia melihat ke arah brankar, dilihatnya Yasmin yang sudah duduk di kursi roda dan Fiza duduk di kursi dekat brankar.

" Kenapa nggak bangunin kakak?" tanya Zibran.

" Kata Kak Yas, biar Kak Zib istirahat!" kata Fiza.

" Ini sudah jam 11, pasti Ummi dan Aba nyari kita!" kata Zibran yang menyadari jika jam 10 harusnya dia mengantar kedua orang tuanya ke rumah Omnya.

" Sudah, Zib! Aku yang suruh Fiza nggak bangunin kamu!" kata Yasmin.

Zibran tidak pernah bisa melawan jika sudah Yasmin yang bicara. Dia hanya menhela nafasnya lalu berjalan mendekati kursi roda Yasmin.

" Ayo kita pulang!" kata Zib yang mendorong kursi roda Yasmin.

" Maaf, ya, Fiz, Zib! Kak Yas jadi ngerepotin kalian!" kata Yasmin.

" Nggak apa-apa, Kak!" kata Fiza tersenyum.

Sementara Zibran hanya diam saja sambil menatap ke depan.

" Semoga kalian berdua cepat sembuh!" ucap seorang dokter yang berjalan mendekati ketiga orang yang telah sampai di pintu klinik itu.

" Trima kasih, Dokter!" jawab Yasmin tersenyum.

" Kaluna! Nama saya Kaluna, panggil saja Luna!" kata Luna memperkenalkan dirinya.

" Saya Yasmin!" kata Yasmin.

" Saya Fiza!" kata Fiza tersenyum juga.

" Dia kakak saya, Zibran!" kata Fiza memperkenalkan Kakaknya yang hanya diam saja itu.

" Oh, Saya..."

" Saya ambil mobil dulu!" potong Zibran yang pergi menuju ke parkiran.

" Maafkan kakak saya, Dok! Dia memang begitu,dengan perempuan yang bukan muhrimnya!" kata Fiza menerangkan.

" Oh! Tidak apa-apa!" jawab Luna semakin kagum pada Zibran.

Mobil berhenti di depan mereka, Fiza membuka pintu mobil lalu seorang perawat mendorong kursi Yasmin agar dekat dengan pintu mobil. Kemudian Yasmin berdiri dengan satu kaki dan masuk ke dalam mobil lalu Fiza menutupnya.

" Kami permisi dulu, Dokter!" kata Fiza dan Yasmin.

" Iya! Jangan lupa kontrol!" kata Luna.

" Iya! Permisi! Assalamu'alaikum!" kata keduanya.

" Wa'alaikumsalam!" jawab Luna.

Mobil meluncur perlahan meninggalkan klinik tersebut, membawa pergi sebagian hati Luna. Aku harus mendapatkannya, bagaimanapun caranya! batin Luna.

" Bi!" sapa Luna yang menelpon seseorang.

" Ya, Nona?" sahut yang ditelpon.

" Apa bisa kamu bantu aku cari tahu seseorang?" tanya Luna.

" Iya, Nona!" jawab orang itu lagi.

" Aku akan kirim datanya padamu!" kata Luna.

" Siap, Nona!" jawab orang itu.

Luna mematikan ponselnya dan mengirim berkas Zibran pada orang tadi.

Beberapa lama kemudian mereka memasuki mansion Harun dan Zibran menghentikan mobil di depan pintu. Yasmin membuka pintu bersamaan dengan Zibran yang membuka pintu dan melesat ke arah Yasmin. Fiza membuka pintu mobil dan turun, mulutnya melongo melihat kakaknya yang menggendong Yasmin.

" Kakak! Apa...boleh?" ucap Fiza ambigu.

Ternyata Zibran langsung menggendong Yasmin yang berdiri di pintu mobil dan menunggu Fiza menurunkan kursi roda.

" Zib! Tolong turunin saya! Zib!" ronta Yasmin sambil berusaha menurunkan kakinya.

" Maaf, Yas, kaki kamu akan semakin parah kalo dipakai berjalan! Jadi tolong diam atau kita akan jatuh berdua!" kata Zibran tenang.

" Lagipula aku tidak menyentuhmu!" kata Zib yang memang kulitnya tidak bersentuhan dengan kulit Yasmin.

" Tapi Zib..."

Langkah Zib dipercepat agar bisa mencapai kamar Yasmin, karena dia juga tahu tindakannya itu tidak dibenarkan dalam agama mereka. Meskipun apa yang dilakukannya saat ini membuat lukanya tertekan tubuh Yasmin dan ada kemungkinan akan berdarah lagi.

" Assalamu'alaikum!" salam Zib dan kedua perempuan yang ada bersamanya.

" Wa'alaikumsalam!" sahut yang ada di dalam rumah.

Zib melangkahkan kakinya menuju tangga rumah, sementara Fiza masih mengikuti di belakangnya.

" Zib?" sapa Fatma terkejut melihat putra ketiganya menggendong kakak iparnya.

" Zib, apa yang kamu lakukan?" tanya Harun yang juga terkejut.

" Nanti Zib cerita, Ummi!" sahut Zib tanpa melihat ke arah mereka.

" Turunkan istriku!" kata sebuah suara.

Zib menghentikan langkahnya yang akan naik ke tangga pertama. Ketiga orang itu melihat ke arah suara itu berasal.

" Kak Zabbbb!" teriak Fiza berlari memeluk kakaknya.

Sementara Zib dan Yasmin tertegun melihat sosok pria yang telah menjadi suami Yasmin itu.

" Turunkan istriku!" ucap Zab dingin.

" Tapi dia..."

" Apa kamu tuli?" teriak Zabran menahan amarahnya.

" Zab! Sabar, Kak! Kita..."

Belum selesai Fatma bicara, dengan cepat Zab mendekat pada Zib dan memukul wajah adiknya itu.

Bughhh! Suara pukulan menggema di rungan itu.

" Aaaaaa!" para wanita berteriak melihat adegan itu.

Yasmin hampir saja terjatuh dari tangan Zib kalo saja Zab tidak memegangi dan mengambil alih. Zab mengambil paksa Yasmin dari tangan Zib dan berniat menurunkan istrinya itu.

" Kaki Kak Yasmin terluka, Kak!" teriak Fiza mengingatkan kakaknya.

Zab tidak jadi menurunkan Yasmin, tapi dia menatap wajah istrinya dan beralih ke arah Zib.

" Ini terakhir kali kamu berani menyentuh dia!" kata Zab dingin.

Yasmin menundukkan kepalanya saat Zibran tadi menatapnya. Kemudian pria dengan amarah di dada itu berlalu dengan menaiki tangga sambil menggendong istrinya. Sementara Zib mengusap sudut bibirnya yang pecah akibat pukulan Zab.

" Kamu tidak apa-apa, nak?" tanya Fatma mendekati putranya dan menangkup wajah Zibran.

" Ini hanya luka kecil, Ummi! Zib tidak tahu kalo Kak Zab datang!" kata Zibran menenangkan Fatma.

" Maafkan kakakmu, ya, nak! Dia baru saja sampai tadi dan mencari Yasmin!" kata Fatma lagi.

" Iya, Ummi! Zib nggak apa-apa! Nanti Zib akan meminta maaf pada Kakak!" kata Zibran.

" Bisa kalian jelaskan kejadian sebenarnya?" tanya Harun yang sedikit tegang akibat perkelahian kecil kedua putra sambungnya itu.

" Ayo, ummi obati lukamu!" kata Fatma.

" Ini, ummi!" kata Fiza yang telah membawa kotak P3K.

" Zib ikut senang akhirnya mereka bisa bersatu dan hidup bahagia!" kata Zib bijak.

Jantung Yasmin berdetak sangat kencang saat berada di gendongan suaminya. Dia bisa menghisap aroma parfum suaminya dari jarak yang sangat dekat. Tangannya yang mengalung sempurna ke leher sang suami terasa bergetar karena gugup. Dan Yasmin bisa merasakan detak jantung Zabran yang tidak beraturan akibat menahan amarah. Zab bisa merasakan kegugupan sang istri digendongannya. Apa kamu merasa bersalah karena telah ketahuan bersama adikku, Zha? Apa kamu ingin membuatku cemburu? Apa kamu menyukai dia? berbagai pertanyaan bergulat di pikiran pria tampan itu.

Yasmin memutar gagang pintu saat mereka sampai di depan pintu kamar dan mendorongnya. Zab masuk ke dalam lalu menendang pintu dengan kakinya agar tertutup. Dengan perlahan dia mendudukkan istrinya ke sofa di kamar mereka. Zab berjongkok dan menaikkan gamis istrinya.

" Ap..apa yang kamu lakukan?" tanya Yasmin terkejut.

Zab hanya diam saja dan melihat perban coklat yang membebat kaki istrinya. Fiza tidak berbohong, apa aku yang terlalu emosi? batin Zab sambil emnghela nafasnya.

" Apa parah?" tanya Zabran yang mengambil kursi kecil dan mengangkat pelan kaki istrinya yang terluka.

" Tidak terlalu, kata dokter 3 hari lagi asal tidak menapak perban bisa dilepas dan aku bisa menapak pelan-pelan!" kata Yasmin lembut.

" Katakan jika kamu membutuhkan sesuatu!" kata Zabran yang kemudian masuk ke dalam kamar mandi dan mengganti pakaiannya.

" Apa yang kamu lakukan?" tanya Zabran saat melihat Yasmin telah berdiri dengan satu kaki.

" Aku ingin mengganti pakaian!" kata Yasmin.

Zabran membuka koper Yasmin dan mengambil sebuah gamis rumahan dan meletakkannya di kamar mandi. Didekatinya istrinya lalu diangkatnya Yasmin yang membuat wanita itu seketika mengalungkan tangannya ke leher suaminya. Tatapan keduanya menyatu, deg! deg!"