webnovel

Part 23

Yasmin dipindahkan ke kamar rawat karena IGD di Klinik tersebut sedang penuh.

" Apa Kak Yas akan memakai kursi roda?" tanya Fiza sedih.

" Sepertinya untuk mempercepat kesembuhannya, lebih baik dipakai, karena kakinya belum bisa dipakai untuk menapak dengan baik!" kata dokter itu.

" Trima kasih, Dokter!" kata Zibran.

" Kakak!" ucap Fiza sedih.

Ternyata Yasmin merasa baikan karena tadi sempat di berikan suntikan oleh dokter dan tidak perlu di rawat inap. Tubuhnya sedikit terasa sakit, tapi dia baik-baik saja, jadi dia diperbolehkan pulang saat itu juga. Sebuah kursi dorong telah disiapkan di dekat brankar dan perlahan Fiza menurunkan kakinya yang di perban dengan kain warna coklat.

" Kamu...terluka?" tanya Yasmin melihat kemeja Zib yang basah karena darah.

" Hanya luka kecil!" jawab Zib santai.

" Apa sudah diobati?" tanya Yasmin lagi.

" Nanti saja!" jawab Zib lagi.

" Fiza! Bisa antar Zib ke ruang IGD untuk mengobati lukanya?" kata Yasmin.

" Tidak..."

" Kalo begitu aku yang akan mengantarmu kesana!" kata Yasmin sambil bergerak.

" Ok! Aku akan pergi sendiri!" kata Zib yang langsung pergi meninggalkan kamar Yasmin.

Zibran berjalan sambil memegangi lukanya yang semakin lama semakin terasa sakit juga. Dibukanya kemeja yang sudah keluar dari celananya, luka yang ditutupnya dengan washlap dan diikatnya dengan ikat pinggang itu sudah berwarna mearh semua. Sesaat pandangannya terasa sedikit kabur. Dengan cepat dia kuatkan dirinya dan masuk ke dalam IGD dan mendekati perawat laki-laki.

" Maaf, Pak, siapa yang sakit?" tanya seorang perawat yang ditepuk pundaknya oleh Zibran.

" Saya!" katanya sambil mengangkat sebagian kemejanya.

" Astaga! Ayo, bapak duduk dulu, saya akan mencarikan tempat yang kosong!" kata perawat itu.

Perawat itu pergi setelah Zibran duduk di sebuah kursi sambil memegangi lukanya. Dia memejamkan kedua matanya.

" Anda disini?" tanya sebuah suara.

Zibran yang sedikit mengantuk merasa mengenali suara lembut wanita itu. Dibukanya kedua matanya, wajah cantik yang tadi dilihatnya saat ini ada di hadapannya.

" Iya!" kata Zibran lalu mengalihkan tatapan matanya.

" Apakah luka anda sudah diobati?" tanya wanita itu.

" Ini baru akan diobati!" jawab Zibran.

" Mari ikut saya!" kata wanita itu.

" Ada perawat yang sudah menangani saya!" kata Zibran lagi.

" Saya janji bukan saya yang akan merawat anda!" kata wanita itu.

Dengan terpaksa Zibran berdiri, karena dia tidak mau lukanya akan semakin parah.

" Lewat sini!" kata wanita itu.

Mereka berjalan ke sebuah kamar yang terletak tidak jauh dari ruang IGD.

" Silahkan masuk dan berbaring di sana!" kata wanita itu setelah membuka pintu dan menunjuk sebuah brankar.

Zibran berjalan masuk dan mendekati brankar.

" Halo!" sapa orang diseberang.

Zibran melihat wanita itu menelpon seseorang.

" Halo, Dok! Bisa ke ruangan EDR?" tanya wanita itu.

" Baik!" jawab orang itu.

" Terima kasih!" kata wanita itu.

" Sama-sama!" jawab orang itu.

Wanita itu menyimpan ponselnya dalam kantong Snellinya. Zibran memejamkan kedua matanya.

" Coba untuk tidak tertidur!" kata wanita itu.

Tok! Tok! Bunyi orang mengetuk pintu.

" Masuk!" jawab wanita itu.

" Ada apa?" tanya seorang pria yang memakai snelli seperti wanita itu saat membuka pintu dan melihat ke arah wanita itu.

" Bisakah kamu memeriksanya? Dia yang tadi meringkus perampok di pertokoan!" karta wanita itu.

Pria itu melihat ke arah Zibran yang tergeletak di atas brankar dengan tatapan kesal. Siapa pria itu? Kenapa Luna begitu perhatian padanya hingga membawanya ke sini? batin pria itu. Kemudian dia kembali melihat ke arah wanita yang dipanggilnya Luna yang tidak berhenti menatap Zibran. Dengan langkah malas, pria itu berjalan mendekati Zibran dan melihat tubuh adik Zabran itu.

Cukup parah juga! Kuat juga dia menahan semua ini! batin pria itu saat melihat kondisi luka Zibran dari balik kemeja yang di bukanya.

" Auchhhh!" teriak Zibran spontan saat pria berseragam putih itu menekan ikat pinggangnya.

" Sorry! Saya akan membuka ikat pinggang anda, karena luka anda cukup parah!" kata pria itu.

Zibran hanya terdiam dan membuka sendiri ikat pinggangnya. Sebuah luka gores yang cukup dalam terlihat di mata pria itu.

" Kita harus membersihkan dan menjahitnya, luka anda cukup dalam!" kata pria itu lagi.

" Lakukan secepatnya, karena saya masih banyak keperluan!" kata Zibran dingin.

Sial! Sombong sekali! Awas aja lu! batin dokter itu semakin kesal.

" Lakukan yang terbaik, Dok! Saya ada operasi 30 menit lagi!" kata Luna.

" Ok, Dokter! Good Luck!" sahut pria itu.

Luna berdiri dan menatap sejenak ke arah Zibran yang sedikitpun tidak melihat ke arahnya, Luna menghela nafasnya lalu berjalan keluar ruang EDR tersebut. Baru kali ini gue ketemu cowok secuek itu! Sejak gue sekolah sampai saat ini, tidak ada cowok yang tidak melihat ataupun suka sama gue, bahkan mereka sampe ngejar-ngejar bahkan ngemis-ngemis minta jadi pacar gue. Tapi dia...! batin Luna sedih. Dokter pria itu melihat cara Luna menatap Zibran dan dia sangat tidak menyukai hal itu.

" Aughhh! Apa yang anda lakukan? Apa anda ingin membunuh saya?" tanya Zibran yang merasa jika dokter yang menanganinya itu sepertinya sengaja menekan lukanya dengan keras.

" Itu agar anda tidak tertidur!" jawab pria itu seenaknya.

" Cckkk!" decih Zibran kesal.

Akhirnya dokter itu merawat Zibran dengan profesional, karena dia tidak mau jika nanti pasiennya itu melaporkan dirinya dan berujung dicabutnya ijin prakteknya.

" Anda tidak boleh banyak bergerak dulu, karena jahitannya bisa terbuka!" kata dokter itu pada Zibran yang telah duduk di kursi berhadapan dengan dokter itu.

" Kalo sudah saya mau pergi!" ucap Zibran yang seakan mengabaikan semua perkataan sang dokter.

Pria itu menatap pasiennya tidak percaya karena dengan santainya bertanya tentang hal itu. Dasar pria sombong! batin sang dokter.

" Silahkan, Pak! Jangan lupa bayar billnya, ya!" sindir dokter itu kesal.

Zibran hanya diam lalu berdiri dan keluar dari ruangan itu. Dia pergi ke bagian administrasi untuk membayar semua tagihan milik Yasmin dan dirinya. Beberapa kali Harun menelpon mereka bertiga, tapi tidak ada yang menjawab, karena ponsel mereka semua berada di dalam mobil.

" Apa kamu sudah menghubungi Ummi sama Aba?" tanya Yasmin pada Fiza.

" Belum, Kak! Hp Fiza ketinggalan di mobil.

" Mereka pasti khawatir, karena sudah jam 11 kita belum balik!" kata Yasmin mengingatkan.

" Tunggu Kak Zib dulu, biar nanti kita tanya dia!" kata Fiza.

" Kaki kakak nggak apa-apa?" tanya Fiza khawatir.

" Nggak! Kakak sudah merasa lebih baikan!" jawab Yasmin.

Tok! Tok! Saat mereka sedang berbincang-bincang tentang teman-teman kuliah Fiza, ada yang mengetuk pintu kamar Yasmin. Kedua perempuan itu mengalihkan pandangannya ke arah pintu.

" Assalamu'alaikum!" sapa orang yang membuka pintu kamar Yasmin.

" Wa'alaikumsalam Wr!" sahut keduanya.

" Kakak! Apa sudah selesai?" tanya Fiza terkejut.

" Sudah!" jawab Zibran.

" Apa tidak perlu menginap?" tanya Yasmin yang melihat wajah pucat Zibran.

" Tidak!" jawab Zibran singkat.

" Apa kita bisa pulang sekarang?" tanya Fiza.

" Kata bagian administrasi tunggu dokter memeriksa Yasmin dulu!" kata Zibran yang mendudukkan dirinya di sofa. Sepertinya rasa kantuk menyerangnya akibat obat yang disuntikkan dokter itu padanya.

" Kak...'

" Biarkan kakakmu istirahat!" potong Yasmin.

" Kalo gitu Fiza mau ambil Hp dulu ke mobil!" kata Fiza.

" Tapi kunci mobilnya?" tanya Yasmin.

" Huh! Pasti di saku celana Kak Zib!" kata Fiza ambigu.

" Kalo kamu bosan, kamu bisa ke kafetaria klinik ini!" kata Yasmin.

" Nggak usah, Kak! Fiza disini aja nemenin kak Yas!" kata Fiza.