webnovel

Pengawas Sekolah

Prof. Fatocia memelototiku dari balik kacamata perseginya. Hari ini pertemuan kelima kami di pelajaran Pemeliharaan Kekuatan Khusus. Seminggu yang lalu Prof. Fatocia memberikan teori, hari ini kami mengadakan praktek di lapangan Roxalen High. Aku berpartner dengan Dursiedow—anggota geng cowok serius menurut versiku.

"Gray…" Prof. Fatocia berjalan mendekatiku.

Ah, tidak. Apa Prof. Baavue benar-benar memintanya untuk memberiku pengawasan ekstra?

"Apa kau serius ingin mengikuti kompetisi? Kau bahkan merepotkan Dursiedow di hari pertama latihan."

Ah, kelihatannya Prof. Baavue benar-benar memintanya.

"Maaf, aku akan terus mencobanya," aku meyakinkan Prof.Fatocia. Hari ini kami berlatih untuk mengontrol energi kami—menggunakan kekuatan tanpa harus melibatkan kelabilan emosi.

Prof. Fatocia mengernyitkan alis.

"Bahkan separuh murid di kelas ini sudah berhasil. Dursiedow bahkan sudah lihai mengontrol apinya," ia mengomel. "Ia akan mendepakmu di kompetisi. Kurasa Prof. Baavue hanya membuang waktuku." Prof. Fatocia berjalan meninggalkan kami.

"Tim pengawas sekolah datang. Hentikan latihan kalian! Buatlah seakan kalian sedang mengikuti pelajaran olahraga," teriak Prof. Fatocia seraya menggelindingkan bola sepak, basket, dan voli ke arah kami.

Aku melengos kecewa.

"Kenapa dia seperti itu? Ini bahkan baru praktek kita yang pertama." Dursiedow berbisik sambil mengawasi Prof. Fatocia yang menutupi bajunya dengan jaket olahraga. "Tenanglah, Gray… dia hanya berlebihan. Belum ada separuh kelas yang berhasil hari ini."

"Terima kasih. Maaf, aku banyak merepotkanmu hari ini," kataku merasa tidak enak.

Dursiedow hanya menggunakan tiga menit dari setengah jam yang kami miliki, sisanya aku gunakan untuk berusaha mengeluarkan gelombang energi kekuatan khususku.

"Aku tak merasa repot."

Dursiedow meninggalkanku untuk bergabung dengan para cowok yang bermain sepak bola. Aku menyeka keringat dengan handuk kecil yang kubawa. Aku tak menyangka bisa sampai berkeringat ketika mencoba untuk membangkitkan gelombang energi, mengingat betapa mudahnya kekuatanku muncul karena energiku terpicu ketika aku sedang marah.

Tim pengawas sekolah mulai masuk. Lima orang pria dan dua wanita, semuanya seragam memakai pakaian kerja serba hitam. Seorang lelaki berumur empat puluh tahunan berjalan di depan memimpin rombongan mereka. Aku bisa melihat Prof. Muitimk yang mengenakan blouse oranye mencolok sedang menyambut tim pengawas itu bersama dengan Prof. Buenso yang masih sibuk merapikan dasinya ketika datang. Prof. Muitimk dan Prof. Buenso datang bersama seorang cowok jangkung. Ia tidak memakai jas, hanya kemeja abu-abu yang bahkan kancing teratasnya dibiarkan terbuka. Apa dia siswa Roxalen High?

Aku memicingkan mata agar bisa melihat makin fokus. Cowok itu menjabat tangan anggota tim pengawas satu persatu. Bentuk tubuhnya mendekati sempurna—bahu lebar, dada bidang, perut rata, dan pinggang yang langsing. Lengannya terlihat keras dan kuat. Sekilas aku bisa melihat tindiknya di telinga kiri berkilau diterpa sinar matahari.

Astaga, apa dia Huddwake?

Beberapa detik kemudian aku baru bisa memastikan bahwa dia benar-benar Sam Huddwake.

"Oh, kapan dia tidak terlihat tampan?" Dara menghampiri dan merangkulku dari belakang. "Martinez benar-benar beruntung," ia mengerucutkan bibirnya.

Aku tertawa mendengus. "Beruntung? Kurasa dia memang pantas," ujarku seraya tetap mengawasi Huddwake.

Tepat ketika aku menyelesaikan kalimat, mata Huddwake menangkapku. Aku tergagap dan segera mengalihkan pandangan ke arah lain.

"Oh, sial..." desisku.

Dara terkikik menyadari diriku yang tertangkap basah sedang memandangi Huddwake. Aku hanya merengut.

"Apa yang dia lakukan bersama Prof. Muitimk dan para pengawas sekolah itu?"

Dara membelalakkan mata. "Kau tak tahu?"

"Bukan aku yang selalu tak tahu, tapi kau yang selalu tahu, Dara," aku membela diri, menyadari betapa payahnya aku mengenai hal-hal eksternal pelajaran sekolah alias gosip dan info yang beredar di Roxalen High.

"Huddwake adalah putra kepala bagian departemen yang mengirim tim itu." Dara memasang tampang serius.

"Ayahnya adalah Kepala Bagian Pengawasan Sekolah di Departemen Pendidikan Inggris?"

Dara mengangguk-angguk.

"Bukannya dia orang Irlandia?" Aku mendesis.

"Ehm, yah. Tapi ayahnya asli Inggris," tambah Dara. "Dan kudengar Ayah dan Ibu Huddwake sudah tidak bersama lagi, karena itulah Ayah Huddwake menetap di Inggris."

"Mereka bercerai?" pertanyaan itu muncul begitu saja dari bibirku.

Dara mengangkat bahu. "Aku tidak tahu. Yang aku dengar hanya mereka sudah tidak bersama dan Huddwake memilih tetap bersama Ibunya di Irlandia."

Aku tertegun, mataku kembali menatap Huddwake yang kemudian menghilang berbelok ke koridor. Aku tahu tidak ada orang yang hidup sempurna, tidak ada kelebihan tanpa kekurangan dan tidak ada orang yang selalu bahagia sepanjang hidupnya. Tapi entah, hatiku tetap mencelos mendengar hal seperti itu dialami Huddwake. Apakah latar belakang keluarganya yang kurang harmonis menjadikannya sebagai orang yang kompleks dan bersikap kurang baik seperti itu?

Namun, kenapa hanya pada Sergei ia berbuat keterlaluan seperti itu?

Pertanyaan itu tercetus begitu saja di benakku. Kenapa? Aku baru memikirkannya. Sergei memang memberitahuku sebab kebenciannya terhadap Huddwake, tetapi tidak memberitahuku kenapa Huddwake melakukan hal seburuk itu padanya. Aku pun tidak menanyakan hal itu kepada Sergei.

Dadaku terasa agak ringan karena aku menemukan satu titik terang. Kurasa aku akan memberanikan diri untuk menanyakan hal itu pada Sergei.

***

Soo Hyun menyodorkan sebotol minuman dingin. Aku menyambutnya tanpa berpikir panjang dan segera menenggaknya seperti ikan yang gelagapan karena terdampar di daratan.

"Wow, kau sangat haus," komentar Soo Hyun sambil tertawa.

"Maaf, aku akan mentraktirmu lain kali," aku baru merasa sungkan setelah rasa hausku hilang, sedikit merasa malu. "Aku tak tahu kalau kau akan menyuruhku lari mengelilingi lapangan selama satu jam." Aku meringis.

Soo Hyun menyilangkan tangan. "Kekuatan fisik itu penting bagi seseorang dengan kekuatan spesial, apalagi jika kau berpikir untuk mengikuti kompetisi."

"Apa itu mempengaruhi gelombang energiku?"

"Pastinya, ya," jawab Soo Hyun tegas. "Begitu pula dengan otak, pusat tubuh kita. Sadar atau tidak, otaklah yang mengatur gelombang energi kita. Karena itulah, kurikulum Roxalen High di atas standar sekolah biasa. Kita dituntut untuk terus mengasah otak kita, itu membantu untuk mengontrol energi—mengontrol kekuatan spesial kita."

Aku mengangguk-angguk, aku teringat Prof. Fatocia pernah mengatakan hal itu di kelas perdananya.

"Jadi, kalau kau benar-benar serius dengan kompetisi, belajarlah dengan baik dan rutinlah mengolah fisikmu." Soo Hyun menasihati. Aku menjadi bersemangat karena mendapatkan satu cara untuk mempermudah kontrol kekuatanku.

"Tentu. Kau pikir kenapa kau melatihku kalau aku tidak serius?" aku meyakinkan Soo Hyun. "Bisa kita mulai latihan hari ini?"

Soo Hyun beranjak dari tempat duduknya di sebelahku. "Oke."

"Jadi, apa yang akan kupelajari hari ini?" Aku menyusul berdiri dengan penuh semangat.

Soo Hyun tersenyum penuh arti.

"Mengenal kekuatanmu." Ia menyilangkan satu kaki. "Apa yang kau ketahui tentang kekuatanmu, Serina?"

Aku mengangkat satu alis. "Err…phasing? Menembus segala sesuatu. Cenderung kekuatan untuk mempertahankan diri, bukan untuk menyerang?" aku kurang yakin dengan jawabanku sendiri. "Sori, Soo Hyun. Prof. Fatocia baru memberikan pengetahuan tentang telepati saja pada kami."

"Ah, ya… tentu. Kalian baru akan dikhususkan di semester berikutnya." Soo Hyun mengelus dagunya seperti orang tua.

"Dikhususkan?"

"Yeah, sekarang kau di kelas umum untuk pelajaran Pemeliharaan Kekuatan Khusus, Serina. Di semester berikutnya akan mulai dikhususkan sesuai dengan kekuatan yang dimiliki, untuk memudahkan latihan dan pemantauan perkembangan murid."

Aku ber-oh ria, melongo dan menatap Soo Hyun yang berbicara begitu lancar.

"Kembali ke inti pembicaraan." Soo Hyun berdeham, aku pun kembali fokus. "Yang kau katakan tidak salah, tetapi bukan itu yang kumaksud."

"Lalu?"

"Kenali sifat kekuatanmu." Soo Hyun menegaskan. "Itu akan membantumu untuk membangkitkan gelombang energi tanpa harus melibatkan emosi, juga memudahkan untuk mengontrolnya."