"Sifat kekuatanku?" aku mendesis, mulai membayangkan.
"Yeah, seperti apa rasanya. Warnanya. Elemen apa yang kau libatkan."
Aku terpekur membayangkan kekuatanku.
"Transparan. Aku merasa menjadi seperti udara, tak berwujud. Lebih dari udara, aku bisa menembus partikel dengan susunan terpadat sekalipun. Kadang terasa panas, kadang dingin…" aku berhenti bicara. Kebingungan karena tidak satu pun jawabanku yang benar-benar pasti sesuai dengan pertanyaan Soo Hyun.
Soo Hyun tesenyum melihatku. "Phasing memang rumit karena kita melibatkan segala yang ada di sekitar kita. Semua eleman kehidupan."
Aku menelan ludah.
"Alasan mengapa kita menembus segala sesuatu adalah karena kita menyesuaikan diri dengan apa atau siapa yang sedang kita lewati, Serina." Soo Hyun membimbingku. Ia mengayunkan tangannya seperti hendak menamparku, tapi aku tidak merasakan apa-apa—ia menembus tubuhku. Aku memandangnya takjub.
"Atau, kita bukan apa-apa."
Aku mengernyit.
"Mana menurutmu yang lebih mudah, Serina? Kau adalah benda yang sedang kau lewati atau kau bukanlah apa pun di dunia ini?"
Aku membayangkan selama ini benda apa saja yang pernah kutembus. Begitu banyaknya—dan aku sama sekali tidak pernah berpikir menjadi satu dengan benda yang kulewati atau aku bukanlah apa-apa di dunia ini sehingga bisa melakukan itu.
Soo Hyun diam menunggu keputusanku.
"Kupikir pilihan kedua lebih mudah, Soo Hyun," aku menetapkan pilihan. "Aku tidak tahu harus berapa kali menyesuaikan diri jika aku mengambil pilihan pertama saat berlari menembus blok-blok di perkotaan."
Soo Hyun tertawa mendengar perumpamaanku. "Oh, pilihan yang bagus. Kau mirip denganku dulu." Ia mengangkat bahunya yang mungil. "Pilihan mana pun sebenarnya tidak masalah, asalkan kau mampu."
Aku menghela nafas. "Jadi, apa aku harus mencobanya sekarang?'
"Tentu." Soo Hyun melangkah mundur, memberiku ruang. "Konsentrasi, Serina. Kosongkan pikiranmu. Mungkin untuk awal, memejamkan mata bisa membantu."
Aku mengangguk kemudian memejamkan mata, mencoba mengenyahkan semua pikiran yang bersarang di otakku. Pelajaran, Huddwake dan Sergei, kompetisi, keluargaku. Aku membiarkan suara-suara di sekitarku berlalu begitu saja—suara angin, beberapa murid yang berlalu lalang, suara pesawat yang sedang melintas di atas Roxalen High, suara burung. Aku ada di alam ini tapi aku bukanlah apa-apa. Aku ada tapi aku tidak menjadi bagiannya. Aku tidak sama dengan sesuatu apapun di sekitarku.
"Tembuslah buku ini."
Aku membuka mata perlahan. Soo Hyun menghadapkan ensiklopedi yang sangat tebal di depanku. Aku berusaha keras mempertahankan konsentrasi dengan menatap fokus ke ensiklopedi yang dibawa Soo Hyun. Kuulurkan tangan, merasakan permukaan buku itu dengan sentuhan seringan mungkin. Aku membayangkan buku itu hanyalah gambar hologram dan aku tidak bisa menyentuhnya.
Aku bukanlah apa pun di dunia ini.
Aku tidak bisa menyentuh apa pun.
Soo Hyun diam agar tidak memecah konsentrasiku, tatapan matanya menyiratkan dukungan penuh untukku. Aku menghela nafas perlahan dan memutuskan untuk memberikan tekanan pada sentuhanku.
Oh, tidak. Aku masih bisa merasakan sampul bukunya yang keras.
Aku mencoba mengatur tubuh, menyalurkan energi ke tanganku. Membayangkan lagi bahwa aku tidak bisa menyentuh apa pun. Aku akan melewatinya begitu saja.
Aku maju.
Kurasakan badanku begitu ringan dan saraf perasa di kulitku tidak bekerja. Tanganku menembus ensiklopedi yang dibawa Soo Hyun. Aku merasa seluruh tubuhku ringan, jadi aku memutuskan untuk meneruskan kekuatan, mencoba menembus tubuh Soo Hyun dan aku berhasil.
"Oh, wow," aku mendesis penuh antusias.
"Itu bagus sekali, Serina," puji Soo Hyun. "Coba tembus aku sekali lagi."
Aku mengangguk penuh semangat dan segera mendekati Soo Hyun.
DUKK!!!
Aku dan Soo Hyun bertabrakan. Kami berdua jatuh terduduk di lapangan. Aku mengaduh sambil memegangi pantat yang sakit karena menjadi landasan pendaratanku.
"Kau tidak apa-apa Soo Hyun?" tanyaku khawatir. "Maafkan aku."
Soo Hyun menggeleng sambil tertawa. "Oh, buku ini berat sekali," ia menyingkirkan ensiklopedi yang menimpa kakinya, kemudian menatapku sambil tersenyum penuh arti.
"Kau harus lebih sering berlatih, Serina."
***
Sergei tersenyum manis ketika melihatku datang. Aku mendengus kesal karena mataku sudah mengidentifikasi Sergei sebagai cowok tampan dengan senyuman yang memesona, apalagi dengan suara merdunya. Dia memenangkan beberapa poin di hatiku. Aku merasa konyol karena Dara mengatakan bahwa aku telah jatuh cinta kepada Sergei—itu hanya membuatku semakin gugup ketika sedang bersama Sergei.
"Kau lama." Sergei mengkomplain. Senyumnya tetap tersungging.
"Oh, aku harus menyelesaikan latihanku dengan Soo Hyun."
"Tak apa, aku hanya bercanda." Sergei tertawa. "Bagaimana perkembanganmu? Kau sudah banyak mengabaikanku dua bulan ini karena latihanmu itu."
Aku memukul lengan Sergei. "Begitu parahkah? Kau terus memojokkanku."
"Oh, ayolah. Kau belum juga hafal gaya bercandaku."
"Aku juga bercanda," kataku sambil mengangkat bahu.
Sergei mengerang sambil mengacak-acak rambutku. Aku langsung membuat diriku transparan dan Sergei tak bisa menyentuhku lagi. Aku menembus tubuh Sergei kemudian berpindah duduk ke sisi sebelah Sergei yang lainnya.
"Kau harus lebih berusaha," kataku menggodanya sambil merapikan sedikit rambut yang berhasil dikacaukan Sergei tadi.
"Kau sudah ahli sekarang." Sergei balas menggoda.
"Tentu," jawabku bangga. "Err... apa kau tidak berminat untuk mengikuti kompetisi, Sergei?"
Sergei terdiam sejenak, menatapku dengan mata birunya. "Aku belum mengatakannya padamu? Aku mengikuti kompetisi," ujarnya. "Sejak tahun pertama aku mengikutinya."
"Benarkah?" sambutku antusias.
"Yeah, tapi aku tidak ingin berhadapan denganmu di kompetisi."
Sergei tersenyum tipis, matanya menatap rerumputan di taman sekolah—tempat kami berada sekarang.
"Kenapa?" Aku agak tidak enak dengan senyum Sergei yang barusan.
"Hanya tidak ingin." Mata biru Sergei menatapku dalam.
Aku terdiam, merasa salah bicara. Perasaan tidak enak mengingatkanku pada masalah Sergei dengan Huddwake. Aku terlalu fokus dengan latihan hingga melupakan pertanyaan yang ingin kutanyakan pada Sergei.
Mengapa Huddwake melakukan hal itu pada Sergei—menguasai Sergei, membangkitkan kenangan buruk dan trauma Sergei.
Setelah memahami penjelasan Prof. Fatocia tentang kekuatan telepati—membaca pikiran orang, seorang telepath seperti Huddwake tidak hanya bisa membaca pikiran orang lain, tetapi juga merasukinya dan memberikan sugesti-sugesti jangka pendek untuk mengendalikan pikiran orang. Hal ini masih dilegalkan jika tidak merugikan atau menimbulkan tuntutan dari orang yang bersangkutan. Kesimpulannya, Huddwake telah melakukan tindakan ilegal terhadap Sergei dan Sergei punya hak untuk melaporkannya pada Prof. Muitimk.
Namun, aku masih bersyukur karena Huddwake tidak mengimprint atau mencuci otak Sergei. Imprint—di mana seorang telepath menanamkan sugesti jangka panjang alias permanen pada orang yang dikehendakinya. Sementara itu, cuci otak akan menghilangkan semua memori korban, bahkan pada tingkatan paling parah sampai tidak bisa mengingat dirinya sendiri. Imprint dan cuci otak hanya bisa dilakukan oleh telepath dengan level kemampuan yang tinggi.
Aku tidak tahu apakah Huddwake cukup hebat untuk bisa mengimprint dan mencuci otak orang, tetapi sebagian besar diriku entah mengapa mengatakan sepertinya ia cukup mampu untuk melakukan dua hal itu.