webnovel

Park Soo Hyun

"Bagaimana bisa kalian meninggalkanku dengan tagihan?" Clark berkacak pinggang di hadapanku dan Dara. Kami hanya meringis. Kami bertiga bertemu lagi di Roxy Café.

"Maaf, gara-gara aku Dara jadi ikut lupa." Aku menyerahkan beberapa Pound ke tangan Clark. Ia mengangguk-angguk seperti orang tua.

"Tak usah. Aku yang traktir untuk kemarin." Clark menyodorkan uangku kembali.

"Oh, serius…"

"Serius. Mentraktir cewek adalah salah satu pengalaman hidup wajib bagi cowok." Clark mengeluarkan teori konyol. Aku dan Dara hanya saling berpandangan.

"Kau sudah dapat tugas dari Prof. Tray?" Dara bertanya pada Clark.

Clark mengangkat bahu. "Siapa? Dia belum pernah masuk kelasku."

"Guru Matematika, wali kelas kami yang selalu serba merah." Dara memutar bola matanya, sebal. "Si Hilda Tray. Apa tahi lalat di bibirnya yang membuatnya sangat cerewet?"

"Prof. Tray memberi kami pekerjaan rumah di hari pertamanya mengajar," tambahku. "Bukan pekerjaan rumah, tapi pekerjaan asrama," ralatku.

"Homework dan dormwork? Kau sungguh hobi bermain persamaan bunyi, Serina." Dara menggeleng-gelengkan kepala. Aku hanya mengangkat bahu.

"Tenanglah, kalau ada kesulitan belajar kita bisa minta bantuan pembimbing kita." Clark memberikan solusi.

Aku mengernyit. "Aturan dari mana itu?"

Kali ini Clark dan Dara yang mengernyit menatapku, membuatku mendadak merasa menjadi seperti penemuan luar angkasa. Aku melebarkan mata, menunujukkan bahwa aku benar-benar sama sekali tidak mengerti walau sedikitpun. Itu jika aku mengatakannya dengan versi bahasa yang berlebihan.

"Huddwake tak mengatakannya padamu?"

"Permisi sebentar." Kugigit roti lapis telurku dengan gemas, menyalurkan kejengkelanku pada Huddwake. "Soal apa itu?"

"Para pembimbing juga punya tugas tambahan untuk membantu kesulitan belajar di tahun pertama. Kau pikir kenapa mereka mau melakukannya selama itu?" Dara mengangkat alis. Aku menggeleng seperti orang bego. "Karena banyaknya bantuan yang mereka berikan pada junior, akan dikompensasikan dengan tambahan nilai mereka tahun ini. Istilah lainnya, bahkan bisa mengkatrol jika mereka punya nilai yang buruk."

Aku terbengong memikirkan penjelasan Dara.

"Ah, kurasa aku tahu kenapa Huddwake tidak memberitahuku." Aku menyedot jus jerukku keras-keras, kesal. "Tidak ada untungnya dia memberitahuku atau tidak, dia bukan lagi murid Roxalen High dan kompensasi itu tidak berguna baginya."

"Mungkin dalam bentuk lain?" Clark ikut nimbrung.

"Kalaupun begitu dia pasti tahu aku tak akan mengajukan protes pada Prof. Driey, apalagi Prof. Muitimk," aku bicara sambil mengunyah makananku. "Aku tidak suka ribet."

"Err…kurasa kepribadian Huddwake sangat unik." Dara menggenggamkan kedua tangannya dengan ekspresi kagum. Aku menganga melihatnya.

"Kau dibutakan oleh ketampanannya, Dara." Aku menggeleng-gelengkan kepala heran, kemudian beranjak dari kursi. "Aku bayar duluan, oke? Aku harus ke ruang organisasi siswa."

"Apa??" Clark setengah berteriak. "Kau anggotanya? Di semester pertama kita?"

"Tidak, Clark. Aku hanya membantu disana."

"Nepotisme dari Huddwake." Dara menambahi.

"Bukan nepotisme, Dara. Hanya hak istimewa."

"Oh, aku akan keluar dari klub berkebun dan menyusulmu semester depan." Clark berpose seperti orang menyumpah.

Aku hanya meringis, kemudian segera membayar makan siangku di kasir. Sepanjang perjalananku menuju ruang organisasi siswa aku terus memikirkan perkataan Prof. Baavue. Menebak-nebak, apakah dia tipe orang yang benar-benar menepati semua perkatannya atau tidak. Jika iya, apa aku yang masih kacangan ini bisa menghadapi lawan yang jauh di atasku, para senior.

Apalagi tipe kekuatanku yang lebih cenderung defensif—pertahanan diri—bukan menyerang. Apakah empat kali pertemuan pelajaran Pemeliharaan Kekuatan Khusus tiap minggu benar-benar bisa membantuku jika aku berpartisipasi dalam kompetisi? Jika aku benar-benar menginginkan partisipasi, kurasa jawabannya tidak. Aku harus menambah latihanku sendiri entah bagaimana caranya.

Oh, aku tipe orang yang suka berpikir dari jauh hari.

Kompetisi adu kekuatan menjadi targetku tahun ini. Aku ingin menguji kemampuan, setidaknya mencegahku bosan dengan jadwal reguler.

"Serina, kau datang tepat waktu." Xavier langsung menyambut begitu aku membuka pintu ruang organisasi siswa. Ia membimbingku menuju ruang tengah yang memiliki beberapa rak besi yang penuh dengan file folder.

"Ada yang bisa kubantu?" tanyaku.

Xavier mengangguk dengan penuh semangat. "Aku butuh kau untuk mengatur dokumen murid baru. Urutkan sesuai abjad per kelas, daftar ini akan membantumu. Masukkan ke file folder dan jangan lupa beri judul, tanggal, dan namamu serta tanda tangan."

"Namaku?"

"Yeah." Xavier mengangkat bahu. "Untuk pertanggung jawaban kerja."

"Oh, baiklah," desisku.

"Oke, aku akan meninggalkanmu untuk mengurus proposal pesta penyambutan murid baru. Harus disetujui sebelum hari Sabtu." Xavier memasang tampang seram. Aku meringis. "Ah, akan kuminta Soo Hyun untuk membantumu."

Xavier melenggang pergi menuju ruang sebelah. Aku mendudukkan diri di kursi sambil mengawasi ruangan dokumen yang tersusun rapi dan sistematis. Tatanannya memudahkan pencarian dokumen, memotivasiku untuk bekerja secara rapi. Aku mulai mengecek dokumen teratas ketika seorang cewek berkulit putih susu masuk ke ruang dokumen. Rambutnya digelung ke atas, memperjelas lehernya yang panjang dan kecil.

"Jadi kau yang direkomendasikan Huddwake?" cewek itu berbicara dengan bahasa Korea, ia menyalamiku. "Park Soo Hyun, aku dari Korea, tepatnya Incheon."

Aku mengangguk-angguk. "Serina Gray, dari London, Inggris," aku memperjelas. "Dan aku tidak merasa Huddwake merekomendasikan diriku. Ia hanya mengantarku berkeliling dan Xavier memberikan tawaran untuk bergabung."

Soo Hyun tertawa. "Itu cara Hudwake. Aku sudah dua tahun bekerja dengannya."

"Maksudmu?"

"Dia tak akan membawamu masuk jika tidak ingin merekomendasikanmu," jelas Soo Hyun. "Dia suka yang implisit."

Aku hanya tertawa heran membayangkan Huddawake. Kemudian kami terdiam agak lama, berkonsentrasi pada tugas kami, sebelum aku teringat akan sesuatu.

"Boleh aku bertanya sesuatu?"

"Tentu." Soo Hyun membuat gestur tubuh yang terbuka dan penuh simpati, sehingga aku berpikir nyaman untuk berbicara dengannya. "Soal apa itu?"

"Kompetisi adu kekuatan, aku sangat berminat untuk mengikutinya."

"Tentu, siapapun bisa mengikutinya. Tidak ada persyaratan. Walaupun seluruh siswa Roxalen High mendaftar, kompetisi akan tetap diselenggarakan—dengan sistem eliminasi." Soo Hyun berbicara dengan bibirnya yang membentuk sudut senyum.

"Benarkah?" Mataku berbinar lega.

Soo Hyun mengangguk pasti.

"Lalu apa ada latihan tambahan khusus untuk para pesertanya?" tanyaku lagi.

Mata Soo Hyun menerawang ke langit-langit ruangan. "Hanya untuk sepuluh besar peserta. Sebelum itu kau harus berlatih sendiri."

Aku memainkan kertas dokumen dengan jari. "Benarkah? Sayang sekali, akan sedikit susah untuk berlatih sendirian. Apalagi aku masih pemula."

"Kau hanya perlu menemukan teman berlatih atau orang yang bisa membantumu, yang memiliki kekuatan sejenis denganmu." Soo Hyun merapatkan kursinya ke mejaku. "Apa kekuatan spesialmu? Kalau kau tak keberatan untuk memberi tahu ."

"Aku menembus segala sesuatu," kataku agak malu.

Soo Hyun mendadak tertawa.

"Kenapa?"

"Ini takdir kita untuk bertemu."

Aku mengernyitkan dahi. "Maksudmu?"

"Aku sama sepertimu dan aku tidak berminat untuk mengikuti kompetisi." Soo Hyun menatapku lekat-lekat. "Kurasa aku bisa membantumu, Serina."

"Serius? Kau tidak bercanda?" Aku menatap Soo Hyun tidak percaya.

"Gaya bercandaku tidak seperti itu." Soo Hyun mengacungkan jari telunjuknya. "Lagipula sepertinya menyenangkan punya junior untuk kubimbing."

"Kau bukan pembimbing?"

"Bukan, aku hanya penunggu ruang dokumen ini." Soo Hyun memasang tampang mengenaskan.

"Kalau begitu aku setuju," jawabku senang.