webnovel

Great War Records 06 - Penyihir Cahaya dan Sang Ahli Pedang VI

Pada hari berikutnya, setelah mendapatkan pemberitahuan kalau rute yang dibuat sang Raja telah diatur oleh Penyihir Agung, Dart segera bergegas menemui perempuan yang selalu ada dalam pikirannya selama setahun terakhir. Keluar dari gedung duta pagi-pagi buta sebelum semua orang bangun, pemuda tersebut segera bergegas mencari jalur untuk dapat ke atas salah satu pulau melayang yang mengorbit di langit Kota Miquator. Tidak dapat menemukan alat transportasi, pemuda tersebut berhenti mencari di tengah kota dan langsung meloncat menggunakan Mana yang dijadikan pijakan. Rasa tidak sabar yang ada pada dirinya membuat pemuda tersebut terlalu bersemangat.

Mendarat di atas pulau melayang, Dart langsung disambut oleh wanita berambut ungu yang mengenakan jubah hitam panjang sampai mata kaki. Sosok tersebut mengenakan topi kerucut yang memiliki ornamen kristal di ujungnya, memancarkan aura mistis yang kuat, dan dalam tatapannya terasa ada sebuah kebencian yang jelas diarahkan kepada Dart.

"Selamat datang, bocah Luke. Dalam satu tahun sorot matamu sudah sangat berubah rupanya."

Mendengar suara tidak asing tersebut, Dart langsung mengingatnya. Sosok yang berdiri di hadapan dan menyambutnya datang tersebut adalah sang Penyihir Agung, Anmutig Lila Ewig Aster. Mengingat kalau sosok penyihir tersebut yang membunuh ayahnya, Dart merasakan amarah yang mulai timbul. Itu terasa aneh bagi Dart, biasanya dirinya tidak akan merasakan hal tersebut karena sudah menerima kematian keluarganya.

"Kepana engkau menatapku seperti itu, keturunan Luke? Apa dirimu dendam padaku ini ... sosok yang membunuh Madis Luke?"

Amarah Dart meningkat saat mendengar itu. Tetapi selain rasa amarah, sebuah kebingungan lebih dominan dan membuat pemuda tersebut bengong. Melihat ke arah Penyihir Agung dengan heran, Dart bertanya, "Kenapa ... aku bisa terbawa emosi, ya?" Penyihir Agung hanya menyeringai kecil mendengar hal tersebut, rasa tidak suka bercampur dalam ekspresi wajahnya.

"Itu karena kau membawa beberapa informasi miliknya .... Doa darinya untukmu."

Penyihir Agung berbalik, lalu berjalan ke arah satu-satunya bangunan di atas pulau melayang tersebut. Bangun yang ada hampir memiliki bentuk yang sama dengan gedung duta, tetapi lebih kecil dan hanya memiliki empat lantai. Berjalan di tengah taman mengikuti Penyihir Agung, Dart merasa ada yang janggal di tempat tersebut.

"Tidak ada siapa pun?" Dart meningkatkan kewaspadaannya. Menatap Penyihir Agung dari belakang dengan tajam, pemuda tersebut berusaha memikirkan apa yang akan dilakukan olehnya di tempat tanpa penjagaan. Di tengah pemikiran tersebut, tiba-tiba Dart tersadar akan hal aneh. "Aku ... menganalisa keadaan?" Itu bukanlah sifat Dart, dirinya lebih cenderung mengandalkan insting daripada berpikir. Melakukan hal yang tidak biasa seperti itu, pemuda tersebut baru tersadar kalau ada sesuatu yang berbeda dari dirinya.

"Sepertinya engkau sudah sadar, keturunan Luke."

"Apa maksudmu? Sebenarnya apa yang terjadi!?"

"Seperti biasanya engkau tidak tahu sopan santun, ya. Sabarlah sedikit, jawaban dari rasa yang mengikatmu akan diriku tunjukkan. Semoga engkau merenungkan apa yang telah kau perbuat ...."

Berjalan mengikuti Penyihir Agung tanpa protes, akhirnya mereka sampai di depan sebuah pintu kayu dengan desain sederhana di lantai tertinggi bangunan. Sesaat terdiam, di sekitar mereka memang tidak ada satu pun orang. Dart memasang tatapan datar, dengan pasti dan perlahan pemuda tersebut tahu apa yang menunggunya di balik pintu tersebut. Rasa gelisah dan takut menguasai pemuda tersebut, kedua hal tersebut adalah hal yang bahkan tidak pernah dirinya rasakan dalam hidup.

Penyihir Agung membuka pintu dan mereka melihat ke dalam, ruangan yang terlihat oleh mereka seperti sebuah kamar seseorang. Tetapi, itu terlalu kotor, kacau, gelap, dan baunya sangat tidak sedap. Penyihir Agung melangkah masuk, dengan ragu Dart berjalan mengikutinya. Menyentuh dan menyalurkan Mana pada kristal sihir yang ada di dekat pintu, Penyihir Agung menyalakan pencahayaan ruang tersebut.

Melihat apa yang ada di dalam ruangan tersebut dengan jelas, Dart terdiam dan berhenti melangkah. Kakinya gemetar, rasa mual bercampur rasa sesal berat menyerangnya, dan pemuda itu langsung paham apa yang dirinya rasakan selama satu tahun terakhir itu merupakan perasaan yang seharusnya dimiliki oleh perempuan tersebut. Di lantai terlihat pakaian yang berserakan bercampur darah, lemari di sudut ruang pintu dan cerminnya pecah, serta terdapat bekas bercak darah di dinding berwarna krem.

Melihat seseorang yang terbaring di atas ranjang di kamar tersebut, perempuan yang dicari Dart terlihat dalam kondisi menyedihkan. Ia terkapar dengan tatapan kosong, tubuhnya penuh luka cakar karena digaruk sendiri, dan bercak darah terlihat jelas dari gaun polos kecokelatan yang dikenakan. Berbaring dengan kondisi seperti itu, sosok seri terakhir Intara Hexe tersebut terus bergumam.

"Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati Mati ...."

Meski pun dirinya tidak pintar untuk memahami hal-hal seperti hal tersebut, tetapi Dart tahu mengapa Mavis bisa sampai seperti itu. Berjalan mendekati perempuan yang terbang tersebut, Dart langsung berlutut di dekat ranjangnya dan menggenggam erat tangan perempuan itu. Dalam rasa bersalah yang amat dalam, pemuda tersebut mulai meneteskan air mata dan merasa sangat bodoh karena merasa bahagia karena perubahan dalam diri yang dirasakan.

"Sepertinya kau juga langsung paham, ya ...." Penyihir Agung memukul tangan Dart dan membuatnya melepaskan Mavis dengan paksa. Menoleh melihat wanita berambut ungu tersebut, pemuda itu dapat dengan jelas melihat tatapan kebencian darinya. "Ini salahmu, dirimu pikir bisa seenaknya lega dan menyesal seperti itu? Saat kau berbagi informasi dengan Mavis yang melakukan manifestasi malaikat, apa yang kau harapkan?" ucap Penyihir Agung.

Menundukkan kepala, pemuda itu merenungi apa perkataan Penyihir Agung. Mengharapkan, saat dicium oleh Mavis dan informasi dengan deras mengalir dalam diri Dart, Ia dengan sangat keji berharap kalau perempuan yang telah membunuh saudara itu sengsara dan menderita seumur hidup. Hasil dari itu, adalah kondisi perempuan tersebut yang saat ini terbaring menyedihkan karena kerusakan kepribadian.

Tetapi saat mengerti kalau momen pertukaran informasi dalam bentuk manifestasi malaikat itu bisa berakibat seperti apa yang dilihatnya sekarang, Dart sangat paham kalau apa yang diharapkan Mavis untuknya adalah sesuatu yang sangat indah dan tulus, bukti dari itu adalah diri Dart sekarang yang merasa berubah dari dalam dan sedikit mengerti apa itu sebuah semangat hidup serta kebahagiaan. Memahami semua itu, Dart sadar kalau dirinya itu sangatlah tidak tahu diri, kejam, dan tidak tahu terima kasih. Malu dengan keegoisannya sendiri, pemuda tersebut meringkuk di atas lantai dan mulai menangis tersedu.

"Penguasa dimensi yang lebih tinggi .., dengan kata lain para dewi dan dewa cenderung mendengarkan doa dari para pengikutnya. Saat seorang malaikat berdoa, itu secara otomatis akan dikabulkan, entah itu doa sekeji apapun .... Engkau tahu apa maksudnya, keturunan Luke?"

"Maafakan aku ...."

"Hah?"

"Kumohon maafkan aku ...."

"Katakan itu padanya! Bukan kapadaku! Katakan itu pada perempuan yang hidupnya kau hancurkan itu!!"

Mengangkat wajahnya dan berlutut, pemuda tersebut menutup wajahnya yang berlinang air mata dengan tangan kanan. Dart berbalil dan berusaha melihat perempuan yang hidupnya dihancurkan olehnya. Usia yang terlihat sangat muda, rambut indah seperti benang emas, tetapi semua itu tidak berarti apa-apa karena perempuan itu hanya bisa bergumam dan terlihat seperti orang gila.

Naik ke atas tempat tidur dan memeluk Mavis, Dart kembali berkata, "Maafkan aku, maafkan aku, maafkan aku ..., kumohon maafkan aku." Terus mengatakan hal tersebut, pemuda itu berharap suaranya tersampaikan kepada perempuan itu. Tetapi, berlainan dengan keinginan, Mavis mengamuk dan mendorong Dart jatuh dari tempat tidur.

Meloncat dari tempat tidur dan menindihi pemuda itu, Mavis mencakar-cakar wajahnya dengan kuku yang sudah berlumur darah kering. Dart tidak melawan, Ia hanya diam saat perempuan itu mencakar sambil menyerapahinya dengan satu kata yang terdengar seakan doa keji untuk pemuda itu, layaknya doa tersebut kembali padanya yang mengharapkan itu terjadi pada perempuan tersebut.

Memeluk perempuan yang mendudukinya, Dart kembali meminta maaf dengan rasa penyesalan yang amat dalam. Mavis meronta, tetapi pemuda itu tetap memeluk dan tidak melepaskannya. Air mata mengalir dari sosok perkasa tersebut, membuang harga diri, rasa egois, dan segala sifat apatis yang ada dalam dirinya. Untuk pertama kalinya dalam hidup, Dart menemukan seseorang untuk diberi segalanya yang dimilikinya. Pemuda tersebut paham dalam benak memutuskan akan melakukan apa saja demi perempuan tersebut, melupakan rasa dendam dalam benak dan berusaha memutuskan untuk menggunakan kehidupannya untuk kebahagiaan perempuan tersebut.

.

.

.

Beberapa puluh menit berlalu, setelah diusir pergi dari tempat tersebut oleh Penyihir Agung, Dart tidak lekas meninggalkan pulau melayang dan duduk di dekat pintu kamar Mavis. Meringkuk dengan air mata yang mengalir, pemuda tersebut masih merasakan penyesalan dan hina karena benar-benar mengharapkan hal seperti itu terjadi pada orang yang mengharapkan hal baik padanya. Melihat cahaya matahari yang mulai terbit dan menyinari perkotaan, pemuda tersebut teringat sosok cahaya terang Mavis saat di medan perang. Itu terasa hangat dan menenangkan, tetapi pada saat yang sama Dart juga merasa takut pada saat melihat cahaya tersebut.

Selang beberapa menit, sosok sahabatnya datang menghampirinya. Melihat Dart meringkuk seperti itu, Raja Gaiel berdiri membatu dan sama sekali tidak memperkirakan pemuda tersebut akan sampai menangis. Ikut duduk di sebelahnya, Gaiel berkata, "Kau tidak menungguku dan langsung datang sendiri, ya .... Sepertinya kau juga sudah masuk. Jadi, bagaimana?"

"Gaiel ..., aku ... orang terburuk di dunia. Mengharapkan hal seperti itu dari perempuan berhati tulus sepertinya .... Meski selama perang dia berkata kotor terus dan memakiku, ternyata hatinya ... sangat ...."

Memegang bagian belakang kepala Dart yang menunduk, Raja Gaiel berkata, "Tenang saja ..., nanti akan aku bicarakan dengan Penyihir Agung. Aku akan mencari jalan untuk menebus rasa penyesalanmu itu. Serahkan saja padamu." Dart terdiam menunduk, lalu mengangguk. Dalam hidupnya, pemuda itu benar-benar baru merasakan hal seperti itu, sakit dalam hati sampai membuatnya tidak bisa menahan air mata dan merasa sangat jatuh sampai tidak bisa bangun lagi.

Raja Gaiel bangun, lalu berjalan masuk ke dalam kamar untuk berdiskusi dengan seseorang yang pernah dirinya panggil Guru Besar. Dalam pembicaraan mereka, kedua orang tersebut membicarakan kondisi Dart dan Mavis yang pernah berbagi informasi dan mengalami penambahan serta pengurangan informasi. Dalam pembicara mereka berdua, Raja Gaiel meminta kepada Penyihir Agung untuk memberikan kesempatan pada Dart menebus kesalahannya.

Penyihir Agung menolak tanpa mendengarkan penjelasan, Ia tidak ingin menyerahkan satu-satunya sosok yang sudah dianggapnya sebagai anak kepada orang seperti Dart. Tetapi setelah dibujuk beberapa jam oleh Raja Gaiel, Penyihir Agung mulai mau mendengarkan perkataan sang Raja muda tersebut.

Dalam pembicaraan mereka berdua, Raja Gaiel membawa topik tentang Aliran Sesat juga. Alasan para duta tidak langsung pergi dari Kota Miquator adalah karena membahas satu hal, yaitu kemungkinan Iblis yang muncul dalam perang di Lembah Gersang merupakan ulah seorang Zaim dari Aliran Sesat tersebut. Dalam rapat rahasia yang diadakan oleh Keempat Negeri, mereka menemukan fakta kalau medium yang digunakan untuk pemanggilan Iblis Hitam adalah seorang Saint (Santo) dari Kekaisaran yang diculik dan dijadikan tumbal yang tertumpuk bersama mayat-mayat yang ditemukan.

Dalam kesimpulan tersebut, ada kemungkinan besar kalau Mavis akan diserang dan diculik untuk dijadikan tumbal pemanggilan lain mengingat perempuan tersebut menjadi Saint setelah mengalami manifestasi malaikat. Memahami hal tersebut, Penyihir Agung tambah tidak ingin menyerahkan Mavis dan berniat melindunginya sendiri.

Tetapi saat Raja Gaiel berkata ada kemungkinan kalau kerusakan kepribadian Mavis bisa sembuh, sesaat Penyihir Agung terkejut. Mendengarkan penjelasan Raja Gaiel tentang perpindahan informasi antara Dart dan Mavis, Ia menjelaskan adanya kemungkinan kalau informasi tersebut bisa kembali pada milik masing-masing dan Mavis kembali seperti semula. Untuk hal tersebut, Raja Gaiel menyarankan kepada Penyihir Agung untuk mengadakan pernikahan politik antara Dart dan Mavis.

Penyihir Agung bukannya tidak sadar akan kemungkinan itu kalau Mavis dan Dart terus bersama, memang ada harapan untuk Mavis sembuh. Tetapi membiarkan sosok putrinya tersebut pergi dengan pemuda yang sudah membunuh banyak muridnya, Penyihir Agung memang tidak sudi akan hal tersebut. Meski begitu, mengurung Mavis selamanya bukanlah hal yang pantas dilakukan, Penyihir Agung sadar akan hal tersebut karena rasa kemanusiaannya sangatlah kuat.

Merasa memang Mavis tidak akan mendapat kehidupan layaknya seorang perempuan kalau hanya berada di kamar terus menerus, dengan berat hati Penyihir Agung menyetujui tawaran Raja Gaiel untuk melakukan pernikahan politik. Ia percaya dengan percayaan Gaiel, percaya pada sosok yang pernah menjadi muridnya meski pernah menjadi pemimpin pasukan yang membunuh banyak murid lainnya.

Keluar dari kamar, Raja Gaiel memberitahukan kepada Dart tentang pembicaraannya dengan Penyihir Agung. Tanpa butuh waktu lama, Dart langsung setuju dengan pernikahan politik itu. Bagi diri pemuda itu, hal tersebut adalah kesempatan baginya untuk menebus kesalahan dan mengabdikan hidupnya.

Pernikahan mereka diadakan seminggu setelah kesepakatan tersebut terbentuk, tanpa perayaan dan hanya dilakukan di tempat peribadatan kota yang jauh dari pusat perkotaan. Pernikahan hanya disaksikan oleh sepuluh orang termasuk Raja Gaiel dan Penyihir Agung. Hanya dengan sebuah surat resmi sebagai tanda bahwa mereka sudah menikah, kabar tersebut diberitahukan kepada keempat negeri bahwa Dart dan Mavis sudah melakukan pernikahan untuk mempererat hubungan antara Kerajaan Felixia dan Kota Miquator.

Para duta dari keempat negeri pulang ke negeri mereka masing-masing, tetapi tidak dengan Dart. Pemuda tersebut memutuskan tinggal di Kota Miquator dan tidak ikut pulang dengan Raja Gaiel. Menghormati keputusan tersebut, sang Raja muda mengizinkannya dan kembali ke Kerajaan Felixia bersama Thomas sebagai pendamping.

Dart, pemuda yang dulunya hidup selalu tercukupi harus bekerja menjadi buruh di kota barunya tersebut. Yang dimiliki pemuda tersebut hanyalah keahlian pedang yang luar biasa, tidak ada kemampuan atau keahlian lain yang bisa menjadi nilai jualnya di kehidupan masyarakat Kota Miquator. Dari nol, Ia mengumpulkan uang untuk menyawa tempat tinggal dan membawa Mavis dari pulau melayang untuk dirawatnya sendiri.

Pemuda tersebut benar-benar berubah, Ia rela bekerja keras, menundukkan kepala, bahkan memohon demi istrinya tersebut. Bekerja sebagai buruh angkut, sebagai pembersih kapal di pelabuhan, melakukan pekerjaan mencuci piring, dan bahkan menjadi petarung bayaran di gelanggang tarung yang ada di distrik para buruh.

Satu tahun berlalu, tetapi Mavis tetap tidak menunjukkan tanda-tanda akan pulih. Itu tidak membuat Dart putus semangat, Ia tetap berjuang dengan penuh rasa bangga dan ketulusan untuk merawat Mavis yang hanya bisa terbaring di kamar dan sesekali terlihat berguling-guling tidak jelas. Dari perjuangan yang dilakukan Dart ada perkembangan yang positif dan membuatnya bahagia, Mavis tidak lagi menyerang Dart saat melihatnya. Perempuan yang kepribadiannya rusak tersebut juga tidak lagi mencakar tubuhnya sendiri, dan mau makan tanpa dipaksa meski masih disuapi oleh Dart.

Sesekali Penyihir Agung mengunjungi tempat tinggal mereka yang berada di distrik pelabuhan untuk menengok Mavis. Tetapi rasa tidak suka pada Dart tetap ada pada wanita berambut ungu tersebut. Seakan rasa sabar sudah menjadi ciri yang menyatu dengan Dart, pemuda itu hanya tersenyum simpul saat mendapat hinaan atau perkataan kasar dari Penyihir Agung.

Dari sudut pandang orang lain, memang Dart terlihat menyedihkan karena seorang bangsawan sepertinya harus bekerja layaknya buruh dan tinggal di tempat yang bisa dikatakan kumuh. Pemuda tersebut tidak memedulikan perkataan orang-orang yang di lingkungan tempat tinggalnya. Pemuda itu sudah menemukan sesuatu untuk mencurahkan segala yang dimiliki, perkataan orang lain hanya sebuah kata yang lenyap di udara sebelum sampai pada diri Dart.

««»»

Matahari mulai terbenam, langit kemerahan terlihat di ujung cakrawala. Duduk di jendela kamar yang disewanya di daerah pelabuhan, Dart sesaat memejamkan matanya dan merasakan kembali sebuah emosi yang membuatnya merasa hidup. Angin dari laut menerpa tubuh dan wajahnya, membuat rambutnya yang panjang sampai bahu berkibar. Pemuda tersebut terlihat tidak terlalu merawat tubuhnya selama setahun terakhir, jenggot dan rambutnya dibiarkan tumbuh tidak beraturan.

Turun dari jendela, Ia sesaat melihat ruangan tempat tinggalnya tersebut yang hanya seluas kurang tiga kali empat meter. Sekias tersenyum, Ia berjalan di atas lantai kayu tanpa alas kaki menuju Mavis. Perempuan yang berambut pirang tersebut terduduk di atas tempat tidur dengan tatapan seperti anak-anak. Meski parasnya terlihat seperti perempuan berumur kepala dua, tetapi mentalnya malah seperti anak berusia kurang dari lima tahun. Mengemut jempolnya sendiri, Mavis menatap Dart dengan polos.

"Jangan gigit jarimu lagi, ya ...."

Dart mengelus kepala istrinya, dengan rasa bahagia yang nyata meski dalam keterbatasan. Membaringkan kepala di atas pangkuan perempuan itu, Dart sesaat memejamkan mata dan berusaha menikmati momen damai dalam hidupnya. Tidak ada suara jeritan, rintihan, atau pedang yang saling berbenturan, hanya suara ombak laut yang terasa damai. Saat Dart mengubah posisi berbaring, Mavis merasa geli dan tersenyum seperti anak kecil. Senang melihatnya tersenyum, Dart menyentuh pipi istrinya.

"Terima kasih ..., sudah memberiku kebahagiaan ini, Mavis."

Beberapa saat kemudian, tiba-tiba suara pintu diketuk terdengar. Duduk dengan segera, Dart sedikit menghela napas. Membaringkan Mavis di atas tempat tidur dan menutupinya dengan selimut, pemuda tersebut berjalan ke arah pintu dan membukanya. Yang datang ternyata adalah Penyihir Agung. Dari balik jubah untuk menyembunyikan identitas, Penyihir Agung menatap pemuda di depannya dengan sedikit rasa tidak suka.

"Diriku ingin bicara, keluar sebentar, keturunan Luke."

"Hmm, baiklah."

Dart sesaat berbalik dan melambaikan tangannya pada Mavis. Paham apa yang dimaksud Dart, perempuan tersebut balik melampaikan tangan seperti anak berusia kurang dari lima tahun yang manja. Menutup pintu dengan rapat, Dart berjalan keluar bersama Penyihir Agung. Sesampainya di tangga dari bangunan tempat Dart tinggal, mereka memulai pembicaraan.

"Ambil ini ...!" Penyihir Agung menyerahkan beberapa kertas perkamen kepada Dart. Menerimanya, Dart bingung dengan isi yang tertulis pada kertas tersebut.

"Itu daftar obat-obatan yang mungkin bisa menyembuhkan Mavis. Kau menabung untuk bisa membeli obat, bukan? Paling kau hanya asal membeli tanpa tahu efeknya .... Itu bisa membantumu."

Mendengar itu, Dart tersenyum tipis dan merasa lega sosok yang sudah dianggapnya sebagai ibu mertuanya itu mau memberikan hal seperti itu kepadanya. "Terima kasih, Penyihir Agung," ucap Dart dengan tulus.

"Jangan terima kasih, lihat kertas selanjutnya."

Dart membaca kertas-kertas perkamen yang ada ditagannya. Mencermati isinya, surat tersebut adalah sebuah Surat Titah dari keputusan rapat keempat negeri. Dalam isinya, surat itu memerintahkan Dart dan Mavis untuk melakukan perjalanan mencari keberadaan Aliran Sesat dan menghancurkannya.

Dart memasang wajah datar, lalu bertanya, "Apa mereka tidak tahu kalau kondisi Mavis sekarang ...."

"Mereka tidak tahu. Orang-orang itu pikir kalau Penyihir Cahaya masih bisa menggunakan kekuatannya. Ditambah lagi karena ada kau, mereka tambah menekan Nak Gaiel. Jujur, semua pihak memang memaksakan kepentingan mereka."

Duduk di atas anak tangga, Penyihir Agung menatap ke arah laut dan mulai menghela napas panjang. Dalam waktu satu tahun, telah terjadi banyak hal pada anggota konferensi empat negara, tentu saja itu tidak keseluruhan adalah hal positif. Aliran Sesat yang menjadi biang kerok masih belum bisa dibersihkan secara penuh dan akhirnya semua negeri mulai saling tuduh kalau ada yang menyembunyikan kelompok religius yang menyembah Dewa Iblis tersebut.

"Keturunan Luke, kau tahu hasil aman yang bisa didapat dari perjuangan Nak Gaiel hanya ini, mengirim kalian keluar Kota Miquator dengan alasan sedang melakukan perjalanan tugas. Kalau meminjam katamu, ini urusan sebuah negeri, orang bertalenta tidak bisa dibiarkan menganggur ...."

Dart paham apa yang dikatakan Penyihir Agung. Surat Titah hanya formalitas, kenyataan dari itu adalah sebuah celah yang dibuat untuk dirinya dan Mavis pergi dari perselisihan kepentingan keempat negeri yang masih belum stabil.

Duduk di sebelah Penyihir Agung, Dart berpikir dengan matang-matang tentang Surat Titah tersebut. Memang dirinya sudah membangun hubungan perannya dengan baik di masyarakat daerah pelabuhan Kota Miquator, tetapi dirinya juga tahu kalau konflik antar negeri bisa mengacuhkan semua itu dan dengan mudah mengusik kehidupan damainya dengan Mavis.

"Baiklah ..., aku akan pergi membawa Mavis .... Tapi .., boleh aku minta tolong?"

"Apa itu?"

"Boleh aku minta pesangon?"

Penyihir Agung melirik dengan tatapan sedikit kesal. Memukul pelan pipi pemuda tersebut, Ia berkata, "Kau ini ya ... santai sekali."

"Cari uang ternyata lebih susah dari yang diduga ternyata .... Paling tidak sebagai mertua danai aku sedikit."

"Ya ..., terserahlah. Lagi pula kalau uang diriku juga tidak terlalu tertarik."

"Itu perkataan dari orang yang punya. Kala―"

Sebelum Dart menyelesaikan perkataannya, tiba-tiba terdengar suara sesuatu yang jatuh dengan keras. Dengan panik langsung berdiri, pemuda itu bergegas ke kamarnya dan melihat Mavis jatuh dari tempat tidur. Melihatnya menangis seperti anak kecil, Dart segera menghampirinya dan mengelus kepala perempuan itu.

Penyihir Agung yang ikut masuk ke kamar Dart melihat itu dengan perasaan aneh. Ketulusan pemuda tersebut memang nyata, tidak bisa diragukan karena dalam waktu satu tahun Ia dengan telaten merawat Mavis dan meninggalkan kebangsawanannya demi mematuhi larangan yang dibuat Penyihir Agung untuk membawanya pergi dari Miquator.

Menggendong Mavis layaknya seorang tuan putri, pemuda itu berjalan keluar dari kamar untuk menenangkan perempuan tersebut yang menangis seperti anak kecil. Melihat mereka berjalan menuruni tangga dan berhenti untuk melihat laut, Penyihir Agung merasa kalau menjodohkan mereka bukanlah hal yang salah. Meski dirinya masih tidak bisa memaafkan keturunan Luke, tetapi rasa lega memang ada dalam benak karena Dart menjadi pasangan Mavis.

Pada dua hari setelah itu, Mavis dan Dart memulai perjalanan mereka ke Kekaisaran dengan menumpang karapan pedagang sesuai apa yang tertera pada Surat Titah. Dengan bekal beberapa ribu Qire dari Penyihir Agung, sepasang suami istri tersebut melakukan perjalanan yang secara resmi tercatat sebagai Surat Titah untuk mencari dan memusnahkan aktivitas Aliran Sesat di Kekaisaran.