webnovel

Great War Records 05 - Penyihir Cahaya dan Sang Ahli Pedang V

Ibukota Kerajaan Felixia, Millia, sebuah kota besar yang mengambil nama Danau Millia yang terletak beberapa kilometer dari pusat perkotaan. Kota tersebut memiliki kepadatan penduduk sampai 2.000 jiwa lebih per kilometer. Dari segi arsitektur bangunan, Ibukota Kerjaan Felixia merupakan sebuah kota dengan unsur benteng yang dikelilingi tembok raksasa dan menara-menara pengawas di berbagai sudut. Memiliki jalanan yang terbuat dari bebatuan yang disusun rapi, saluran irigasi merata dengan sumbar Danau Millia, dan memiliki kerapatan bangunan yang tinggi untuk pemukiman dan berbagai sektor lainnya.

Dalam pola pembangunan di Ibukota tersebut, terdapat lebih dari lima belas jalan utama yang menyatu ke arah empat gerbang utama yang terletak di keempat arah mata angin dari pusat kota. Sektor utama tempat tersebut terbagi menjadi empat wilayah menurun fungsi kuadran, yaitu untuk pemukiman rakyat dan pekerja, pemukiman para bangsawan, kegiatan industri umum seperti jasa dan dagang, dan terakhir adalah wilayah untuk Keluarga Kerajaan yang luasnya paling sempit dari semua wilayah tetapi letaknya paling strategis karena berdiri di atas bukit yang berbatasan langsung dengan Danau Millia. Ada juga wilayah militer yang tersebar melingkar mengikuti garis benteng. Dalam hal itu, wilayah militer menjadi wilayah khusus yang pengaturannya independen tidak di bawah bangsawan atau para penjabat, tetapi tetap berada dalam pengawasan Raja.

Setengah bulan setelah diangkatnya Raja dan Ratu baru Kerajaan Felixia, suasana perayaan masih terasa dan jalan-jalan terlihat dihiasi ornamen bendera dan bunga-bunga. Memang ada beberapa orang, terutama pihak militer tidak bisa memasang wajah senang atas perayaan yang ada karena korban yang jatuh pada peperangan terakhir terlalu banyak. Tetapi, suasana kegembiraan dan kemeriahan masih tersebar jelas di penjuru Ibukota.

Di wilayah Keluarga Kerjaan, terlihat sebuah istana besar yang merupakan pusat dari pemerintahan Kerajaan Felixia. Istana tersebut dibangun dengan mengukir bukit batu marmer di dekat Danau Millia menjadi sebuah bangunan megah berwarna putih, memiliki satu bangunan utama bertingkat-tingkat, lima menara tinggi di sekitarnya, dan sebuah taman yang dirawat indah di tengah istana.

Pada teras di dekat taman istana, seseorang dengan paras berwibawa tinggi berjalan cepat. Sosok tersebut mengenakan jubah berwarna biru tua, alas kaki kulit sepatu kayu dengan motif rumit, dan mahkota sebagai tanda seorang penguasa. Dia adalah Raja baru Felixia, Gaiel vi Felixia. Dengan sorot mata mengantuk dan berkantung gelap, sang Raja tergesa-gesa menuju ke suatu tempat setelah rapat dengan para senat selesai.

Tanpa dikawal oleh satu pun penjaga, Raja muda tersebut berjalan di teras menuju ke tempat sahabatnya. Berbelok di persimpangan, Ia masuk ke lorong dan berhenti di depan pintu salah satu kamar tamu kehormatan di istana tersebut. Raja Gaiel mengetuk pintu beberapa kali, tetapi tidak ada jawaban. Langsung membuka pintu kamar tersebut, sang Raja sempat terkejut melihat sahabatnya yang ada di dalam kamar.

Dart Luke, pemuda yang terkenal lebih suka melatih kemampuan pedangnya di halaman atau tempat latihan militer, sekarang malah duduk di lantai keramik kamar dengan pencahayaan terang dan terlihat sedang membaca buku. Gaiel sempat tidak percaya melihat sahabatnya mau membaca dan berlama-lama di dalam kamar, setahu sang Raja sifat pemuda berambut hitam itu lebih suka kegiatan di luar ruangan seperti berlatih dan berkebun.

"Dart ....?"

Mendengar namanya dipanggil, pemuda yang duduk di atas lantai sambil bersandar pada ranjang tersebut menutup bukunya. Menoleh ke arah Raja Gaiel, sorot mata pemuda tersebut terlihat sangat berbeda. Ia sudah tidak terlihat kosong, matanya seakan memiliki tujuan hidup yang jelas.

"Ada apa, Gaiel? Bukannya kau sedag rapat dengan para senat yang bisanya bicara doang itu? Rapatnya sudah selesai ya ...."

Dart meletakkan buku besar di tangannya ke atas ranjang, lalu mulai berdiri. Memakai alas kaki sandal kulit, pemuda tersebut berbalik menghadap Raja Gaiel. Wajahnya Dart memang terlihat murung, tetapi jelas terasa ada yang terasa berbada darinya, Gaiel sebagai sahabatnya sangat tahu akan hal tersebut.

"Bisa ... keluar sebentar? Aku ingin berbicara denganmu ...."

"Oh ..., tentu. Tunggu dulu di luar, aku mau beres-beres buku dulu."

Dart mulai menata tumpukan buku yang ada di lantai ke pojok ruang, lalu berjalan ke arah Gaiel dan ikut keluar bersama. Sebelum pergi, pemuda tersebut sempat menutup pintu kamarnya dengan rapat dan itu membuat Gaiel terkejut karena kepribadian Dart tidaklah seperti itu.

Berjalan ke arah taman istana, mereka berdua duduk bersebelahan di bangku taman. Kicauan burung terdengar, gemericik air mancur di depan mereka membuat rasa damai terasa jelas, dan hembusan angin sejuk membuat suasana segar terasa. Duduk di samping sahabatnya, Dart tidak memulai percakapan dan tidak bertanya sesuatu tentang keadaan Kerjaan sekarang.

"Dart ..., apa kau tidak kembali ke wilayahmu? Kau sudah meninggalkan wilayah Keluarga Luke lebih dari setengah tahun, bisa-bisa nama Luke makin merosot ...."

Mendengar itu, Dart mendongakkan kepala dan melihat langit biru cerah. "Untuk apa? Di sana sudah tidak ada apa-apa lagi .... Keluargaku sudah tidak ada, bahkan keluarga cabang juga ...," ucap pemuda tersebut seraya menoleh ke arah Raja Gaiel.

"Rakyat wilayahmu butuh seorang pemimpin. Merek―"

"Mereka orang asing, tidak ada kaitannya denganku. Kau tahu, aku bahkan tidak pernah menyentuh hal-hal seperti itu ..., kakak yang melakukan semuanya. Aku tidak punya kemampuan untuk memimpin wilayah. Lagi pula ..., bukannya Kepala Keluarga Rein yang baru saja dilantik itu sudah mengurusi wilayah Luke juga, bukan? Untuk apa aku ...."

"Haaah, kenapa kau selalu manja seperti ini."

Dart terusik dengan perkataan Gaiel. Melirik dengan tajam, pemuda itu memancarkan aura permusuhan yang kuat. "Ya ..., tidak sepertimu yang berbakat dan impiannya terwujud, aku orang gagal. Aku kehilangan segalanya! Bukannya enak ..., bisa menikahi pujaan hatimu dan menduduki tahta tertinggi di Kerjaan ini?"

Gaiel balik menatap Dart dengan penuh rasa kesal. "Apa maksudmu?" tanyanya seraya mendekatkan wajah dan menatap Dart dari dekat. Mendapat tatapan tersebut, Dart menyeringai meledek. Sadar kalau kepribadian Dart memang seperti itu, Gaiel mengalah dan menghela untuk menurunkan emosi.

"Sepertinya memang kata-kata tidak bisa menggerakkanmu, ya .... Kalau begitu, Dart. Ini perintah dari Raja, ikut aku ke kota Miquator nanti!"

Alis Dart terangkat mendengar itu. "Hah? Kenapa? Untuk apa?" ucapnya dengan heran.

Menjauhkan wajah, Raja Gaiel melihat air mancur bertingkat di depannya. Dengan tatapan lelah, Raja muda itu berkata, "Sepertinya kabar itu belum kau dengar ya .... Kerajaan kita ..., Felixia akan menadakan konferensi dengan pihak Miquator dan Kekaisaran. Karena peperangan tidak berlanjut hampir setahun setelah perang di Lembah Gersang, peperangan menemui titik buntu. Ketiga pihak mengalami kerugian besar dan tidak bisa melanjutkan peperangan, alur perang masuk fase gencatan senjata seperti sekarang. Karena itu, aku mengajukan usulan pada mereka untuk mengadakan konferensi di Kota Sihir itu dan disetujui oleh Kekaisaran dan Miquator sendiri sebagai tuan rumah."

Dart benar-benar baru mendengar itu. Menyilangkan kaki kanan ke atas kaki kiri, pemuda berambut hitam itu menghela napas dengan malas. "Kenapa aku harus ikut?" tanyanya seraya melirik tajam.

Raja Gaiel menatap ke arah Dart, lalu tersenyum kecil kepada sahabatnya tersebut. Memegang pundaknya, Raja muda itu berkata, "Yang akan aku datangi adalah wilayah musuh. Meski kunjungan itu untuk alasan diplomasi, tapi tetap saja aku butuh penjaga. Aku hanya percaya padamu, karena itu aku mengajakmu. Terlebih lagi ..., kau juga ingin tahu tentang keadaannya, bukan?" Mengangkat tangan dari pundak Dart, Raja Gaiel kembali melihat air mancur di hadapannya.

"Apa maksudmu?"

"Kalau tidak salah ..., namanya Mavis ya, perempuan yang melakukan bentuk manifestasi malaikat itu ...."

Dart sesaat terdiam. Dalam benak pemuda tersebut memang ada rasa ingin bertemu, karena sebagian informasi dan perasaan milik perempuan bernama Mavis itu pernah mengalir dalam dirinya. Dari hal tersebut, Dart berubah. Sifatnya yang keras kepala sedikit berkurang, dan rasa apatis dengan kondisi sekitar mulai hilang. Hasil dari itu adalah munculnya kemauannya untuk membaca buku.

"Baiklah ..., aku akan ikut. Tapi ..., apa tujuanmu mengadakan konferensi itu?"

"Untuk perdamaian ...."

"Ah?"

Menoleh ke arah Dart, Gaiel mengangkat jari telunjuk seraya berkata, "Kau tahu, aku belum sempat tidur dengan Dalia karena rapat melulu. Kalau ada perang lagi, tidak ada jaminan kalau aku akan selamat."

"Nih orang .... Hah, dasar buta cinta."

Kembali mendongak ke atas, Dart merasa setuju soal perdamaian yang dikatakan Gaiel. Dalam benak pemuda tersebut, dirinya dari dulu memang tidak menyukai apa yang bernama perang meski telah dibesarkan di medan perang.

Ikut mendongak dan melihat langit cerah bersama Dart, Raja Gaiel berkata, "Kau tahu, Dart. Jatuh cinta itu rasanya membuat hidup lebih berarti, dan membuat cara pandang terhadap dunia berubah. Aku sangat yakin kalau diriku ini adalah pria yang paling mencintai Dalia, dia juga berkata demikian padaku .... Jujur, ini kebahagiaan terbesar yang perah aku rasakan. Mimpiku menjadi kenyataan ...."

"Aku tidak akan jatuh cinta kurasa. Terlebih lagi, siapa yang mau dengan bangsawan gagal sepertiku?"

"Merendah diri?"

"Itu kenyataan."

Setelah itu, mereka berbicara beberapa hal lainnya sebelum Gaiel pergi ke pertemuan penting lain. Sebagai seorang Raja, Ia memiliki jadwal sangat ketat sampai tidak sempat melakukan bulan madu dengan sang Ratu. Pada usulan yang diberikan Gaiel kepada Dart, pemuda tersebut meminta syarat kalau konferensi berhasil, Raja Gaiel harus memberikan waktu dan rute untuk membuatnya bertemu dengan Mavis. Itu bukan berarti Dart memiliki perasaan khusus atau semacamnya, Dart hanya sebuah rasa penasaran dengan keadaan perempuan tersebut setelah terakhir bertemu di medan perang.

««»»

Dua bulan berlalu, pada hari seminggu sebelum konferensi di Kota Miquator diadakan, sebuah kabar mengejutkan diterima oleh ketiga pihak yang akan mengadakan pertemuan penting tersebut. Pihak Kerajaan Ungea melakukan kontak dengan Raja Gaiel dan meminta untuk berpartisipasi dalam konferensi. Alasan negeri gurun tersebut mengajukan hal tersebut adalah karena merasa terancam atas kemungkinan terbentuknya aliansi yang ada, sebab pada dasarnya Ungea telah mengalami kekalahan besar dan sedang dalam masa pemulihan sumbar daya. Dengan mengajukan syarat untuk membayar dalam bentuk utang berjumlah tertentu, Kerajaan Felixia mengizinkan Kerajaan Ungea membonceng untuk ikut dalam konferensi.

Bukan hanya hal itu saja yang menjadi kabar mengejutkan seminggu sebelum konferensi diadakan, pada pihak Kekaisaran juga mendapatkan tawaran serupa dari Kerajaan Moloia. Kerajaan yang sumber daya utamanya dari pabrik dan tambang tersebut mengajukan surat pengembalian pulau barat kekaisaran dengan isian syarat harus memperbolehkan Kerajaan Moloia ikut serta dalam konferensi melalui Kekaisaran. Dalam tawaran tersebut memang sangat menguntungkan Kekaisaran karena bisa mendapat kembali wilayahnya tanpa perang, tetapi potensi bahaya akan adanya gerakan Moloia untuk mengacaukan konferensi membuat Kekaisaran mengajukan syarat kepada Kerajaan Moloia untuk tidak membawa terlalu banyak personel dalam konferensi. Atas syarat yang diajukan tersebut, Kerajaan Moloia menurunkan syarat awal dengan tidak mengembalikan tambang dan hanya mengembalikan pulau barat saja.

Hari konferensi Keempat Negeri tiba, setiap perwakilan berkumpul di kota yang terletak di garis perairan Laut Tengah. Kota Miquator adalah kota dengan unsur sihir yang memiliki gaya arsitektur kota terbuka dan memiliki bangunan-bangunan tinggi dengan kesan gothic yang sedikit gelap. Kota tersebut memiliki dua pulau melayang raksasa yang mengorbit di langit pusat kota, dan terdapat sistem pelindung sihir yang menjadi ciri Negara Kota tersebut. Pada struktur pengirigasian, Kota Miquator sedikit unik karena air ada yang mengalir ke atas melalui pipa-pipa transparan dan mengarah menuju ke dua pulau melayang. Dalam sistem pemerintahan, Miquator cenderung mengadaptasi sistem pemerintahan demokrasi yang menjunjung tinggi pendapat rakyat, dan juga memiliki senat untuk menampung pendapat serta usulan dari kalangan rakyat biasa. Dalam susunan kepemimpinan, Penyihir Agung berada di puncak sebagai Guru Besar sebab Negara Kota tersebut menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan sangat menghormati orang bijak.

Pada konferensi, Kerajaan Felixia diwakili langsung oleh Raja Gaiel, Kerajaan Moloia diwakili oleh Kepala Senat mereka, Kota Miquator diwakili oleh Penyihir Agung, Kerajaan Ungea diwakili oleh Maharaja Murama Irbar, sedangkan Kekaisaran hanya diwakili oleh menteri Luar Negeri mereka karena alasan Kaisar tidak bisa meninggalkan wilayah kekaisaran sebab suatu pantangan.

Pada Konferensi yang awalnya akan menjadi pembicaraan antara kepala negeri saja, berubah menjadi konferensi terbuka di Balai Aore yang terletak di tengah kota Miquator. Pada balai tersebut, disediakan lebih dari 500 kursi yang untuk para perwakilan penting dan lapangan luas untuk rakyat umum yang ikut serta melihat konferensi bersejarah tersebut. Konferensi dipimpin oleh Penyihir Agung sebagai tuan rumah, dan para perwakilan sebagai anggota. Tidak ada yang protes dengan hal tersebut, setiap perwakilan setuju karena memang pada dasarnya Kota Miquator sudah dianggap sebagai wilayah netral dan tidak berkeinginan menjadi penguasa benua. Meski ada jejak partisipasi dalam peperangan, itu terjadi hanya karena Negara Kota tersebut diserang.

Duduk melingkar di meja bundar yang ada pada panggung balai, para perwakilan memulai konferensi dengan segera. Dalam konferensi tersebut, yang pertama dibahas adalah usulan perdamaian dan aliansi yang diusulkan oleh Raja Gaiel sebagai dasar dimulainya konferensi. Dilihat oleh rakyat yang datang dari penjuru negeri karena mendengar kabar konferensi, tidak ada perwakilan dari keempat negeri atau Miquator yang berani menentang usulan tersebut secara terang-terangan.

Tetapi sebelum palu diketuk, Kepala Senat yang menjadi perwakilan dari Kerajaan Moloia mengajukan banding menyangkut hal kondisi masing-masing negeri. Pada situasi peperangan yang ada, Kerajaan Moloia berada di situasi paling stabil dibandingkan negeri lain, karena itulah pihak mereka tidak bisa menerima keputusan damai jika tidak ada keuntungan. Dalam pengungkapan kasar, mereka bisa saja menyerang semua negeri dan menjadi penguasa benua, setiap perwakilan yang duduk di meja konferensi sadar akan kekuatan militer Moloia yang sangat luar biasa sampai bisa menundukkan pasukan kekaisaran dengan cepat.

Dalam hal tersebut, Gaiel mengajukan usulan untuk membuat jalur perdagangan bebas menggunakan rute perairan Laut Tengah. Dengan dibebaskannya ekspor impor, pihak Kerajaan Moloia dapat dengan bebas membeli barang tambang dan menjual hasil pabrik keluar negeri untuk mendapat profit yang lebih unggul dari negeri lain tanpa harus ada pertumpahan darah. Dari usulan tersebut, perwakilan Kerajaan Moloia setuju dan masuk dalam keputusan damai. Tetapi dari dibukanya jalur Laut Tengah untuk perdagangan bebas, Menteri Luar Negeri Kekaisaran mengajukan protes karena negeri mereka belum siap untuk ikut serta dalam perdagangan bebas sebab perekonomian sedang turun setelah peperangan.

Usulan tersebut sangat wajar keluar dari Kekaisaran yang terus menerus digempur oleh pihak Kerajaan Moloia selama perang. Pada saat itu, Kerajaan Ungea mengajukan usulan untuk berani menjual persediaan pangan dengan harga rendah untuk membantu Kekaisaran kalau peradeganan bebas dibuka. Kerajaan Ungea memiliki ladang gandum luas karena memiliki banyak dataran tinggi selain gurun. Meski dalam masa pemulihan, Kerajaan Ungea lebih memilih untuk mendukung terbukanya perdagangan bebas karena ingin mengadakan kerja sama jual beli artifak sihir kuno dengan Kerajaan Felixia yang cenderung lebih mengincar benda bersejarah daripada kekayaan, karena alasan itu juga Felixia pertama kali mengincar Kerajaan Ungea.

Kekaisaran terpaksa setuju dalam usulan dan masuk ke dalam opsi damai yang diusulkan meski dalam tempat terbawah dalam hierarki keuntungan. Kota Miquator sebagai pemimpin sidang mengetuk palu dan memutuskan bawah setiap negeri tidak diperbolehkan melakukan agresi militer ke negeri yang termasuk dalam anggota konferensi.

Setelah pembahasan awal selesai, beberapa pembahasa lain dilakukan. Hal seperti batas wilayah yang disesuaikan, unsur-unsur pembagian sumber daya di daerah perbatasan, kerja sama ekonomi, sosial, budaya, dan bahkan sampai pendidikan dibahas habis-habisan. Dalam konferensi tersebut, muncul beberapa keputusan yang antara lain:

Pertama, setiap negeri tidak diperbolehkan melakukan agresi militer, invasi, pengekangan dalam berbagai aspek, dan pelanggaran hukum yang terbentuk dalam konferensi. Pelanggaran dari keputusan tersebut akan dianggap sebagai pengkhianatan terhadap seluruh anggota konferensi dan menjadi musuh semua negeri. Dalam berbagai aspek yang ada, hal perbudakan ditolak untuk dimasukkan oleh Ungea, Moloia, dan Urzia sebab masing-masing negara butuh tenaga kerja dengan biaya murah. Budak menjadi hal legal menurut hukum yang ditentukan.

Kedua, pihak Kota Miquator harus mengalami perubahan dalam berbagai aspek, ini disusulkan oleh Penyihir Agung sendiri. Dalam usulan tersebut, sistem pendidikan Negra Kota tersebut akan diubah dari hanya untuk Penyihir menjadi untuk semua orang. Hasil awal dari hal tersebut adalah dengan akan dibukanya sebuah cabang pendidikan ksatria untuk setiap anak bangsawan dari anggota keempat negeri. Selain pendidikan, rute perdagangan Kota Miquator juga akan dibuka bebas tetapi tentu saja diberlakukan tarif tertentu untuk pajaknya.

Ketiga, pembagian wilayah nyata atas batas negeri yang ada. Perbatasan antara Kerajaan Felixia dan Kekaisaran diputuskan bahwa akan dipisahkan oleh Lembah Gersang yang dipegang pengawasannya oleh Kota Miquator. Sedangkan untuk perbatasan antara Kekaisaran Urzia dan Kerajaan Moloia, itu akan dibatasi oleh garis semu di perairan kepulauan wilayah Moloia. Pada pembagian batas wilayah Moloia dengan Kerajaan Ungea, ada sedikit kendala karena memang kedua kubu tersebut terlalu sering saling rebut wilayah dan batasan menjadi tidak jelas. Dalam perjanjian umum yang dibuat pada Konferensi, itu akan dibuat beberapa kilometer zona quo yang akan diubah menjadi tempat seperti Miquator dan menjadi pusat lalu-lalang keempat negeri. Hal tersebut merupakan usulan dari Raja Gaiel.

Pada keputusan keempat dan menjadi yang terakhir, setiap negeri harus menghormati peraturan dan kebijakan masing-masing negara. Jika ada kebijakan yang dikeluarkan oleh negeri anggota mengganggu keberlangsungan anggota negeri lain dalam konferensi, kebijakan tersebut akan disidang dan ditindak lanjuti. Tidak tertulis resmi kalau konferensi tersebut harus dipatuhi oleh Keempat Negeri selamanya, dengan kata lain secara samar-samar setiap anggota paham kalau sebuah perdamaian tidak akan berlangsung abadi. Awalnya Raja Gaiel mengajukan untuk pematenan perdamaian dengan menambahkan sistem hukuman atas anggota yang melakukan perang secara terbuka atau diam-diam, tetapi hal tersebut langsung ditolak oleh semua pihak. Raja Gaiel tidak memaksa, lebih dari itu berbicara dirinya akan benar-benar dianggap sebagai Raja yang naif .

Itulah yang secara garis besar menjadi keputusan dari Konferensi Keempat Negeri. Setelah konferensi selesai, setiap perwakilan kembali ke gedung duta untuk mengadakan rapat internal masing-masing dalam memutuskan pergerakan ke depannya. Dalam hal tersebut, setiap negeri mengadakan perjanjian di luar bidang konferensi. Perjanjian yang ada kebanyakan cenderung bersifat ekonomi dan menyangkut perdagangan untuk memulihkan keadaan negeri masing-masing.

««»»

Beberapa hari setelah Konferensi Keempat Negeri selesai, para perwakilan masih menetap di Kota Miquator karena penentuan duta besar mereka di Negara Kota tersebut masih belum selesai. Gedung duta terlihat megah berdiri di daerah distrik pemerintahan kota Miquator, gedung tersebut memiliki lebih dari dua ratus kamar dan lebih dari delapan lantai. Pada lantai dasar, terdapat aula pertemuan yang sering digunakan untuk seminar para Penyihir pada hari-hari biasa.

Gedung duga dibangun dengan rancangan anti gempa, dan memiliki fondasi yang kuat seperti bangunan-bangunan lainnya di distrik pemerintahan. Hal tersebut dilakukan untuk mengatasi letak geografis Kota Miquator yang dekat dengan laut, dan sering mengalami gempa dari meletusnya gunung bawa laut di daerah perairan Laut Tengah. Untuk menambah kesan keindahan yang berkurang karena kesederhanaan bangunan anti gempa, lantai gedung duta hampir keseluruhan terbuat dari keramik hias. Pada tiang-tiang yang menyangga bangunan tersebut, dihiasi ornamen kristal sihir yang berfungsi ganda sebagai hiasan dan perlindungan karena mengandung struktur sihir penguat.

Pada lantai lima gedung tersebut, Raja Gaiel yang mengenakan pakaian tunik berdiri di pinggiran, melipat kedua tangan ke atas pagar besi seraya melihat pemandangan kota sihir dari tempat tersebut. Meskipun baru satu tahun waktu berlalu setelah kehilangan besar di perang sebelumnya, Kota Miquator sudah bisa memulihkan sumber daya dengan cepat. Dalam sisi lain, dalam jumlah penduduk memang adalah hal yang tidak bisa dipaksakan pertumbuhannya. Mengambil nilai positif dari hal tersebut, dalam aspek pangan, sandang, dan papan Negara Kota tersebut tidak ada kekurangan sedikit pun bahkan dari hierarki tingkat buruh sekalipun.

Melihat para penyihir terbang menggunakan sapu sambil membawa kotak-kotak barang, Raja Gaiel sadar kalau hal seperti status dan garis keturunan tidak terlalu mempengaruhi tingkatan kasta yang ada di Negara Kota tersebut. Melihat ke bawah, beberapa Demi-human dengan bebas lalu-lalang bersama para manusia dan tidak ada diskriminasi.

Berbeda dengan Keempat Negeri yang cenderung pekerjaan dibagi berdasarkan keturunan, kekayaan, dan ras, Miquator cenderung membagi pekerjaan berdasarkan tingkat pendidikan dan kemampuan, serta kepentingan masing-masing individu. Kalau ada yang memerlukan tenaga kerja, pihak pencari tenaga kerja dapat mengajukan surat kepada pemerintah, lalu akan disalurkan kepada orang yang mencari pekerjaan. Entah itu seorang Penyihir kelas bawah atau kelas atas, semuanya setara dan harga pembayaran tidak akan berubah dalam kontrak kerja yang diambil. Baru mengetahui adanya sistem tersebut, Raja Gaiel merasa kalau kota yang dulu menjadi tempat tinggalnya tersebut telah berkembang pesat hanya dalam waktu satu dekade.

"Banyak sekali yang berubah dari tempat ini ..., bahkan bangunan tempat tinggalku sudah tidak ada lagi. Yah, itu bukan bangunan bersejarah bagi kota ini, wajar kalau tidak dipertahankan."

Bergumam sendiri, sesaat Raja Gaiel memejamkan mata dan berusaha menikmati hembusan angin sejuk dari laut di akhir musim panas. Bau amis laut yang unik, menerpa wajahnya dan membuatnya teringat akan masa kecilnya saat tumbuh besar di daerah pelabuhan. Dalam benak, rasa sakit terasa karena orang-orang yang tumbuh bersamanya telah tiada.

Mendengar suara langkah kaki, Raja Gaiel membuka matanya dan berbalik ke belakang. Melihat Dart berdiri dan menatapnya dengan datar, sesaat Raja Gaiel merasa lega karena satu-satunya teman masa kecilnya itu masih tetap berada di dekatnya dan tidak meninggalkannya seperti yang lain. Membayangkan semua apa yang terjadi di masa lalu, langkah kaki Gaiel terasa sangat berat saat akan berjalan menghampiri Dart, suaranya yang akan keluar dari mulutnya seakan terbungkam oleh sesuatu bernama rasa bersalah.

Dalam benak sang Raja, setiap langkah kakinya terasa seperti sedang digelantungi mayat orang-orang yang mati karena perintahnya, orang yang berharga dalam hidupnya, dan keluarganya. Setiap ingin berbicara, mulut Gaiel serasa dibungkam oleh orang-orang yang mengutuknya sebelum mati dan tidak memperbolehkannya untuk berbicara kebaikan. Gaiel sendiri sadar, kalau dirinya bukanlah orang bijak atau suci, dirinya adalah orang penuh dosa yang rela mengorbankan apa saja demi impian yang didambakan. Bahkan demi hal tersebut, sang Raja bahkan sampai menyeret Dart yang tidak suka berperang ke medan perang dengan menggunakan statusnya sebagai komandan.

Melihat sahabatnya tersebut memberikan tatapan datar, Gaiel sesaat memalingkan pandangannya. Dart yang terlihat mengenakan pakaian santai tunik mendekat ke arah Raja Gaiel, lalu melipat tangannya ke atas pagar besi pembatas seraya melihat ke arah daerah perkotaan dari tempat tinggi tersebut. Sejenak merasakan hembusan angin laut, pemuda tersebut menghela napas ringan.

Raja Gaiel ikut melihat ke arah perkotaan, berdiri berdekatan dengan sahabatnya dalam suasana damai. Kedua laki-laki itu sadar kalau perdamaian telah tercapai atas berhasilnya konferensi yang diadakan beberapa hari yang lalu, hanya tinggal bagaimana memperkuat dan mempertahankannya.

Dalam suasana damai tersebut, tiba-tiba Dart berkata dengan nada serius, "Gaiel ..., aku datang menagih janjimu." Raja Gaiel terkejut mendengar itu. Sedikit menoleh ke arah pemuda di sebelahnya, sang Raja sesaat bingung sesaat untuk membahas janji yang dibicarakan Dart.

"Janji? Oh, soal bertemu dengan perempuan itu ya .... Hmm, ternyata kamu benar-benar tertarik padanya. Tidak kusangka.

"Apa kau sudah membuat rute untukku?"

"Sudah. Tapi, jujur sebagai sahabat aku menyarankanmu tidak bertemu dengannya."

Pembicaraan mereka sesaat terhenti. Dart menyandarkan punggungnya pada pembatas, lalu melirik ke arah Raja Gaiel seraya bertanya, "Kenapa? Apa Penyihir Agung melarangnya?" Gaiel tidak langsung menjawab pertanyaan itu. Memasang wajah sedikit cemas, Raja muda itu berdiri tegak dan menghadap ke arah Dart.

"Dia ..., perempuan bernama Mavis itu ... sudah gila."

"Eh?" Dart mengerti apa yang dikatakan Raja Gaiel, tetapi tidak bisa memahaminya dengan benar. Berhenti bersandar dan berdiri menghadap sahabatnya, Dart bertanya, "Gila? Maksudmu dia sangat membenciku sampai gila?"

"Bukan .... Kalau hanya benci, itu masih bisa dibicarakan dan ditolerani. Tetapi, kalau seperti itu kurasa ... sudah."

Melihat Gaiel sangat tidak ingin mempertemukannya dengan Mavis, Dart semakin tambah ragu dan cemas. "A-Apa maksudnya? Memangnya ada apa dengannya?" tanya Dart dengan sedikit takut mengetahui jawaban yang ada.

"Perempuan itu ... mengalami kerusakan kepribadian .... Jujur aku juga tidak terlalu paham, tapi kata Penyihir Agung itu efek dari manifestasi malaikat yang dilakukannya saat perang di Lembah Gersang."

Dart hanya terdiam bingung, dirinya tidak mengerti dengan kerusakan kepribadian yang dimaksud Raja Gaiel. Meski begitu, rasa takut mendengar itu terasa dalam benak pemuda berambut hitam tersebut saat melihat wajah sahabatnya.

"Dart, kau yakin ingin bertemu dengannya?"

Menelan ludah dengan berat, Dart menjawab dengan nada ragu, "Tentu saja, memangnya untuk apa aku datang ke kota ini?"

Suasana berubah hening sesaat. Tetapi ketika terdengar suara langkah kaki yang berjalan cepat ke tempat Dart dan Raja Gaiel, mereka berdua langsung menoleh ke arah orang yang datang tersebut. Seseorang berambut cokelat kelimis datang dengan tatapan sedikit kesal. Tidak sadar akan keberadaan Raja Gaiel, pemuda tersebut langsung menghampiri Dart dan membentak, "Tuan Dart! Kenapa anda kabur lagi!? Bukannya tadi katanya mau mengurus persoalan penanggungjawaban wilayah anda!" Memalingkan pandangan, Dart hanya memberikan senyuman sinis dan merasa tidak peduli.

Pemuda berpakaian rapi dan terlihat seperti bangsawan bermartabat tersebut adalah Kelapa Keluarga Rein yang baru, Thomas Rein. Meski umurnya belum mencapai dua puluh tahun, tetapi pemda tersebut memiliki kecerdasan dan kompetensi kemampuan dalam bidang mengatur wilayah yang setara dengan Raja Gaiel. Kekurangan dari pemuda itu hanya satu, Ia tidak memiliki ambisi atau rasa percaya diri untuk mencapai jabatan lebih tinggi.

"Tolong jangan bebani saya terus! Saya juga punya kesibukan mengurus wilayah Rein! Anda harus mengurus wilayah anda sendiri! Kalau begini terus, bisa-bisa para bangsawan lain mengira kalau Keluarga Rein mengambil alih Keluarga Luke! Bisa muncul konflik internal!"

"Hah." Dart hanya memasang wajah tidak terlalu peduli. Pemuda yang menjadi Kepala Keluarga Luke tersebut tidak terlalu paham dengan hal politik, karena itulah dirinya benar-benar tidak memedulikan statusnya sebagai keluarga bangsawan akan berakhir atau tidak. Melihat percakapan tersebut, Raja Gaiel mendekat dan menepuk pundak Thomas Rein seraya berkata, "Tenaglah, pemuda. Engkau tidak akan mendapat apa-apa jika tergesa-gesa seperti itu ...." Melihat ke arah orang yang menepuknya, Thomas baru sadar ternyata orang tersebut adalah Raja Gaiel vi Felixia.

"Ya-Yang Mulia!?" Thomas langsung melangkah mundur dan berlutut hormat kepada Raja Gaiel. "Maafkan hamba, Yang Mulia! Saya tidak sudah bertindak tidak sopan dengan bicara seperti itu kepada padahal ada anda di tempat ini .... Tolong maafkan saya ...."

Melihat sifat Thomas yang masih sangat polos, Dart menepuk pundak Raja Gaiel dan menyeringai seakan mengajak sang Raja untuk mempermainkan Kepala Keluarga Rein tersebut. Paham apa yang ingin disampaikan Dart, Raja Gaiel ikut menyeringai karena menemukan sesuatu untuk sedikit digunakan sebagai bahan candaan. Saat Thomas mengangkat kepalanya, Dart dan Gaiel kembali memasang wajah datar dengan cepat dan menyembunyikan niat mereka.

Berjalan mendekati Thomas, Raja Gaiel memegang pundak kanan pemuda berambut klimis tersebut dan mengajaknya berdiri. Memeluknya sesaat untuk menunjukkan rasa kesetaraan dan kebersamaan, Raja Gaiel berkata, "Kau sungguh orang yang sangat berkompetensi tinggi, Tuan Thomas. Jangan merendah diri seperti itu." Melepaskan pelukan, Raja Gaiel berdiri di depan pemuda itu dan sama sekali tidak menuntun penghormatan atas status sosial dan jabatan yang ada.

Mendapatkan perkataan dan perlakuan seperti itu, benak Thomas seakan terbang ke langit dan rasa bangga mengisi dirinya. Tersenyum lebar dengan penuh rasa senang, Kepala Keluarga Rein yang masih muda tersebut berkata, "Te-Terima kasih Yang Mulia, kepercayaan anda tidak akan saya khianati!" Thomas menatap dengan mata penuh dengan cahaya semangat.

Melihat apa yang dilakukan Raja Gaiel, Dart yang bersandar pada pagar pembatas memonyongkan bibir dengan rasa ingin tertawa. Menghela dan membuang rasa seperti itu, pemuda berambut hitam tersebut berbalik dan melihat ke arah perkotaan. Sedikit terusik dengan keberadaan Dart, Thomas memberanikan diri untuk bertanya, "Yang Mulia, kenapa Tuan Dart bisa seenaknya meninggalkan tugasnya? Menurut surat pemberitahuan resmi dia Kepala Keluarga salah satu Keluarga Utama Kerajaan kita, bukan?" Dart yang mendengar itu sedikit tersentak. Berusaha untuk tidak memedulikannya, pemuda itu tidak menoleh.

"Engkau tahu, Tuan Thomas. Keluarga Luke hanya tersisa Dart .... Butuh waktu untuk keluarga tersebut mengumpulkan orang lagi. Karena itu, bisakah engkau terus mengurus Wilayah Luke sampai Tuan Dart bisa mengumpulkan orang?"

"Kalau mau mengumpulkan orang, bukannya lebih cepat kalau mengambil jabatan Tuan Tanah di daerahnya dan menggunakan anggaran dana yang diberikan pemerintah?"

Perkataan Thomas sangat masuk akal dan tidak menentang logika. Sesaat Raja Gaiel terdiam karena salah menilai pola pikir pemuda di depannya. Menarik napas dan berusaha tidak memperlihatkan ekspresi terkejut, Raja Gaiel kembali berkata, "Itu karena Tuan Dart juga sedang mendapat tugas dariku." Mendengar kebohongan itu, Dart melirik tajam dan tersenyum dalam benak.

"Tugas? Apa itu lebih penting dari tugasnya mengatur wilayahnya sendiri?"

"Ya. Engkau pikir mengapa Dart berada di sini bersamaku?"

Thomas langsung memasang wajah kagum mendengar hal tersebut, Ia langsung berimajinasi kalau apa yang dilakukan mereka berdua adalah hal yang sangat hebat mengingat kedua orang tersebut terkenal menjadi kombinasi sempurna dalam peperangan. Sosok pemuda itu memang mengagumi sang Raja muda tersebut saat pertama kali mendengar kabar tentangnya sejak Raja masih menjadi seorang komandan.

"Begitu ya! Pasti tugas itu sangat penting! Kalau boleh, bisa Yang Mulia bertahu pada saya?" ucap Thomas dengan penuh semangat.

"Itu tugas rahasia. Maaf, diriku tidak bisa memberitahukannya."

Membuat Rajanya sampai meminta maaf, Thomas langsung berlutut dan meminta maaf dari dalam hati terdalam, "Maafkan Hamba, Yang Mulia. Orang seperti saya terlalu banyak bertanya dan bahkan sampai membuat anda meminta maaf ....!" Melihat itu, Raja Gaiel memasang senyum simpul. Dart yang melirik dan melihat itu menyeringai ingin tertawa.

Menepuk pundak Raja Gaiel, Dart mengacungkan jempol. Mendapat itu, Raja Gaiel balik mengacungkan jempol. Sebelum Thomas mengangkat kepalanya, Dart segera meloncat keluar dari pagar pembatas dan bergelantungan untuk mendarat pada balkon lantai di bawahnya.

Thomas mengangkat kepalanya dan kembali berdiri. Sadar Dart sudah tidak ada, pemuda itu sempat ingin bertanya kepada Raja Gaiel. Tetapi setelah apa yang dikatakan oleh dirinya sendiri tadi, perkataan terhenti di tenggorokkan dan membuatnya terdiam. Memegang pundak kanan pemuda tersebut, Raja Gaiel berkata, "Aku percaya padamu, Thomas Rein. Tolong jaga wilayah Luke sampai pedang kerajaan kembali pulih." Setelah membisikkan hal tersebut, Raja Gaiel berjalan meninggalkan tempat tersebut.

Dalam kebingungan, Thomas baru sadar kalau dirinya benar-benar lupa tujuannya mengejar Dart yang kabur dari rapat kecil mengenai pembahasan wilayah Luke.

"Ah?" Dalam rasa sedikit kesal dan merasa seperti dibodohi, pemimpin muda itu tersenyum tidak nyaman dengan situasi yang didapatnya, dimana dirinya harus mengatur sistem pemerintahan dua wilayah sekaligus dan harus mengantisipasi kemungkinan tanggapan negatif bangsawan lain atas hal tersebut.

Next chapter