"Aku adalah seorang buronan kerajaanmu. Setiap saat nyawaku akan menjadi incaran siapa saja." Adaline berjalan mendekati Abraham.
"Saya pantas mendapat hukuman Tuan Putri, kamu terluka. Ini pedang saya. Segera hukum saya semau Tuan Putri," ucapnya pasrah dan terlihat sangat menyesal.
"Bangunlah Abraham. Kau sudah melakukan tugasmu dengan sangat baik terhadapku. Bahkan kau membantai teman satu kubumu demi aku," ucap sang Putri dengan lembut.
"Saya juga akan segera mendapatkan hukuman dari Pangeran atas keteledoranku yang fatal ini." Abraham masih menunduk tak berani menatap putri Adaline karena kesalahannya itu.
Adaline segera berjongkok dan menatap wajah Abraham. Dia memegang kedua bahu Abraham dengan kedua tangannya. Lalu berusaha menariknya agar Abraham berdiri mengikutinya.
"Shem tak akan menghukummu. Percayalah padaku. Aku tidak apa-apa Abraham. Lihatlah aku masih hidup. Tak perlu berlebihan menyesali itu." Akhirnya Abraham pun berdiri dengan dipandu oleh Adaline bersama-sama.
"Lukamu cukup serius Tuan Putri, izinkan aku membalutnya. Agar tidak semakin parah." Abraham segera menyobek sisi pakaiannya. Dia segera membalutkan sobekan kain itu dan mengikatkan kain itu pada tangan Adaline secara bergantian karena lukanya yang ada di kedua tangan itu. Adaline menatap lembut perhatian Abraham yang selalu memberikan yang terbaik untuk dirinya.
"Putri, di atas dadamu juga ada luka goresan pedang. Maafkan aku. Mereka hampir menggorok lehermu." Abraham memberikan sobekan lagi dari pakaiannya untuk Adaline. Supaya Adaline mengusap sendiri lukanya yang berada di antara dada dan lehernya itu.
Sementara Abraham dengan segera menyingkirkan dua mayat pria penyerang Adaline tadi, diseretnya bergantian untuk diletakkan di luar kastil, dengan sangat hati-hati agar tidak ada pengawal lain yang melihatnya. Seakan mereka berdua adalah korban peperangan.
Abraham juga mencari air untuk berniat membersihkan sisa darah lawannya yang mengalir di lantai ruangan Adaline. Ia tak ingin Pangeran Shem menaruh curiga dengan adanya banyak darah yang tertumpah di sana.
Adaline ingin membantu Abraham, namun ditolaklah olehnya. Sebab ia tak ingin tuan putrinya itu ikut berbau darah mayat pria-pria tadi.
Terdengar beberapa langkah kaki memasuki kastil itu. Adaline dan Abraham segera mengamankan posisi masing-masing. Abraham bergerak mencari sumber suara. Dia mengintip hingga ia mendapati dua sosok yang dikenalnya itu hadir mendatanginya di kastil ini. Pangeran Shem dan Elliot. Mereka berdua telah sampai dari perjalanannya. Abraham memberitahu kepada Adaline bahwa Pangeran Shem telah datang bersama seorang pria paruh baya.
Adaline begitu berbunga-berbunga hatinya mendengar berita gembira ini. Dia sudah rindu kepada Shem karena sudah beberapa hari ditinggalkan Shem ke istana. Dia tersenyum sendiri, merasakan dadanya yang naik turun karena begitu senangnya suasana hati.
Shem dan Elliot semakin mendekat ke lantai atas, lantai paling tinggi dengan melewati beberapa anak tangga untuk menuju kesana.
"Hai, Abraham. Bagaimana keadaan Adaline? Bagaimana juga kabarmu?" tanya Shem yang masih agak jauh dari tempat Abraham berdiri.
"Aku baik Tuanku, tapi ada sedikit tragedi yang terjadi dengan Putri Adaline." Abraham menjawabnya dengan menunduk membuat Shem sangat panik dan segera berlari meninggalkan Elliot disampingnya yang masih berjalan.
"Apa maksudmu Abraham?!" Shem bertanya dengan nada yang berbeda.
"Putri, terluka Tuanku." Abraham menjawab dengan perlahan.
"Apa?!" Shem segera ingin tahu keadaan Adaline. Ia berlari lagi menuju ruangan Adaline dan memasukinya dengan segera.
"Adaline, benarkah kamu terluka, Sayang?! Apa yang terjadi?" Shem segera menyentuh bahu Adaline dengan penuh kecemasan.
"Tidak terjadi apa-apa, Shem. Kamu lihatlah aku baik-baik saja," elak Adaline.
"Tapi ... Abraham bilang kau sedang terluka?" tanya Shem dengan serius sambil mencari dimana luka Adaline.
"Ooh ... Itu, ehm ... aku ceroboh Shem, saat Abraham tidur, aku meminjam pedangnya. Aku ingin melihat-lihat dan mencoba menggerakkan pedang itu seperti bagaimana kamu memakainya, tapi tanganku kurang kuat memegangnya saat mengayun ke atas, pedang itu terlepas dari genggamanku Shem. Karena pedang itu meluncur ke arahku. Aku menangkisnya sendiri dengan kedua tanganku ini, tapi tidak apa-apa, Abraham telah membalutnya." Adaline merasa perlu berbohong untuk menghindarkan amarah Shem kepada Abraham.
"Astaga Adaline, kamu tidak biasa memegang pedang. Harusnya jangan begitu. Mintalah Abraham untuk mengajarimu cara menggunakan dan tehnik memainkannya." Shem terlihat sedih. Ia merasa bahwa luka itu pasti cukup lebar. Shem mengangkat kedua lengan Adaline yang telah terbalut itu. Ia segera kecupi keduanya bergantian. Adaline merasa bergetar atas tingkah Shem yang tidak ia sangka.
"Pedang itu juga memberi luka di sini Shem," Adaline menunjuk antara leher dan dadanya.
"tapi ini hanya goresan kecil dan sudah tidak sakit. Awalnya tadi terasa perih, tapi sekarang sudah kering." Shem lalu meraba luka itu. Adaline memejamkan mata merasakan sentuhan Shem. Shem lalu mengecup juga luka di dada Adaline itu.
"Aku memberi obat pada lukamu dengan kecupan, agar merasa lebih enak," goda Shem kepadanya. Membuat gadis itu tersenyum dengan muka malu.
Shem menangkupkan tangannya ke dagu Adaline. Dia sangat rindu kepada Adaline sejak beberapa hari yang lalu. Shem dengan penuh kasih sayang mencium bibir Adaline. Ia merasakan bibir itu dengan perasaan yang berdebar-debar. Mereka berciuman dengan sangat lama untuk melepas rindu. Mereka tampak saling menikmatinya. Keduanya mengeratkan pelukannya. Sayangnya mereka tidak sedang berdua. Ada Elliot dan Abraham yang menanti tugas darinya di luar ruangan.
Setelah sekian puluh detik Shem melepaskan ciuman itu.
"Elliot!! Abraham!! Kemarilah." Perintah Shem.
"Elliot carikan obat dedaunan apa yang kamu tahu untuk Adaline, tangan dan dadanya terluka goresan pedang. Aku mau kau obati dia sekarang juga, mungkin Abraham bisa menemanimu, Adaline akan bersamaku." Shem menyuruh mereka berdua untuk memcari tumbuhan agar membuat obat herbal untuk Adaline.
Keduanya tak menunggu lama segera pergi meninggalkan Shem dan Adaline. Sebenarnya mereka juga tak tahu harus mencari kemana? Mereka tidak mengenal wilayah ini. Berbeda dengan wilayah Kerajaan Sadrach. Elliot sangat hafal dimana ia bisa menemukan berbagai tumbuhan untuk dijadikan ramuan dan obat-obatan untuk kerajaan. Ada juga beberapa yang ia tanam sendiri agar tidak kesulitan mencarinya.
Sekarang mereka berada di wilayah Serafin. Elliot bahkan baru pertama kali menginjakkan kaki disini, Abraham apalagi? Yang ia tahu hanya pedang dan strategi perang. Mana dia tahu jenis-jenis tumbuhan herbal, tetapi karena mereka sudah mendapat perintah itu. Maka dilaksanakanlah tanpa ragu. Mungkin mereka akan mencari tempat pohon dan tanaman berkumpul, di hutan. Dan jika ada rerimbunan di kanan kiri jalan yang mereka lewati. Mereka akan melihat dan meneliti jenis dan bentuk tanaman dan daunnya itu. Elliot yang menelitinya.
Sementara kedua orang Kerajaan ini mengerjakan perintah Pangerannya. Shem dan Adaline masih mengobrol berdua, di kastil tua itu.
Salam Hangat readers, semoga terhibur. Dukung penulis dengan berikan komentar, review dan jangan lupa lempar power stone ke buku ini. Terima kasih dan jangan lupa bahagia.