webnovel

9. Tragedi Serangan Kecil

"ABRAHAM!!! DIMANA KAMU??!!"

Adaline semakin sesak nafasnya dikarenakan dia tak memiliki apa-apa untuk melawan mereka. Tak ada benda apapun di dalam ruangan itu. Hanya kain bekas dan gaun gantinya saja yang kemarin dia pakai, juga beberapa makanan dan buah-buahan. Ia berlari mengambil buah-buahan dan berusaha melempar mereka berdua yang semakin mendekatinya. Mereka masih dalam keadaan tertawa-tawa.

"Bom apa ini Tuan Putri? Auw aku sangat takut dengan bom buah-buahan ini. Hahahaha!!!" Lelucon mereka ketika Adaline menyerang semampunya.

"ABRAHAM!!! TOLONG AKUUU!!!" Teriaknya diiringi tangisannya yang mulai keluar.

"Srii...iiing!!!" Suara pedang itu yang menggores sebuah kulit.

"Aaaaargh," Adaline terhuyung ketika serangan pedang menuju lehernya ia tangkis dengan kedua lengannya. Mengucurlah darah dari kedua lengannya itu.

Pria yang satunya menyerang pula dari sebelah Adaline. Titik yang mereka serang hanyalah pada leher gadis itu. Mereka ingin mendapatkan kepalanya.

"Sayang sekali gadis cantik sepertimu harus kehilangan kepala, andai situasi bisa lama, kami juga ingin menikmati tubuhmu itu. Sayangnya kami diburu waktu." Tatapan pria itu sungguh sangat beringas kepada Adaline.

"Ya, bisa saja kawan. Setelah putus kepalanya itu. Kita bermain dengan tubuhnya. Hahaa jarang sekali bercinta dengan tubuh dan kepala terpisah. Pasti sangat nikmat dan lucu. Hahahaa!!!" sahut satu prajurit lainnya.

"BEDEBAH KALIAN!!! Shem dan Abraham tak akan memaafkan kalian!!!" Teriak Adaline masih berurai air mata.

"Oooh ... Pangeran Shem juga terlibat dalam persembunyian ini? Berita yang sangat mengejutkan. Bagus! Bagus! Orang-orang terpercaya itu akan ikut dipenggal karena mengkhianati Kerajaannya. Kita bisa memiliki jabatan yang luar biasa karena membongkar sebuah PENGHIANATAN. Tak tanggung-tanggung, Seorang Pangeran dan Panglima yang paling berpengaruh. Pasti ganjaran kita akan berlipat-lipat selain membawa kepalamu juga." pengawal itu menambahkan.

Setelah serangan yang bertubi-tubi kepada dirinya. Adaline melemah. Dia hanyalah seorang perempuan yang tak bersenjata, dia kini terpojok. Dia tak berdaya dipepet oleh dua pria itu. Posisinya yang terdesak di tembok dengan pedang yang sudah siap melukai lehernya. Dadanya naik turun karena nafasnya yang sesak tersengal-sengal disertai air mata ketakutan yang luar biasa.

"Ziiiiiiiinggh!!!"

"JLUBH!!!"

"Aaaaaaaarghhhh!!!" teriak Adaline yang terperanjat memekikkan telinga lalu membungkam mulutnya sendiri.

Ia melihat Abraham tepat berdiri di tengah-tengah pintu. Posisi badan menunduk dan tangan yang masih merentang setelah mendorong dan melempar pedangnya kuat-kuat menembus tubuh targetnya dari jarak sekitar empat meter dari dirinya.

Ketika pria yang nyaris menggorok leher Adaline itu melotot dan tiba-tiba tak berkutik, ia terjungkal dihadapannya seketika. Terlihat pedang panjang menancap dari punggungnya menembus perut bagian depannya. Adaline begitu ketakutan. Untung saja pedang itu tak sampai menembus perutnya juga. Mengingat posisi pria itu tadi berdempetan dengan tubuhnya. Karena berhasrat ingin menggorok lehernya.

"Abraham! Tolong aku!" teriaknya yang masih dalam keadaan menangis.

Tampak Abraham yang berwajah bengis dan penuh dendam itu ingin membantai siapa saja yang berani melukai gadis yang dijaganya itu. Ia cabut pedang yang telah tertancap di tubuh pengawal yang telah roboh, Sehingga mengucurlah darah segar berwarna merah ke lantai dan mengalir dengan deras. Pria itu tewas! Di depan mata Adaline.

"Hyaaat!!!" Pria pengawal satunya dengan gesit berlari mendekati Abraham dan melakukan penyerangan. Abraham lebih lihai lagi dalam melakukan tangkisan dan serangan pedangnya yang berubah berwarna merah terlumuri darah korban pertama.

Ia sangat muntab dan dengan membabi buta mengarahkan dan mengacungkan pedangnya kepada pria yang satunya itu. Mereka saling serang dan saling menghindar. Dua pedang saling bertabrakan tak dapat dihindarkan. Mengatur posisi dan jarak sebaik mungkin agar lawan tidak bisa melukai diri mereka masing-masing. Keduanya memiliki taktik dalam penyerangan.

"Sring! Sring!"

"Tak! Tak!"

Suara kedua pedang yang saling bertubrukan. Mereka berdua terlihat maju dan mundur bergantian dengan cepat, melompat dan berlari dengan sigap demi ingin melumpuhkan lawan, tapi Adaline tahu pengawal itu bukanlah tandingan Abraham. Dia hanya pengawal biasa. Bukan seorang panglima perang.

"Cruuuush."

"Ough!!!" teriak pengawal itu.

Pedang Abraham berhasil melukai salah satu bahu pria itu dan keluarlah darah dari sana. Dia meringis kesakitan dan memegang luka di bahunya. Pengawal itu mundur beberapa langkah. Sebenarnya ia sudah letih dan merasa kualahan melawan Abraham, tapi dirinya tahu. Melawan atau menyerah. Dirinya tetap akan dibunuh. Karena telah mengetahui banyak rahasia yang hanya Abraham, Adaline dan Shem yang tahu. Dan ini sangat berbahaya untuk kehidupan mereka jika sampai terdengar di kerajaan Sadrach.

Meskipun pengawal itu terluka pada bahunya. Pria itu terus berusaha melawan, menangkis sekuat tenaga serangan Abraham. Dia kualahan dan sebenarnya merasa ketakutan.

Dia tetap berjuang memainkan pedangnya dengan Abraham sampai titik darah penghabisannya. Pengawal itu melihat posisinya yang sulit. Ia tak ingin mati tapi ia tak bisa melarikan diri. Ia berusaha berlari meninggalkan ruangan berdarah itu, tapi dengan sigap Abraham meraihnya. Mengejarnya dan berhasil memposisikan pedangnya pada leher lelaki itu sambil sikunya mendesak dada lelaki itu, sehingga dia mati kutu.

"A ... A ... Abraham! Bu ... bukankah aku temanmu? Aku pengawal Sadrach! Kita sama-sama diperintahkan mencari kepala Putri Serafin. Kenapa kamu malah melindunginya dan menyerang kami?!!" Pria itu menatap Abraham dengan mata penuh pengharapan agar dirinya diampuni dan tidak dibunuhnya.

"Aku di perintah raja untuk selalu tunduk dengan perintah pangeran Shem, bukan selain dia," jawabnya tegas.

"Tapi perintah tuan Shem melanggar perintah Raja. Ini sebuah penghianatan Abraham. Tolong jangan bunuh aku. Kita pembela kerajaan Sadrach. Bukan pembela Putri Serafin ini!" tambahnya.

"Aku tidak pernah mengampuni orang yang menghalangi aku menjalankan perintah dengan baik. Kalian telah melukai Tuan Putri. Aku diperintah oleh Pangeran Shem untuk menjaga keselamatannya! Kalian telah menggagalkan tugasku! Kamu juga harus mati!" Abraham menatap tajam orang itu setajam pedangnya.

Dan ...

"CROT!!!"

Terhunuslah pedang Abraham ke perut lawannya itu. Korban itu melotot dan mengarahkan telunjuknya ke wajah Abraham seakan sangat marah tapi terlambat. Nyawanya sudah hampir melayang. dia ambruk dan menghembuskan nafas terakhirnya dalam waktu yang tidak lama.

Adaline menutup matanya, ia tak sanggup melihat dua kematian nyawa di hadapan matanya. Meskipun dua orang tadi itu menyerangnya hingga terluka dan ingin mendapatkan kepalanya. Dia tetap tak tega melihat kematian keduanya. Adaline berhati lembut. Sekalipun ia tak pernah melihat kesadisan peperangan di depannya. Kecuali tragedi Serafin ini. Ia terpaksa berada di dalamnya.

Abraham berlutut penuh penyesalan. Dia merasa bersalah karena kelalaiannya dalam menjalankan tugas penjagaan, dia tak menyangka keinginannya untuk mandi membersihkan diri itu harus mengorbankan keadaan Tuan Putrinya. Bagaimana jika dirinya sampai terlambat datang? Tentu Adaline mungkin sudah terpotong kepalanya dan Pangeran Shem tak akan memaafkannya.

"Berdirilah Abraham. Ini bukan salahmu. Memang situasi yang berbahaya ini bisa terjadi sewaktu-waktu terhadap aku. Aku adalah seorang buronan kerajaanmu." Adaline berbicara.

Salam Hangat readers, semoga terhibur. Dukung penulis dengan berikan komentar, review dan jangan lupa lempar power stone ke buku ini. Terima kasih dan jangan lupa bahagia.

Lika_FRcreators' thoughts