"Lanjutkan tugas nya di rumah, besok pagi sudah harus selesai dan di kumpulkan di meja ibu" Mendengar itu, hampir seluruh siswa yang berada di kelas XI-IPA2 menghembus kan nafas lega. Mereka tak perlu lagi memaksa diri menyelesaikan tugas pelajaran kimia itu yang hampir membuat mereka menjadi gila.
Bu Lia terlihat membuka kacamata bacanya dan memasukan ke dalam tempat kacamata tersebut. Wanita tua itu bangkit, menyusun buku materi milik nya dan bersiap meninggalkan kelas karena jam megajarnya sudah selesai.
"Selamat pagi anak-anak" Setelah memberikan salam, guru berperawakan gemuk itu mulai melangkah meninggalkan kelas tersebut tanpa menunggu jawaban atas salam nya barusan.
"Pagi juga bu" Jawab mereka serempak.
"Gila ngantuk bener pelajaran dia. Berasa di dongengin bingshit" Keluh seorang siswa pria yang duduk paling belakang baris kedua di kelas tersebut.
"Hooh, mana sekali ngasih tugas soalnya beranak semua" Sahut pria berambut ikal teman sebangkunya.
Lima belas menit lagi jam istirahat akan berbunyi. Para siswa bahkan siswi yang berada di kelas tersebut mulai membentuk kelompok dengan geng di kelasnya guna memanfaatkan sisa waktu untuk mengobrol dengan teman mereka, termasuk bergibah.
Berbeda dari kelompok yang lain yang berisikan lebih dari lima orang. Di salah satu kumpulan yang berada di pojok sebelah kanan kelas tersebut hanya berisikan 3 anggota saja. Yaitu Diva, Zuma dan Riza. Berbeda dengan sebuah kelompok di seberang kiri mereka yang bahkan berisikan 8 orang anggota dan sepertinya mereka sedang bergosip ria.
"Lu pada ke kantin kan?" Tanya Zuma. Wanita yang kerap berbicara frontal itu menatap kedua teman nya menunggu jawaban.
"Iya" Jawab keduanya serempak.
"Riz, pinjem penjepit bulumata lagi dong!" Riza mendengus mendengar permintaan Zuma, teman sebangkunya. Riza dan Zuma memang duduk berdua di baris paling kanan kelas tersebut. Berbeda dengan Diva yang lebih memilih duduk sendiri tepat dibelakang Zuma dan Riza.
"Ck! Mau istirahat goblok! Ngapain Makeup coba" Keluh Riza menanggapi Zuma. Diva yang melihat interaksi kedua teman nya itu hanya bisa menggelengkan kepalanya, maklum.
"Ya kan siapa tau ada degem (dede gemes) yang lirik gua" Dengan terpaksa Riza menyerahkan tas miliknya kepada Zuma membiarkan wanita itu mengambil sendiri barang yang tadi ia pinta.
Menghiraukan perdepatan antar kedua temannya itu, Diva lebih memilih untuk mengeluarkan ponselnya dan mulai berkutat dengan benda pipih milik nyatersebut. Wanita itu membuka aplikasi Whatsapp, meng-klik Roomchat milik Fabian dan mengecek Last Seen Whatsapp milik kekasih nya itu.
Lagi, Diva menghembuskan nafasnya kecewa. Last Seen pria itu terlihat belum lama ini, itu pertanda kalau Fabian aktif di Whatsapp tanpa membalas bahkan membaca pesan terakhir yang dikirimkan wanita itu. Kalau begini jangan salahkan dia yang mulai berpikiran negatif tentang pria bernama Fabian itu.
"Eh lo pada tau gak? Jenisa anak Cheers kelas X-IPS2?" Samar Diva dapat mendengar bahan obrolan dari segerembolan wanita kelasnya yang tepat berada di seberang kiri nya.
"Iya tau, kenapa?" Jawab salah seorang teman nya yang bernama Maika. Merasa tertarik dengan obrolan tersebut, Diva mulai memasang telinga lebar-lebar untuk menguping percakapan mereka dengan pandangan mata yang masih fokus pada layar ponselnya.
"Katanya nih ya. Dia tuh lagi deket sama Kak Fabian yang anak basket itu" Lanjut wanita bernama Ara yang berhasil membuat teman segerombolan nya memekik. Diva yang masih bisa mendengar itu dengan jelas, dibuat terkejut tak percaya.
"Kak Fabian? Fabian Dirgantara?Kakel yang ganteng itu? Anak XII-IPA2?" Ara mengangguk mengiyakan pernyataan berbobot dari Anggi barusan.
Diva meremas Rok sekolahnya erat, menahan rasa kesal di hatinya, apa ini alasan Fabian menghiraukan pesan dari nya?
Batin wanita itu seolah masih tak percaya perkataan teman sekelasnya barusan. Fabian Dirgantara, cowok terkenal karena ketampananya di SMA Nusa Bangsa, yang mengikuti ekskul basket. Jelas sekali itu ciri-ciri lekaki yang dia kenal, tidak ada lagi nama Fabian Dirgantara selain kekasihnya.
Takut akan merasa kecewa dan sakit hati lagi, Diva berusaha menulikan telinganya menghiraukan perkataan segerombolan wanita itu. Ia mulai mengalihkan pandangannya kepada Zuma dan Riza. Nampak kedua wanita itu masih asik dengan kegiatan mereka masing-masing, Riza yang sibuk dengan Hp nya dan Zuma yang masih sibuk menjepit bulu matanya.
Diva menghembuskan nafas lega, karena sepertinya kedua sahabatnya itu tidak mendengar gosip sekelompok wanita seberangnya tadi.
Tak lama, bunyi bel istirahat berbunyi dan itu sangat amat disukuri oleh Diva, pasalnya ia tidak akan mendengar kelanjutan gosip mereka lagi karena rombongan tadi sudah bubar dan melangkah pergi meninggalkan kelas.
"Div, jadi ke kantin kan?" Panggil Riza yang berhasil menarik Diva dari lamunan nya.
"Eh! I-iya jadi. Tapi gua mau ke kelas Fabian dulu. Kalo kalian mau duluan, duluan aja" Jawab Diva setengah terkejut.
"Gua ikut lo aja deh. Zum kalo mau duluan, duluan aja gua mau temenin Diva" Riza menoleh menatap ke Zuma menunggu jawaban wanita itu.
"Gua juga ikut lu deh Div" Putus Zuma. Tanpa menunggu lagi, mereka bertiga bangkit dari duduk nya dan berjalan meninggalkan kelas yang sudah dalam keadaan sepi, hanya ada beberapa anak saja tengah sibuk menghabiskan bekal makanan mereka.
Mereka berjalan menyelusuri lorong demi lorong yang menghubungkan antar kelas lain nya. Menaiki anak tangga yang akan membawa mereka ke lantai 3 dimana kelas Fabian berada.
Mereka berhenti tepat di depan ruang kelas yang bertuliskan XII-IPA2, kelas Fabian.
"Div tanya dia aja tuh" Seru Riza sambil menunjuk ke arah siswa pria yang baru saja keluar dari kelas tersebut. Diva mengangguk paham.
"Misi kak. Fabian nya masuk gak ya?" Dia menghentikan langkah pria itu.
"Oh Fabian?" Diva mengangguk.
"Masuk kok. Dia kekantin tadi sama temen-temen nya" Lanjut pria itu.
Diva terdiam seketika, ia sempat menghembuskan nafas lega karena kemungkinan Fabian sakit itu tidak benar, buktinya pria itu datang ke sekolah. Tetapi, fikiran negatif tentang Fabian kembali bergelayut di kepalanya, menimbulkan perasaan tidak enak di hati wanita itu.
"Ada lagi?" Pria itu mengernyit memperhatikan wajah Diva. Wanita itu melamun.
"Eh! Enggak kak. Makasih ya!" Diva mempaksakan senyum nya. Pria itu mengganguk kemudian melangkah pergi.
"Fabian masuk Div?" Tanya Zuma. Ia dan Riza sedari tadi memperhatikan interaksi keduanya. Juga perubahan wajah Diva yang tersorot tatapan mereka.
Tanpa bersuara, Diva mengangguk menjawab pertanyaan Zuma. Kantin! Ya! Ia harus segera ke kantin dan menemui Fabian.
Diva beranjak, berjalan dengan tergesa menuju kantin meninggalkan kedua teman nya yang menatap ke arah nya bingung. Riza dan Zuma sempat saling menatap, tapi selanjutnya mereka mulai melangkah menyusul Diva.
Perasaan tidak enak tentang Fabian kembali hinggap di hati wanita itu, Fabian tidak sakit, dia masuk ke sekolah hari ini. Dia aktif Whatsapp, tanpa menghiraukan pesan dari nya. Ia takut, gosip dari teman nya tadi tentang kedekatan Fabian dengan adik kelasnya itu benar.
"Div, lo kenapa sih?" Seru Zuma yang di angguki oleh Riza. Keduanya berhasil menyamakan langkahnya dengan Diva walaupun harus sedikit berlari tadi karena Diva berjalan dengan tergesa.
Diva diam. Dia terus melangkah dan menghiraukan pertanyaan dari Zuma. Kedua teman nya berdecak, merasa gemas dengan keterdiaman Diva saat ini.
Wanita itu memberhentikan langkah nya tepat setelah mereka sampai di kantin. Kepalanya menoleh ke sana kemari mencari keberadaan sesorang di tengah keramaian kantin pagi ini.
"Div! Itu Fabian" Seru Riza yang berhasil menemukan keberadaan Fabian. Sontak, Diva dan Zuma melihat ke arah telunjuk Riza yang menunjuk ke segerombolan manusia yang berada di meja pojok kantin itu.
Disana ada Hilman, Chocky, Arsen dan Farel sahabat Fabian yang tengah berasenda gurau kecuali dua orang di hadapan mereka yang malah asyik sendiri dengan percakapan mereka. Mereka adalah Fabian dan, siapa wanita itu?