webnovel

~ 2 ~

SMA Nusa Bangsa termasuk ke dalam SMA favorite di Jakarta, terbilang sekolah elite karena fasilitas sarana dan prasarana yang mumpuni di dalam nya guna meningkatkan prestasi siswa dan siswinya.

Walau bagaimana pun, sekolah tersebut masih sama dengan sekolah lainnya terdapat beberapa jenis karakter murid di dalamnya. Ada si pintar, ada si nakal dan ada juga yang pemalas.

Jam masih menunjukan pukul 07.18 pagi. Dimana jam tersebut jadwal KBM sudah di pastikan di mulai, hal itu menciptakan keheningan di sekolah tersebut. Tapi tidak berlaku di kelas XI-IPA2. Kelas tersebut terdengar gaduh yang di sebabkan beberapa siswa laki-laki tengah memukul-mukul meja sembari bernyanyi tidak jelas yang menjadi penyebab kebisingan di kelas tersebut.

Kelas XI-IPA2 terkenal akan muridnya yang pandai dan sering memenangi berbagai macam perlombaan baik akademik maupun non akademik. Walaupun kelas tersebut di huni oleh sebagian makhluk abstrak di dalamnya.

"Si Diva pasti telat" Seru seorang siswi wanita yang duduk di paling pojok kanan kelas tersebut. Ia bersama teman sebangku nya tengah membicarakan salah seorang teman nya lagi yang sampai saat ini belum ada tanda-tanda kehadiran nya.

Wanita teman sebangku nya yang tengah memoleskan lipbalm berwarna pink di bibirnya itu menyetujui perkataan wanita tersebut dengan berkata.

"Udah langganan dia mah, ya paling alesan nya gak jauh-jauh dari si Fabian" Wanita itu kembali melanjutkan aktivitas nya yang masih saja memoleskan Lipbalm pink itu di bibirnya.

"Riz, pinjem penjepit bulu mata dong"

"Ilah, si dakocan make up mulu. Urusin dulu atuh si Diva kemana bocahnya" Seru Riza. Wanita bernama Riza itu telihat geram dengan teman sebangkunya yang menurutnya centil, Zuma namanya.

"Pelit bener Sih" Zuma mendengus.

"Ambil aja tuh di tas gua paling depan" Riza menyerahkan tas sekolahnya membiarkan Zuma mengambil penjepit bulu mata seperti pintanya tadi.

Wanita berdarah blasteran Sunda dan Betawi itu merogoh saku rok nya berniat mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Diva, teman nya. Membiarkan Zuma yang sedang sibuk menjepit bulumata nya itu.

Dasar dakocan

Tangan Riza terlihat sibuk meng-scroll up kontak panggilan nya mencari nama Diva di sana. Setelah menemukannya, wanita itu mengetik sesuatu menanyakan keberadaan seseorang disana.

"Dimana dia?" Tanya Zuma, tangan nya terulur mengambil tas Riza dan mengembalikan penjepit bulumata yang dia pinjam tadi ke tempat semula.

"Lapangan, telat doi"

"Kuy lah, samperin tuh bocah" Bangkit dari duduknya, kedua wanita itu terlihat berjalan meninggalkan kelas dan berniat menghampiri Diva yang sedang di hukum di lapangan.

***

"Ahh hahh! Sial capek bener!" Keluh Diva dengan nafas yang tidak beraturan, ia terduduk di pinggir lapangan dengan kaki yang di luruskan. Baju seragam yang ia kenakan terlihat lepek akibat keringat di tubuhnya. Di kipas-kipas kan tangan wanita itu mengenai wajah nya menghilangkan panas dan pengap yang dia rasa.

Dia di hukum oleh Bu Lisa, guru BP kesayangan nya karena telat. Sebagai hukuman nya, wanita itu harus berlari memutar lapangan sebanyak 7 kali.

Benar-benar melelahkan

"Siapa sih yang design ini lapangan sampe segini gede nya. 7 kali puteran pula, mending puterin ka'bah ketauan dapet pahala" Gerutu Diva. Ia menyesalkan betapa besarnya lapangan yang ada di sekolah nya itu. Tangan wanita itu bergerak melonggarkan dasi sekolah yang ia kenakan, agar tidak menimbulkan sesak di dada nya.

Drtt drtt

Sebuah notifikasi masuk dari handphone milik nya. Senyuman di wajah itu terbit ketika mengetahui sebuah notifikasi pesan telah masuk di handphone nya dan dengan gerakan cepat tangan wanita itu merogoh kantong rok nya dan mengeluarkan handphone tersebut.

Senyum wanita itu seketika luntur bersamaan dengan punggung nya yang merosot kecewa. Mengetahui, notifikasi pesan tersebut bukan dari seseorang yang ia tunggu kabarnya semalam.

"Kirain Fabian" keluhnya

Ia menghembuskan nafasnya kasar dan mulai sibuk mengetik sesuatu membalas pesan tersebut. Setelah mendapat tanda pesan tersebut telah berhasil di kirim wanita itu memasuk kan kembali ponsel milik nya ke dalam saku.

Masih dengan posisi yang sama, Diva terlihat merenung memikirkan sesuatu. Lebih tepatnya memikirkan kemana Fabian? Kekasihnya itu. Ia merasa tidak biasa menjalani hukuman sendirian pagi ini. Karena selalu ada Fabian yang juga terlambat dan dihukum bersama wanita itu.

Semalam lelaki itu sama sekali tidak memberi kabar bahkan tidak membalas pesan terakhir yang ia kirim. Sesibuk itu kah? Atau jangan-jangan...

Ah tidak! Diva menggeleng kan kepalanya membuyarkan pikiran negatif yang mulai menghantuinya. Bagaimana pun juga, Ia tidak boleh berpikiran negatif tentang kekasih nya itu. Apa fabian sakit? Seperti nya wanita itu akan menanyakan keberadaan Fabian pada teman nya selepas istirahat nanti.

"Woi!" Seru Zuma yang berhasil membuat Diva tersentak karena terkejut. Ia datang bersama Riza yang memang berniat untuk menghampiri Diva yang baru saja terkena hukuman.

"Zuma anjir!" Diva mengusap dadanya menetralkan detak jantungnya yang berdetak tidak karuan akibat ulah sahabatnya tersebut.

"Emang goblok si Zuma" Timpal Riza. Di tangan wanita itu terdapat sebotol air mineral dingin yang tadi ia dan Zuma beli di kantin.

"Heheheh"

"Nih Div, buat lo. Capek kan lo pasti" Riza mengulurkan tanganya memberikan air mineral dingin tersebut kepada Diva.

"Anjai baik betul, sahabatku ini" Diva menerima air tersebut, membukan nya dan meminum sedikit demi sedikit air pemberian dari Riza.

Menyegarkan

Riza dan Zuma, kedua nya mengambil posisi duduk di samping kanan dan kiri Diva yang kosong. Memperhatikan sahabatnya itu yang terlihat kehausan menghabiskan air mineral tersebut.

"Seger njai, gracias bro!" Ucap Diva.

"Gracias, gracias laga lo" Dengus Zuma yang di jawab kekehan oleh Diva.

"Kok lo di hukum sendiri? Fabian nya mana?" Tanya Riza penasaran, karena ia hanya menemui Diva seorang diri di lapangan tanpa Fabian yang biasa di hukum bebarengan dengan wanita itu.

Mendengar nama Fabian, raut wajah Diva berubah. Terlihat sekali ada kekecewaan dikedua wanita berkuncir kuda itu. Riza menjadi tidak enak hati menyesal menanyakan tentang Fabian kepada sahabat dekat nya itu.

"Gua berangkat sendiri, gua telat bangun tadi pagi. Gua gak tau dia kemana, semalem aja Chat gua gak di bales ataupun di read sama dia" Selain Riza, Zuma juga dapat mendengar nada kekecewaan dari penuturan sahabatnya itu.

"Sakit apa gimana? Kan biasanya lo sama dia di hukum karna Fabian yang sering telat jemput lo" Ya! Diva dan Fabian memang langganan datang terlambat ke sekolah. Mereka terlambat tentu saja bukan karena Diva yang kesiangan. Tapi karena wanita itu yang harus menunggu kekasihnya yang suka datang terlambat menjemput nya.

"Kayak nya sakit. Dia juga gak ngabarin gua semaleman. Gua telat bangun karna nunggu kabar dari dia. Gua khawatir" Terlihat jelas memang dari nada bicara bahkan tatapan wanita itu kalau ia mengkhawatirkan keadaan Fabian sekarang.

"Bucin lu Div" Ceplos Zuma yang di balas plototan seram dari Riza. Ingin rasanya Riza menguncir bibir lemes teman nya itu. Tidak bisakah ia menjaga perkataan nya itu? Ia tidak mau Diva tambah sakit hati mendengar perkataan Zuma barusan.