webnovel

Two Ex-Girlfriend

Cukup lama menunggu dalam keheningan, akhirnya yang terakhir ditunggu datang juga. Seorang wanita lain dengan tubuh semok berparas cantik memasuki kafe dan menghampiri mereka berdua.

"Hai, sudah dari tadi ya? Makasih loh sudah diundang dateng ke sini!" Ujar wanita itu, tidak seperti Nopa yang lembut dan sopan. Wanita satu ini adalah salah satu mantan kekasih Tio yang lainnya, terbilang sedikit acuh dan kurang ramah. Sebenarnya Nopa dan wanita bernama Sarah itu sudah mengenal satu sama lain karena kasus terdahulu mereka.

Tapi sampai saat ini, Nopa yakin jika hubungan Tio dan Sarah tidak bisa berlanjut karena kedua orang itu sama-sama memiliki sifat dan karakter yang keras. Nopa tak bisa membayangkan bagaimana jika kedua orang itu sedang beradu argumen.

"Harusnya aku yang makasih karena kamu mau dateng, jadi ya... kita mulai aja, dari pada masalah ini berlarut-larut. Terus terdengar sampe ke telinga keluarga, 'kan nggak enak." Kata Tio memulai obrolan yang dalam, Nopa dan Sarah lalu mengangguk menyetujui.

"Baik, ladies! Sebelumnya terimakasih sudah mau datang dan menyelesaikan masalah ini, aku dianggap kaya cowok playboy padahal bukan itu maksud aku." Ujar Tio.

"Hubunganku sama Sarah memang sudah lama sebelum Nopa datang 'kan? Padahal, waktu ketemu sama Nopa, aku sama Titi sudah pisah. Tapi, keluarga besar belum tahu soal itu. Dan mereka ribut soal ini, mereka kira Nopa jadi perebut nih. Aku coba jelasin ke mereka bareng Sarah, tapi Sarah nggak ada muncul." Jelas Tio panjang lebar, sebenarnya masalah mereka bertiga hanya ada di keluarga besar Tio yang salah paham dan terlanjut membenci Nopa. Nopa pun sejujurnya tidak masalah jika dirinya dibenci. Toh hubungannya dengan Tio sudah berakhir, tapi Tio meminta kedua wanita itu untuk menjelaskan semuanya kepada keluarga besar Tio. Agar kelak jika Tio membawa wanita lain, mereka masih mau menerima wanita baru yang akan Tio bawa.

"Jadi, kita harus ngapain?" Tanya Sarah to the point, wanita itu selalu kompleks dan tidak ingin membuang-buang waktu.

"Aku minta tolong sama kalian, untuk ngejelasin semuanya ke kedua orang tua aku. Please! Aku sudah berusaha jelasin hal sepele kaya gini ke mereka, tapi mereka nggak percaya. Kalau aku bawa perempuan lain ke kedua orang tuaku, mereka pasti nggak bakal mau terima. Itu yang aku takutkan." Ucap Tio.

"Maksudmu bawa gadis SMA itu?" Lagi-lagi Nopa berusaha menyindir Tio meski pria itu tak menanggapi karena tak ingin Sarah juga mengetahuinya.

"Oke! Aku mau, lagian aku juga yang salah karena nggak ada dateng ke rumah semenjak kita putus. Karena aku mikirnya buat apa? Kita juga nggak jadi nikah." Kata Sarah yang setuju, meski di akhir kalimat wanita itu Nopa sempat ingin tertawa. Menikah? Tio yang keras dan selalu ingin dianggap sebagai Dewa itu akan menikah? Sepertinya itu adalah hal yang mustahil.

"Makasih Sar!" Ucap Tio.

"Kamu gimana, Nop?" Tanya Sarah menoleh ke arah wanita yang duduk di sampingnya.

"Aku sih iya aja, sekalian jalan-jalan ke sana. Udah lama nggak berkunjung ke sana!" Sambung Nopa.

"Makasih banyak buat kalian berdua yang sudah bersedia bantuin aku! Aku harap apa yang terjadi pada kita dulu nggak mempengaruhi hubungan pertemanan kita sekarang." Ucap Tio dengan tulus.

"Satu-satunya yang ku pikirkan di sini adalah mantan calon mama mertua aku, aku cuman nggak mau dia punya beban pikiran dan masih berharap aku bakal jadi menantunya!" Kata Sarah, seperti biasa kalimat wanita itu selalu ketus dan kasar. Membuat Nopa berpikir bagaimana hubungan kedua orang itu bisa selama itu dulu? Tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar, tidak seperti Nopa yang hanya hitungan bulan tapi sudah tidak tahan dengan sikap Tio.

"Udah selesai 'kan? Aku tinggal ya? Soalnya temen-temen aku udah nungguin." Kata Sarah yang langsung beranjak dari duduknya, bahkan Tio dan Nopa belum berkata apapun tapi wanita itu sudah pergi begitu saja.

"Apa dia orangnya memang kaya gitu?" Tanya Nopa.

"Dulu bahkan lebih buruk." Jawab Tio, Nopa mengangguk mengerti. Ingin sekali ia bertanya jika wanita itu memiliki tempramen yang sama dengan Tio, lalu bagaimana tiga tahun terakhir bisa selama itu? Tapi Nopa mengurungkan pertanyaannya karena sepertinya Tio sedang tidak ingin berbagi kisah. Seperti biasa pria itu akan selalu tertutup pada siapa pun termasuk kekasihnya sendiri.

Dan lagi, Nopa tidak ingin ada sahutan dari Tio jika kehidupannya sekarang bukan urusannya lagi. Meski mengenal dan berhubungan dengan Tio hanya hitungan bulan dan baru lebih satu tahun, tapi Nopa mengenal baik bagaimana sifat Tio. Bagaimana pria itu telah mengubah kehidupan Nopa seratus persen yang membuat wanita itu sangat menyesalinya.

"Ibu sama Bapak sehat-sehat aja?" Tanya Nopa hanya sekedar berbasa-basi.

"Sehat." Jawabnya, selalu singkat. Membuat Nopa bingung mencari topik pembicaraan untuk mengisi kekosongan mereka.

"Sudah pulang kampung, 'kah?" Tanya Nopa lagi.

"Belum, sekarang masih sibuk kerja!" Jawab Tio, Nopa mengangguk mengerti. Entah mengapa tiba-tiba ia ingin kembali bertanya tentang gadis SMA yang sepertinya sangat istimewa di mata Tio.

Wajah gadis itu bahkan digunakan sebagai wallpaper ponsel Tio, yang tidak pernah Tio lakukan padanya dan juga Sarah.

"Hmm, cewek itu kelas berapa?" Tanya Nopa, kali ini wanita itu mendapat lirikan tajam dari Tio seolah mengancam Nopa agar tidak bertanya yang tidak-tidak. Meskipun pada akhirnya, Tio menjawabnya.

"Sebentar lagi lulus." Kata Tio.

"Oh, udah mau dewasa dong bentar lagi. Cantik ya orangnya!" Puji Nopa, kali ini ia tidak sekedar basa-basi. Tapi memang saat melihat layar ponsel Tio yang memperlihatkan wajah gadis itu, Nopa menilai sangat cantik.

"Foto dia yang tadi itu, di pekan raya 'kan ya? Baru-baru aja dong berarti." Kata Nopa, Tio sama sekali tidak berniat menjawab ucapan Nopa dan hanya menatapnya tajam. Karena sedari tadi, ponsel Tio terus bergetar di bawah sana dan tertulis nama April di layarnya. Sedangkan Tio tak ingin menjawab panggilan itu ketika Nopa terus mengoceh di depannya, Tio khawatir jika April akan mendengar suara wanita di sebelahnya.

"Semoga awet ya sama yang satu ini!" Ucap Nopa memberikan harapan.

"Makasih! Dia itu gadis yang penurut dan pendiam, pasti bakal langgeng kok kali ini!" Seru Tio dengan kepercayaan diri yang tinggi seraya tersenyum miring kepada Nopa.

Yang dibalas senyuman miris dari wanita itu.

"Benar, dia penurut dan pendiam. Tapi, apakah itu akan berlaku selamanya. Belum lagi ketika sisi sadismu itu muncul secara bertahap, apa dia akan tetap tinggal bersamamu?" Tanya Nopa, yang kali ini menohok Tio.