Wajah El Rumi merah padam dengan rahang yang terlihat mengeras.
"Lihat saja singa betina, aku akan mengadukanmu pada Neny," ucap El Rumi dengan hati kesal berjalan ke arah kamarnya sambil menggaruk-garuk badannya.
"Hidupku jadi menderita sejak kedatangan singa betina itu. Bagaimana caranya agar dia bisa pergi dari sini? aku sudah tidak tahan lagi menghadapi sikapnya. Ini juga, kenapa kulit badanku jadi gatal semua? sungguh sangat menyiksa!"
Masih dengan menggerutu El Rumi masuk ke dalam kamarnya dan duduk di pinggir tempat tidurnya.
Sambil menunggu Fuji An yang belum datang El Rumi masih saja menggaruk kulit badannya yang semakin merah dan sedikit melepuh.
"Ceklek"
Pintu kamar terbuka bersamaan Fuji An masuk ke dalam kamar sambil membawa mangkuk kecil.
"Cckk!! lama sekali! apa yang kamu bawa itu?" tanya El Rumi dengan tatapan tajam saat tahu Fuji An yang datang.
"Sabar kenapa? aku membuat cairan obat dari tepung tapioka untuk mengurangi gatal-gatal anda agar cepat sembuh. Neny juga sudah menghubungi Dokter, jadi Tuan Muda jangan cerewet," ucap Fuji An seraya menghampiri El Rumi dan duduk di sampingnya.
"Cairan obat dari tepung tapioka? tidak perlu!! aku tidak percaya padamu! siapa yang bisa menjamin kalau tidak ada sesuatu di dalam cairan itu! Bagaimana kalau kulitku semakin parah?" sahut El Rumi dengan cepat sambil menatap Fuji An dengan tatapan curiga.
"Assh... anda itu, sudah kesakitan masih saja curiga dengan orang yang punya niat baik," gerutu Fuji An sambil mengaduk-aduk tepung tapioka yang sudah cair.
"Sudah aku bilang aku tidak mau!! aku tidak bisa percaya padamu! sudah berapa kali kamu mencelakai aku? Kamu pasti ingat hal itu?" ucap El Rumi dengan suara penuh tekanan. Ia masih ingat dengan jelas bagaimana Fuji An melempar dirinya dengan batu, menyiram wajahnya dengan air, menceburkan dirinya ke dalam kolam, belum lagi Fuji An sudah mengambil kasih sayang Neny darinya.
Fuji An mengangkat wajahnya, menatap El Rumi dengan tatapan kesal.
"Lihat sini Tuan Muda! kamu bisa lihat kalau di cairan ini tidak ada apa-apanya. Aku akan memakainya sekarang!" ucap Fuji An dengan perasaan kesal segera mengambil cairan tepung tapioka dan mengoleskannya di pipi kanan kirinya.
"Hem! lihat!! Tuan Muda bisa lihat kan? aku tidak apa-apa? cairan tepung tapioka ini selain membuat wajah menjadi bersih, juga bisa mendinginkan gatal-gatal anda! Ya sudah!!kalau anda tidak mau! aku tidak akan memaksa!" ucap Fuji An seraya bangun dari duduknya berniat untuk pergi.
"Eeiitt!! tunggu! jangan pergi! lakukan saja sekarang!" ucap El Rumi dengan sedikit malu memutar badannya membelakangi Fuji An.
Senyum Fuji An mengembang melihat sikap El Rumi yang terkadang manja seperti remaja belasan tahun.
"Tuan Muda, memang apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanya Fuji An sambil menahan senyum berniat menggoda El Rumi.
Seketika itu juga El Rumi membalikkan badannya menatap Fuji An dengan wajah kesal dan kening berkerut.
"Apa yang harus kamu lakukan?? tentu saja mengolesi badanku dengan apa yang kamu buat itu!!"
"Ouh?? begitu? baiklah," sahut Fuji An dengan tersenyum duduk kembali dan duduk di samping El Rumi.
"Kenapa aku harus menghadapi wanita bodoh seperti dia?!" gumam El Rumi sambil menegakkan punggungnya yang semakin gatal dan membuatnya sangat menderita.
"Karena Tuan Muda yang meminta bantuanku, dengan senang hati aku akan melakukannya," ucap Fuji An masih dengan tersenyum dan sama sekali tidak menghiraukan apa yang di katakan El Rumi padanya.
Melihat Fuji An masih tersenyum tanpa melakukan apa-apa membuat El Rumi semakin kesal.
"Kenapa kamu hanya diam saja? lakukan sekarang!" ucap El Rumi sedikit salah tingkah dengan tatapan dan senyuman Fuji An. Untuk menutupi rasa gugupnya El Rumi mengalihkan pandangannya sambil menggaruk badannya.
"Asshh! hentikan tangan anda Tuan Muda! jangan menggaruk lagi!! kulit anda akan semakin parah kalau di garuk terus!" ucap Fuji An seraya meraih tangan El Rumi dan menggenggamnya dengan kuat.
"Kalau aku tidak menggaruknya lalu aku harus apa? kamu saja dari tadi hanya duduk seperti itu! apa sampai tahun depan aku menunggu kamu mengobatiku? lepaskan tanganku!" sahut El Rumi dengan perasaan campur aduk saat Fuji An masih menggenggam tangannya.
"Ooohh...maaf,"
Seketika itu juga Fuji An menarik tangannya kemudian mengambil sedikit cairan tepung tapioka dari mangkuk kecil yang di pegangnya.
"Hem, aku akan mengolesinya sekarang. Dan sebaiknya anda jangan menggaruk lagi kalau tidak ingin kulit anda semakin parah," ucap Fuji An tanpa melihat El Rumi karena merasa gugup.
El Rumi hanya diam, tidak membantah ucapan Fuji An. Yang bisa ia lakukan hanya mengepalkan kedua tangannya agar tidak menggaruk badannya lagi.
Masih menahan rasa gatal di daerah dada, punggung dan lehernya, El Rumi membiarkan Fuji An yang sudah mulai mengolesi dadanya.
Dengan penuh perhatian Fuji An mengolesi seluruh dada dan leher El Rumi hingga terlihat putih terkena cairan tepung tapioka.
"Sekarang berbaliklah, aku akan mengolesi punggung anda," ucap Fuji An sambil menghentikan gerakannya mengolesi El Rumi.
Sekali lagi tanpa membantah El Rumi melakukan apa yang di perintahkan Fuji An dengan memutar badannya membelakangi Fuji An.
"Sekarang bagaimana rasanya? sudah lebih baik kan? terasa dingin tidak? Cairan ini cukup manjur untuk mengurangi rasa gatal dan mendinginkan kulit," jelas Fuji An masih dengan mengolesi punggung El Rumi yang terlihat merah dan sedikit melepuh terkena garukan kuku El Rumi.
Rasa bersalah mulai menyelimuti hati Fuji An namun semua perasaan itu segera di tepisnya jauh-jauh.
"Aku tidak boleh lemah, setelah El Rumi tahu kalau aku yang memberikan bubuk gatal ini pasti dia akan balas dendam padaku. Aku yakin balas dendam ini akan berlangsung sangat lama. Eem...aku harus siap siaga, sedikitpun aku tidak boleh lengah," ucap Fuji An dalam hati sambil menatap punggung El Rumi dan menekan sedikit keras tangannya hingga mengenai kulit El Rumi yang melepuh.
"Oucchh!! kenapa kamu menekannya singa betina! kamu sudah tahu kan kalau punggungku terluka?" umpat El Rumi seketika sambil menegakkan punggungnya yang perih.
Fuji An menahan senyum melihat El Rumi yang tersiksa karena rasa gatalnya.
"Rasakan saja! Memang siapa yang suruh mengajakku perang!" ucap Fuji An dalam hati dengan senyum kemenangan.
"Sudah selesai Tuan Muda. Untuk sementara, sambil menunggu Dokter datang, anda tidak boleh bergerak atau berbaring. Anda harus tetap duduk seperti ini, sampai cairan ini kering," ucap Fuji An sambil tertawa puas dalam hati.
El Rumi membalikkan badannya dengan kening mengkerut.
"Kenapa harus menunggu cairan ini kering? bagaimana kalau cairan ini tidak kering? apa aku harus tetap duduk di sini?" tanya El Rumi menatap kedua mata Fuji An dengan tatapan mengintimidasi.
"Benar sekali Tuan Muda, cairan ini harus benar-benar kering agar luka anda juga cepat kering, dan merah-merah ini nanti juga akan hilang. Kalau anda bergerak terus dan berbaring pasti bedak cairan ini akan hilang," jawab Fuji An dengan memberi jawaban yang sangat meyakinkan.