Untuk sesaat El Rumi terdiam memikirkan apa yang dijelaskan Fuji An.
"Berapa lama aku harus duduk seperti ini?" tanya El Rumi dengan tatapan tak berdaya.
"Emm...dua atau sampai tiga jam. Tergantung dengan cepat tidaknya cairan ini mengering," jawab Fuji An semakin tertawa puas melihat wajah El Rumi yang tidak terlihat angkuh lagi.
"Tiga jam? apa itu tidak terlalu lama?" tanya El Rumi dengan tatapan tak percaya memastikan lagi apa yang sudah di katakan Fuji An.
"Kalau anda ingin cepat sembuh hanya itu jalan satu-satunya. Duduk diam sampai cairan itu benar-benar kering. Kalau Dokter anda datang maka tugasku juga selesai," ucap Fuji An dengan wajah sangat serius agar El Rumi benar-benar percaya dengan apa yang ia katakan.
"Sekarang, izinkan aku pergi dulu Tuan Muda, aku harus menyiapkan makan siang untuk Neny dan anda," ucap Fuji An lagi dengan tersenyum bangun dari duduknya dan berjalan keluar kamar.
Di luar kamar Fuji An berhenti lalu menyandarkan punggungnya di pintu dengan sebuah senyuman.
"Aahh, sepertinya hari ini hari yang menyenangkan bagiku. Tidak akan lama lagi aku akan melihat orang yang akan meledak karena amarahnya," ucap Fuji An dalam hati.
Masih dengan senyumannya Fuji An beranjak dari tempatnya dan pergi ke dapur untuk melakukan tugas kesehariannya.
Sampai di dapur, Fuji An duduk di kursi makan dan melanjutkan lamunannya membayangkan wajah El Rumi yang merah padam karena amarahnya.
"Hihi...maaf tampang dua, itulah akibat kalau kamu sudah berani mengerjaiku. Tinggal satu kali lagi pembalasanku, setelah itu kita impas," ucap Fuji An masih dengan wajah bahagianya bangun dari duduknya dan mulai menyiapkan beberapa bahan makanan untuk ia masak.
"Sekarang sudah waktunya untuk menyiapkan makan siang. Untuk pertama-tama aku siapkan dulu makan siang untuk Neny setelah itu baru aku siapkan makanan untuknya yang pasti akan membuatnya menderita. Hem, anggap saja itu hadiah terindah dariku, Tuan Muda," ucap Fuji An dengan tersenyum sambil membayangkan wajah El Rumi yang menderita.
Dengan penuh semangat, Fuji An mulai memasak makanan untuk Neny kemudian berlanjut memasak makanan khusus untuk El Rumi. Karena waktu yang ia berikan pada El Rumi cukup lama, Fuji An memasak dengan sangat santainya.
Hampir dua jam Fuji An baru menyelesaikan masakannya, dan tinggal mengaturnya di atas meja dan juga menyiapkan makanan khusus El Rumi di atas piring.
"Akhirnya selesai juga masakan istimewaku ini," ucap Fuji An sambil menatap makanan yang sudah di bawanya.
Dengan perasaan bahagia, Fuji An membawa makanannya ke kamar El Rumi. Sampai di depan kamar Fuji An mengambil nafas dalam kemudian mengetuk pintu dengan pelan dan masuk ke dalam.
Di dalam kamar, Fuji An cukup terkejut saat melihat El Rumi masih duduk tegak di tempatnya dengan wajah terlihat pucat. Hampir tiga jam El Rumi masih duduk di tempatnya dan itu semua karena ia mengikuti apa kata Fuji An.
"Woah Tuan Muda? ternyata anda benar-benar ingin sembuh ya?" ucap Fuji An dengan tatapan tak percaya kalau El Rumi benar-benar mengikuti apa yang ia katakan.
Tidak mendapat jawaban dari El Rumi, Fuji An segera meletakkan makanannya di atas meja dan duduk di samping El Rumi.
"Tuan Muda, anda tidak mau menjawabku tidak apa-apa. Aku tahu, anda pasti marah karena aku lama di dapur. Tapi bagaimana lagi, aku menyiapkan semuanya sendirian. Sekarang, waktunya anda untuk makan," ucap Fuji An mengambil makanannya dengan perasaan sedikit cemas karena El Rumi diam saja dan hanya menatapnya dengan wajah pucat.
Belum lagi Fuji An mengambil makanannya, El Rumi ambruk ke arahnya, dengan spontan Fuji An menahan kedua bahu El Rumi yang sudah berada dalam pelukannya.
"Ehhh!! Tuan Muda?? apa yang terjadi? Anda kenapa?" tanya Fuji An dengan panik.
"Kenapa kamu lama sekali? apa kamu tidak tahu aku sangat lapar? kenapa semua orang senang sekali melihat aku menderita," gumam El Rumi dengan mata setengah terpejam dan kepalanya bersandar di bahu Fuji An.
Fuji An terpaku di tempatnya, ada perasaan sedih dan bersalah dalam hatinya saat mendengar apa yang di katakan El Rumi.
"Em...em...Tuan Muda,"
Fuji An berdehem pelan menyadarkan El Rumi yang masih bersandar di bahunya.
Perlahan El Rumi mengangkat wajahnya dan menatap wajah Fuji An dengan tatapan yang kabur.
"Oh, kamu? ternyata benar itu kamu. Aku lapar sekali, dari pagi aku belum makan. Apa kamu ingin membunuhku he?!" tanya El Rumi sambil menangkup wajah Fuji An yang terlihat tegang di tempatnya.
"Tuan Muda, kelihatannya anda mulai kacau. Sebaiknya sekarang anda makan," ucap Fuji An dengan cepat menurunkan tangan El Rumi yang memegang pipinya.
"Hehe..hehe, kamu takut aku membunuhmu sungguhan kan? cepat! suapi aku sekarang," ucap El Rumi menegakkan punggungnya dengan senyuman dan tatapan mata yang sinis.
Fuji An menelan salivanya merasa bingung dengan sikap El Rumi yang berubah-ubah.
"Sepertinya, pria ini benar-benar sudah gila. Kasihan sekali Neny punya cucu setengah gila," batin Fuji An masih dengan posisi tegang di tempatnya.
"Ada apa?? apa kamu tetap diam seperti ini tanpa menyuapiku?" Ucap El Rumi mulai kesal dengan sikap Fuji An yang tidak mendengar perintahnya.
Tanpa membalas ucapan El Rumi, segera Fuji An mengambil makanannya dan menyuapinya. Karena rasa laparnya, El Rumi tidak membutuhkan waktu lama untuk menghabiskan makanannya. Apalagi Fuji An menyuapinya dengan sangat cepat hingga beberapa kali ia hampir tersedak.
"Ternyata kamu benar-benar ingin membunuhku singa betina," ucap El Rumi sambil menepuk pelan dadanya.
Fuji An hanya tersenyum kemudian memberikan segelas air putih pada El Rumi.
"Jangan salahkan aku Tuan Muda. Anda sendiri yang makan tidak hati-hati," ucap Fuji An dengan tersenyum dalam hati sambil menatap El Rumi yang sedang menghabiskan minumannya.
"Terserah kamulah, aku capek bertengkar denganmu. Di mana Thariq? apa dia belum datang?" tanya El Rumi seraya memberikan gelas kosongnya pada Fuji An.
"Yang anda maksud apakah Dokter Thariq? sepertinya belum datang. Aku belum melihatnya," jawab Fuji An dengan perasaan sedikit tegang menunggu detik-detik reaksi El Rumi setelah menghabiskan makanannya.
"Dia selalu sibuk dengan pekerjaannya. Seharusnya aku yang jadi prioritasnya, aku sudah membayar mahal tenaganya untuk bisa menjaga kesehatanku," gerutu El Rumi seraya turun dari tempat tidurnya tapi kemudian ia tak bergerak di tempatnya saat merasakan sesuatu yang bergolak di dalam perutnya dan dadanya terasa berdebar sangat kencang.
"Ada apa Tuan Muda?" tanya Fuji An saat melihat wajah El Rumi berubah pucat pasi sambil memegangi perut dan dadanya.