July 13th, 2021. MULTNOMAH PARK CEMETERY, Portland, Oregon, Amerika Serikat.
Tepat setahun kejadian itu berlalu, dan Albert masih menyesalinya sampai sekarang. Saat itu Albert terlalu naif sampai berpikir ia bisa mengembalikan 250 juta dollar dalam waktu setahun sampai ia bersedia menjamin putri sulungnya sebagai jaminan. Dan sekarang, Albert hanya bisa merutuki kebodohannya.
Seperti sekarang, Albert kembali menangis dan menyesali apa yang sudah ia lakukan satu tahun yang lalu di depan makam istrinya. Albert merasa gagal menjadi seorang ayah. Bagaimana mungkin ia bisa menjamin anaknya hanya untuk uang?
"Maafkan aku sayang, maafkan aku yang sudah gagal menjadi ayah yang baik untuk putri kita"
Albert menunduk dalam dengan suara bergetar menahan tangis. Tak hanya itu, seluruh tubuhnya pun bergetar hebat atas penyesalan yang terus menyerang dirinya. Seolah tak memberi ampun untuk Albert tanpa serangan rasa bersalah.
"Andai saja aku tidak mengambil keputusan bodoh itu, putri kita tidak akan mengalami ini semua"
Semua orang yang melihat Albert saat ini pasti tau seperti apa terlukanya batin pria berstatus ayah itu saat ini. Tubuh tegap yang mulai termakan usia itu terlihat tidak berdaya di depan makam sang istri
"Hari ini aku akan bertemu Wiliam" Albert kembali membuka suara. Walaupun suara Albert terdengar seperti rintihan penuh kesakitan.
"Dan sesuai perjanjian yang sudah kami buat, aku harus membayar hutangku padanya hari ini"
Albert terus saja bercerita, ia tidak peduli sekalipun tidak mendapat balasan dari sang istri. Albert sudah terlalu sering bermonolog seperti ini bersama istrinya.
"Aku, aku belum mendapatkan uangnya sayang, uangku tidak cukup untuk membayar hutangku kepada Wiliam" rintih Albert terdengar sangat menyesakkan. Tangannya yang besar, mengusap lembut nisan bertuliskan Louisa Albert dengan penuh sayang.
Jika istrinya saat ini masih ada, mungkin Louisa akan memaki-makinya saat ini. Memukulnya berulang kali atas kebodohan yang sudah ia perbuat. Tapi itu lebih baik, Albert lebih memilih mendapatkan pukulan dan makian dari Louisa, dari pada ia harus merasakan rasa bersalah ini. Menurut Albert, inilah hukuman yang paling menyakitkan.
"Sekali lagi aku minta maaf sayang. Maaf aku sudah gagal dan membuatmu kecewa atas kebodohanku ini. Aku minta maaf" pinta Albert dengan begitu tulus. Wajahnya menunduk, matanya terpejam dengan hati yang terus memohon maaf dan berdoa untuk kebahagiaan istrinya disana.
"Aku akan pergi menemui Wiliam dan mempertanggungjawabkan semuanya. Aku akan menjengukmu lagi nanti. Aku pergi Louisa sayang" pamit Albert yang kembali mengusap nisan makam istrinya sebelum akhirnya ia bangkit dan meninggalkan makam istrinya dengan langkah tertatih seolah sudah tidak ada tenaga lagi yang dimiliki oleh Albert.
Setiap langkah yang Albert ambil terasa berat. Seolah ada beban yang membuat Albert tidak sanggup untuk menghadapi Wiliam nanti. Apa yang harus ia katakan pada Wiliam? Walaupun ia dan Wiliam sudah lama menjalin pertemanan, tapi ia tidak bisa dengan mudah mengingkari yang mereka sepakati satu tahun yang lalu. Lagipula ia tau Wiliam tidak pernah main-main dengan ucapannya. Albert sudah cukup mengenal bagaimana Wiliam.
Jadi sekarang, apa pun keputusannya, Albert harus menerimanya. Sekalipun ia harus menikahkan putri sulungnya kepada putra Wiliam.
Berat memang, tapi apa yang sudah ia putuskan satu tahun yang lalu tidak bisa ia tarik lagi bukan? Tidak, jika itu berurusan dengan Wiliam, yang akan mendapatkan apa pun yang pria itu inginkan.
Setelah ini, mungkin ia harus meminta maaf kepada putrinya. Meminta maaf atas apa yang sudah ia lakukan. Meminta maaf karena sudah membawa putrinya ikut ke dalam masalah yang seharusnya tidak melibatkan mereka.
"Maafkan Papa, maafkan Papa…." itulah yang sepanjang jalan Albert katakan. Ia benar-benar sudah gagal menjadi seorang ayah. Seorang ayah yang seharusnya melindungi putrinya, tapi ia malah membawa putrinya masuk ke dalam lingkar kehidupan yang akan menyulitkan. Tidak ada ayah yang lebih buruk dari dirinya.
Ya, ia lah yang terburuk. Ayah yang tega menjual anaknya hanya demi uang. Hanya karena takut perusahaan yang susah payah ia bangun hancur, ia sampai tega menggadaikan anaknya untuk berhutang.
*Candramawa_
July 13th, 2021. ANDERSON GROUP, Portland, Oregon, Amerika Serikat.
Wiliam duduk di single sofa. Kali ini sendiri, Willy sedang tidak ingin digendong oleh sang pemilik. Kucing Persia yang harganya tidak perlu di ragukan lagi itu kini tengah asik berlarian mengelilingi ruang kerja Wiliam tanpa peduli di ruangan itu juga ada dua pria paruh baya yang saat ini terlihat dalam suasana yang mencekam.
"Jadi, kau ingin membayar hutangmu sekarang?" tanya Wiliam membuka pembicaraan. Sudah 10 menit yang lalu Albert datang, tapi tidak ada satu patah kata pun yang keluar dari bibirnya.
Albert menarik napas panjang, setiap tarikan napas yang Albert rasakan adalah rasa pedih ditenggorokannya. Seolah ada benda keras yang membuatnya kesakitan saat ia mencoba bernapas.
"Aku tidak bisa membayarnya" aku Albert memberanikan diri mengakui semuanya. Walaupun Albert tau, Wiliam pasti sudah mengetahui jika ia tidak akan bisa membayar hutangnya hari ini terlihat dari seberapa kusut dan kacaunya ia sekarang.
"Kalau begitu, kapan kita bisa menentukan tanggal pernikahannya?" tanya Wiliam tanpa basa-basi.
Dan Albert sama sekali tidak terkejut mendengar pertanyaan Wiliam. Ya, seperti ini lah Wiliam, kalian bisa menilai sendiri bagaimana sosok sahabatnya ini.
Wiliam tidak pernah suka berbasa-basi. Ia akan langsung menanyakan ke inti permasalahnnya, tanpa memperdulikan lawan bicaranya.
"Bisa aku meminta waktu tambahan untuk….."
"Kau ingin mengelak dari perjanjian yang sudah kita sepakati sebelumnya?" potong Wiliam langsung, netranya menatap Albert dengan tatapan mengejek dan meremehkan. Albert terdiam.
Ya, tidak mungkin ia bisa meminta penambahan waktu untuk melunasi hutangnya. Jika ia tidak bisa meminta penambahan waktu, paling tidak ia bisa meminta jaminan untuk kebahagiaan putrinya nantikan ketika menikah dengan putra Wiliam?
"Kalau begitu, aku minta jaminanmu"
Albert menegakkan kepalanya, menatap Wiliam dengan tatapan yang lebih berani.
"Katakan" ucap Wiliam menyetujui.
"Aku ingin kau menjamin kebahagiaan putriku. Menjamin jika putramu, Alex tidak akan menyakiti putriku"
Ya, paling tidak ini yang bisa ia lakukan sekarang. Meminta jaminan kepada Wiliam untuk putrinya. Albert harus memastikan jika Alex tidak akan menyakiti putrinya. Jika putrinya bahagia dengan pernikahan yang dilandaskan untuk pembayaran hutang ini, paling tidak rasa bersalah Albert tidak begitu besar kepada si sulung.
"Ya, aku akan menjamin itu semua" setuju Wiliam. Wajahnya yang datar saat mengatakan itu membuat Albert ragu. Tapi Wiliam bukan orang yang pembohong. Wiliam selalu bisa memegang apa yang pria itu katakan.
Tapi jika itu masih di bawah kendalinya kan? Tapi apa Alex masih di bawah kendali Wiliam? Bisakah Wiliam membuat Alex menerima putrinya nanti, apa lagi untuk perjodohan karena hutang. Yang Albert tau, Alex tidak pernah mau terikat dengan pernikahan. Lalu apa jadinya ketika putrinya dipaksa menikah dengan Alex?
"Kalau begitu, minggu depan kita adakan pernikahannya" putus Wiliam tiba-tiba, membuat Albert tersentak.
"Minggu depan?" pekik Albert, terkejut tentu saja. Minggu depan untuk pernikahan yang dilandasi karena hutang bukankah begitu mendadak? Albert perlu waktu untuk memberi tahukan ini semua kepada putrinya.
"Aku rasa lebih cepat lebih baik. Kita tidak perlu menunda terlalu lama jika ingin melakukan niat baik bukan?" balas Wiliam dengan nada santai. Seolah apa yang mereka bicarakan ini adalah hal sepele.
"Kau gila sialan!" umpat Albert kesal. Wiliam terkekeh.
"Aku hanya tidak ingin membuat putraku semakin lama semakin terjerumus ke dalam dunia gelapnya yang sekarang" ucap Wiliam jujur.
"Jadi kau menumbalkan putriku untuk menyelamatkan putramu, huh?" balas Albert kesal.
"Aku? Menumbalkan putrimu? Bukankah kau yang menumbalkannya demi 250 juta dollar?"
Telak! Albert tidak bisa membalas ucapan Wiliam. Karena yang sahabat berengseknya itu katakan memang benar adanya.
"Ya, kau tidak perlu memperjelas lagi jika aku sekarang sudah menjadi ayah yang pecundang untuk putriku" gerutu Albert kesal. Wiliam memang paling bisa membuatnya merasa kesal setengah mati hanya dengan satu kalimat saja yang pria itu katakan.
______
Candramawa_