Sosok pria dengan paras tampan yang saat ini tengah duduk di kursi kebesarannya. Terlihat tengah sibuk berkutat dengan banyaknya dokumen di atas meja, tepatnya di sebelah laptop. Pria yang tak lain adalah Ardhan, terlihat tengah fokus memeriksa satu-persatu berkas yang harus ditandatanganinya. Ia hari ini sengaja datang lebih awal dan segera mengerjakan pekerjaannya.
Rencananya adalah sebelum jam makan siang, ia berencana pergi ke bandara untuk memberikan sebuah kejutan pada sang kekasih untuk memberikan salam terakhir sebelum berpisah selama kurang lebih satu bulan. Beberapa jam telah berlalu dan ia mendengar bunyi notifikasi pada ponselnya. Bisa dilihatnya sekilas, bahwa yang mengirim pesan adalah Zelyn.
Senyuman mengembang terukir di wajahnya saat membayangkan wajah cemberut dari calon istrinya yang pasti merasa sangat kesal karena ia sama sekali tidak mengirimkan pesan ataupun menelpon untuk sekedar mengungkapkan perhatiannya. Contohnya, hati-hati di jalan atau sebuah ucapan manis sebagai penghibur hati saat akan menjalani hubungan long distance relationship.
"Bersabarlah, Sayang. Hari ini, kamu pasti akan merasa sangat senang saat mendapatkan sebuah kejutan ketika melihatku di bandara." Melirik mesin waktu yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Masih dua jam lagi, aku harus segera menyelesaikan pekerjaan ini."
Ardhan pun mulai kembali fokus mengecek semua dokumen di depannya dan langsung menandatanganinya saat tidak menemukan sebuah kesalahan.
Hingga dua jam pun telah berlalu dan ia tepat waktu menyelesaikan pekerjaannya. Hingga ia bangkit dari kursi dan merapikan penampilannya sejenak sebelum berjalan meninggalkan ruang kerjanya.
"Aku datang, sayang." Ardhan terlihat tersenyum sendiri saat berjalan ke arah pintu keluar. Kaki panjangnya mulai melangkah masuk ke dalam lift yang akan membawanya turun ke lobby. Begitu sampai di lantai satu, tubuhnya yang tegap berjalan melewati para stafnya yang membungkuk hormat padanya ketika melihatnya.
Senyuman mengembang dari wajahnya, seolah mewakili perasaannya untuk menanggapi beberapa staf perusahaan. Begitu ia sampai di parkiran dan masuk ke dalam mobil setelah membuka pintu, refleks ia sangat terkejut saat tiba-tiba ada seorang wanita cantik dengan tubuh seksi menggoda, masuk dan duduk di sebelahnya.
"Hai ... Ardhan," sapa Rania yang sudah memasang senyuman di bibirnya.
Dengan kilatan amarah yang terpancar dari iris pekatnya, Ardhan benar-benar sangat kesal saat tiba-tiba Rania masuk ke dalam mobil miliknya. "Keluar dari mobilku, Rania! Bukankah aku sudah melarangmu untuk datang ke kantorku? Atau kamu memang sengaja ingin mempermalukanku di depan para staf perusahaanku?"
Rania bisa melihat rahang tegas yang saat ini tengah menggertakkan gigi karena menahan amarah. Namun, ia sama sekali tidak merasa takut karena sudah terbiasa melihat sahabatnya itu saat sedang marah.
"Ardhan, aku sama sekali tidak melanggar peraturan yang kamu buat. Karena tidak datang ke perusahaanmu. Aku datang ke mobilmu, bukan! Apakah itu salah?"
"Astaga, Rania, kamu bukan anak kecil yang harus diajari, bukan? Meskipun kamu tidak masuk ke dalam, tetapi ini tetap adalah area perusahaan. Lebih baik kamu segera keluar, karena aku buru-buru!" Ardhan mengibaskan tangannya untuk mengusir wanita yang terlihat tengah mengumbar paha mulus nan menggoda itu.
Tentu saja berada di dekat wanita yang sangat cantik dan selalu berpakaian seksi, benar-benar menguji iman Ardhan karena ia adalah seorang pria normal yang tentu saja bisa tergoda saat melihat sesuatu yang bening di hadapannya. Namun, ia yang sangat mencintai Zelyn, selalu memikirkan tentang kesempurnaan calon istrinya dan selalu menjadi perisai untuknya.
"Aku tidak akan ke sini jika kamu tidak memancingku, Ardhan. Kita searah, jadi aku sekalian nebeng kamu ke bandara." Rania yang merasa tidak takut akan ancaman dari pria yang terlihat sangat frustasi karena mendengar jawabannya.
Ardhan menautkan kedua alisnya begitu mendengar jawaban Rania yang masih terlihat sangat santai saat mengekspos pahanya, karena gaun pendek yang dikenakannya itu benar-benar terangkat ke atas. Tidak hanya itu saja, dua benda padat yang membusung itu terlihat sangat jelas karena terbuka, seolah memanggil-manggil siapapun yang melihatnya untuk bermain di sana.
"Ngapain kamu ke bandara? Jangan bilang kalau kamu berniat ke Bali dan merayu pria yang akan pergi dengan kekasihku."
"Seratus buat kamu, Ardhan. Jadi, ayo kita berangkat sekarang!" Rania memakai sabuk pengaman dengan gerakan menggoda. Seolah ingin merayu pria yang sudah lama menjadi sahabatnya tersebut dan tidak pernah tergoda oleh kemolekannya.
Ardhan memalingkan wajahnya karena tidak mau melihat Rania yang selalu mencoba memancing dan menggodanya.
"Kamu benar-benar, sangat keterlaluan, Rania. Bukankah sudah aku bilang kalau orang yang akan membokingmu itu telah membatalkannya. Aku akan mengganti dengan memberikanmu uang." Mengeluarkan dompetnya dan memberikan salah satu kartu kreditnya.
Rania awalnya berbinar begitu melihat kartu kredit berwarna gold yang ada di tangan Ardhan. Akan tetapi, saat rasa egonya lebih tinggi, membuatnya menolak dengan gelengan kepala. "Aku datang ke sini bukan untuk meminta uang padamu, Ardhan."
"Astaga, kumat apa kamu, Ra? Kesambet setan pasti saat tiba di sini," ejek Ardhan yang menaruh kartu kredit miliknya ke telapak tangan kanan wanita yang duduk di sebelahnya. "Tidak perlu berpura-pura di depanku, karena aku tahu bahwa kamu datang ke sini untuk meminta ganti rugi."
Rania refleks langsung mengembalikan kartu kredit itu ke tangan Ardhan. "Sudah aku bilang kalau aku tidak butuh ini. Akan tetapi, aku ingin melihat seperti apa sosok pria yang menolakku. Apakah dia lebih ganteng dari kamu? Aku sangat penasaran. Jadi, kita pergi ke bandara sekarang. Bukankah kamu akan mengucapkan selamat tinggal pada kekasihmu yang sangat polos dan juga anggun itu?"
Tanpa mempedulikan perkataan dari Rania, Ardhan meraih ponsel miliknya di balik saku jasnya dan langsung mengetik sesuatu di mesin pencarian. Begitu menemukan apa yang dicarinya, ia menunjukkan ponselnya kepada Rania. "Jika kamu hanya ingin membandingkan aku dengannya. Nih, lihat foto ini dan segeralah keluar setelah membandingkannya dengan wajahku!"
Rania menatap ke arah sebuah foto seorang pria yang terlihat tengah berpose sangat maskulin, sehingga ia menuruti perintah dari pria yang saat ini tengah memegang ponsel tersebut. Yaitu membandingkan ketampanan dari Ardhan dan pria yang ada dalam foto.
"Wah ... pria ini benar-benar sangat keren, tampan dan maskulin. Aku jadi semakin merasa penasaran dan ingin bertemu dengannya untuk menaklukkannya. Cepat jalan, kita berangkat ke bandara sekarang!" Rania benar-benar merasa sangat penasaran dengan sosok pria yang menolaknya, sehingga ia ingin lebih mencari tahu tentang sosok pria tampan tersebut.
Ardhan refleks menepuk jidatnya berkali-kali saat menyadari kebodohannya yang berhasil dibodohi oleh Rania karena tidak juga mau turun dari mobilnya. Hingga ia langsung berubah pikiran saat mendengar perkataan dari Rania.
"Tenang saja, Ardhan. Aku akan tetap pergi ke Bali dan menggoda pria tampan itu. Jadi, dia tidak akan pernah macam-macam pada calon istrimu karena ada aku. Anggap saja aku adalah seorang bodyguard yang menjaga wanitamu, oke!" Rania mengedipkan matanya sambil tersenyum menyeringai.
Setelah menelaah perkataan dari Rania yang membawa sebuah keuntungan untuknya, akhirnya Ardhan mengemudikan mobilnya keluar dari area perusahaan dan membelah kemacetan lalu lintas menuju ke bandara untuk menemui sang kekasih pujaan hati.
TBC ...