Perlahan-lahan Odette mulai membuka matanya. Hal pertama yang ia lihat adalah sebuah siluet dari bayangan seseorang hingga beberapa detik kemudian siluet tersebut menjadi jelas.
"Huh?" Odette terkejut mendapati wajah seorang gadis bermata ungu berada begitu dekat dengannya.
"Akhirnya kau sadar juga," ucap Anwen tersenyum manis.
"K-kau?" Odette langsung bangun. Anwen yang sebelumnya membungkuk, menatap wajah Odette yang terlihat akan segera bangun, kembali berdiri.
Pandangan Odette berkeliling dan ia kembali mendapati dirinya berada di tempat yang sangat asing. Dia berada di sebuah ruangan bernuansa keemasan. Di dinding terdapat lukisan ornamen-ornamen yang kalau diperhatikan dengan baik-baik terlihat seperti … mawar?
Mata biru Odette bergeser melihat gadis berambut abu-abu yang berdiri di sebelahnya, lalu ke arah dua orang wanita yang berdiri di belakang gadis tersebut. Pakaian yang dikenakan oleh kedua wanita itu mengingatkan Odette pada pakaian pelayan yang pernah dia lihat di drama kolosal yang selalu ditonton oleh ibunya.
Di mana dia sekarang? dan siapa orang-orang ini?
Itu adalah dua pertanyaan besar yang ada di dalam kepala Odette sekarang.
Sementara Odette berpikir di mana dia sekarang, Anwen nampak menatap Odette tanpa berkedip seolah ia sedang tenggelam dalam pemikirannya sendiri. Dan itu memang kenyataannya. Dia sedang berpikir bagaimana cara untuk mengetahui apakah wanita berambut cokelat di hadapannya ini telah melakukan 'itu' dengan kakaknya.
Anwen harus segera memberi laporan penuntasan misi kepada neneknya. Anwen sangat yakin kalau saat ini neneknya pasti sudah mengutus Kesatria kembar Erika dan Erina untuk mencarinya kemari.
Dan saat kedua Kesatria itu datang, Anwen harus punya jawaban dan jawaban itu harus kata 'ya', karena kalau tidak maka Anwen akan diseret pulang ke istana dan dipaksa menikah dengan putra dari Duke Carolus.
Dia juga tidak berani berbohong dengan mengarang jawaban 'ya' karena neneknya itu sangat mengerikan.
Aduh bagaimana, yah?
Anwen merasa sangat gelisah. Apakah dia benar-benar harus bertanya secara langsung seperti … 'Maaf, aku ingin bertanya apa kau dan kakakku sudah melakukan itu saat di hutan?'
Tidak! Itu ide yang buruk.
"Bagaimana caranya agar aku bisa tahu kalau dia dan kakak sudah melakukan itu.Oh, Tuhan. Tolong aku dari bencana ini," Anwen membatin. Dia merasa nyawanya di ujung tanduk tetapi dia tidak ingin menyerah. Dia masih punya waktu untuk mencari tahu sebelum utusan neneknya datang.
Diam-diam ia menghembuskan napas secara perlahan dan berusaha untuk tenang. Setelah itu dia tersenyum sambil mengulurkan tangan kanannya di depan Odette.
"Namaku Anwen, siapa namamu?" tanyanya diiringi senyuman manis.
Odette yang masih bergulat dengan berbagai pertanyaan di dalam kepalanya terkejut ketika gadis bermata ungu yang berdiri di sampingnya mengulurkan tangan untuk bersalaman.
Walau sempat terlihat ragu-ragu namun Odette menjabat tangan Anwen. "O-Odette," ucapnya sambil membalas senyuman Anwen dengan canggung.
"Baiklah, kalau begitu mulai sekarang aku akan memanggilmu, Nona Ody, bagaimana?"
Odette hanya mengangguk dan masih tersenyum canggung.
Menurut Odette, Anwen adalah gadis dengan kepribadian yang menyenangkan tetapi keadaan di sekitar dan suasana yang begitu asing membuat Odette tidak bisa serta merta bersikap akrab dengan gadis itu. Padahal biasanya dia sangat mudah akrab dengan orang baru, tentu saja karena itu merupakan salah satu tuntutan dari pekerjaannya.
Anwen duduk di sebelah Odette. Selain memang karena Anwen ingin lebih dekat dengan Odette, Anwen juga ingin segera mencari tahu tentang 'itu' kepada Odette. Saat ini Anwen tidak punya banyak waktu. Ia hanya bisa mencari tahu dari Odette karena kalau mencari tahu dari Rion, dia tidak berani.
Tapi dari mana Anwen harus memulai?
"Anwen, di mana ini?" tanya Odette yang membuat fokus Anwen teralihkan.
"Ah, maksudmu tempat ini? Kita sekarang ada di Green Castle. Kemarin kau pingsan dan kakakku membawamu ikut bersama kami ke sini," jelas Anwen yang seketika membuat pikiran Odette berjalan mundur ke belakang.
Mendadak ia terbayang akan sosok pria brengsek yang ia temui di hutan.
'Jika kau butuh uang ikutlah denganku ke Green Castle.' Bahkan sekarang penggalan kalimat dari pria itu terngiang jelas di telinganya.
Jantungnya mulai berdetak kencang dan tangannya mulai dingin saat dia mengingat kembali apa yang hampir pria itu lakukan kepadanya dan sekarang dia ada di tempat yang bernama Green Castle.
Odette merinding memikirkan ini. Apakah pria itu seorang muchikari dan gadis bermata ungu di sampingnya adalah komplotan pria itu?
Odette ada dalam bahaya besar!
Dia harus keluar dari tempat itu tetapi dia tidak boleh gegabah. Ah, ia harus membuat rencana.
"A-aku mau ke kamar mandi," ucapnya tersenyum, berusaha menyembunyikan ketakutannya.
"Ah, kamar mandi ada di sana." Anwen menunjuk pintu yang ada di sudut belakang ruangan. "Ayo, aku akan mengantarmu."
"Ti-tidak perlu."
"Kau yakin?" Anwen menatap Odette dan mengerjap-ngerjapkan matanya. Odette mengangguk lantas menyingkap selimut di atasnya kemudian menuruni tempat tidur dan berjalan menuju pintu yang ada di sudut.
Whoaaa…
Tanpa Odette sadari, mulutnya terbuka saat melihat kamar mandi yang begitu luas. Luas kamar mandi itu hampir sama dengan luas rumahnya. Sesaat dia lupa kalau tujuannya ke kamar mandi adalah mencari jalan untuk kabur.
Dia menutup pintu dan mendekati sebuah bak besar yang ada di dalam lalu mengagumi kemegahan kamar mandi tersebut. Namun ia heran karena semua yang ada di sana terlihat sangat kuno. Sepertinya memang sengaja di desain seperti itu.
Sekarang dia berdiri di depan sebuah cermin besar dan sedikit terkejut melihat dirinya yang telah menggunakan gaun kuning pudar sederhana namun indah. Entah kenapa dia merasa cantik melihat dirinya mengenakan gaun seperti itu. Namun kemudian ia segera tersadar. Tentu saja pria itu akan memberikan pakaian bagus agar 'pelanggan' yang datang bisa tertarik.
Odette kembali mengedarkan pandangan ke sekeliling dan menetapkan fokus pada sebuah jendela yang berada tidak jauh darinya. Dia berjalan cepat menuju jendela tersebut dan merasa senang karena jendelanya terkunci dari dalam dan keadaan di luar terlihat aman.
Sementara itu, di kamar, Anwen nampak memperhatikan dengan saksama gambar kepala don*ld bebek yang ada di baju dalam Odette. "Hmmm, kepala bebek? Aku tidak tahu kalau ada lambang keluarga seperti ini," gumamnya.
"Bagaimana dengan kalian? Apa kalian pernah melihat lambang keluarga seperti ini?" Sekarang Anwen bertanya kepada kedua pelayannya namun kedua pelayannya menggeleng tidak tahu.
***
Hup!
Odette baru saja mendarat dengan baik. Untunglah dia berada di lantai dasar bukan di lantai dua atau tiga. Jika dia berada di lantai dua atau tiga, maka dia akan memastikan bahwa dia akan … menangis!
Setelah pendaratan, ia segera berlari. Namun sialnya ia malah menginjak tepi gaunnya hingga ia jatuh tersungkur.
"Aw aw, sakit." Dia bangkit sambil meringis karena merasa perih. Beberapa kulit di siku dan wajahnya agak mengelupas tetapi dia tidak bisa membuang waktu dengan meratapi semua itu.
"Siapa kau?" Suara seorang pria dari belakang mengejutkannya. Saat Odette menoleh, dia terbelalak mendapati ujung pedang yang nampak berkilau menunjuk tepat di depan hidungnya.
Kedua mata Odette menyorot sosok pemegang padang dari bawah sampai atas dan dia menemukan wajah yang tidak asing namun terasa asing.
Pria berambut abu-abu dan bermata hazel! Dia si pria brengsek yang hsmpir menghancurkan hidup Odeete tetapi entah kenapa dia sangat berbeda. Wajah dan sorot matanya terlihat sangat dingin.
"Menjauh darinya, Lucifer!"
Perhatian Odette teralihkan pada pria berambut cokelat yang baru saja datang dan berdiri dua meter di belakang si pria brengsek yang ia panggil dengan nama Lucifer.