webnovel

Ayo Duduk Dan Bicara

Angin berhembus menerbangkan rambut abu-abu panjang pria yang tengah berdiri sambil menodongkan pedang ke arah Odette. Mata hazelnya yang dingin melirik Trish yang berdiri di belakangnya lalu menarik mundur pedangnya dan tanpa mengatakan apa-apa dia melangkah melewati Odette begitu saja.

Odette yang terheran-heran menoleh dan terus melihat punggung pria tersebut yang terus menjauh.

"Kau tidak apa-apa?"

"Huh?" Odette kembali menoleh ke depan dan menemukan seorang pria berambut cokelat sedang membungkuk sambil memberikan uluran tangan.

Tampan.

Itulah kata pertama yang terlintas di benak Odette saat melihat wajah Trish. Setelah tiga detik terpesona, Odette akhirnya mengangguk dan meraih tangan Trish untuk berdiri. Sesaat setelah ia berdiri, Anwen melompat dari jendela yang sebelumnya dilewati Odette.

"Nona Ody, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Anwen saat berdiri di dekat Odette.

"Ody? Jadi namamu Ody yah. Nama yang bagus. Aku Trish," kata Trish memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan untuk berjabat namun Odette hanya tersenyum masam lalu melangkah mundur perlahan-lahan yang membuat Trish dan Anwen saling menatap bingung.

"Nona Ody ada apa?"

"Tidak, tidak ada apa-apa," kata Odette terus tersenyum masam sambil terus mundur, mundur, mundur berbslik dan ... lari!

"Aaaaagh!" Odette berteriak saat Anwen dan Trish langsung mengejarnya.

"NONA ODY, BERHENTI! ADA APA?!" teriak Anwen sambil berlari namun Odette sama sekali tidak berniat untuk berhenti karena masih mengira dirinya akan dijual kepada pria-pria hidung belang.

Belok kiri, lurus, kanan, lurus lagi dan brukk!

Dia sedikit terpantul ke belakang saat ia menabrak punggung besar seseorang yang tidak lain adalah si pria brengsek. Dengan cepat Odette segera mundur untuk membuat jarak dan memasang kuda-kuda saat pria besar itu berbalik.

Mata hazel pria itu memandang Odette dari atas sampai bawah lalu menatap wajah Odette dengan dahi yang berkerut. "Kau? Wanita penggoda?"

"Hah? Apa?" Mata Odette sedikit melebar saat mendengar pria itu menyebutnya dengan wanita penggoda.

Anwen yang baru saja keluar dari lorong segera menarik Trish yang berlari di sampingnya dan mengajak Trish bersembunyi di balik tembok sesaat setelah ia melihat Odette berdiri berhadapan dengan kakaknya.

"Trishy sssst." Anwen meletakkan telunjuknya di depan mulut.

"Kita di sini saja dan dengarkan mereka. Aku ingin tahu apa mereka sudah melakukan hal itu atau tidak," kata Anwen berbisik-bisik lalu berbalik membelakangi Trish dan mengintip Odette dan Rion.

"Ck. Konyol!" Trish bersikap seolah dia tidak peduli padahal sebenarnya dia juga sangat ingin tahu. Ia pun mengikuti Anwen untuk mengintip dan mencoba mendengarkan percakapan orang di sana.

"K-kau tadi menyebutku apa?" Odette menekuk alis.

"Wanita penggoda," ucap Rion dengan nada dan ekspresi yang datar.

"Kau pria brengsek menyebutku wanita penggoda? Tidak tahu diri! Kau hampir menghancurkan masa depanku, menculikku dan sekarang kau menyebutku wanita penggoda? Kau tampan tetapi moralmu sangat buruk!"

"Apa kau tidak takut kepada Tuhan saat melakukan pekerjaan kotor seperti ini? Kau dilahirkan oleh perempuan dan kau juga punya seorang adik perempuan coba bayangkan jika ibu atau saudara perempuanmu di posisiku? Apa kau bisa menerimanya?!" ucap Odette meninggikan suara pada kalimat terakhir.

"Apa maksudmu?"

"Berhenti bersandiwara! Aku tahu niatmu. Kau ingin menjualku, kan?! "

"Kenapa aku ingin menjualmu?"

"Karena kau ingin mendapat uang," jawab Odette cepat.

Swossh ...

Angin berhembus menerbangkan rambut panjang mereka berdua.

"Sepertinya ada kesalahpahaman di antara kita. Kita perlu duduk untuk membicarakan ini," kata Rion dengan nada yang sangat tenang. Ia kemudian berjalan tetapi langkahnya berhenti saat menyadari bahwa Odette tidak mengikutinya.

Dia menoleh sedikit ke belakang dan melirik Odette lewat bahunya.

"Apa kau tahu bahwa salah paham bisa membuat seseorang melakukan hal yang akan memberikan penyesalan seumur hidup," ucapnya.

"Huh?" Odette menatap lekat mata Rion yang masih melirik ke arahnya. Entah kenapa Odette seperti melihat kesedihan yang terselubung di balik mata itu.

Setelah bergeming tiga detik, Rion kembali menoleh ke depan dan Odette meskipun sempat ragu tetapi dia memberanikan diri untuk mengikuti Rion. Setelah beberapa saat berjalan, mereka tiba di halaman castle. Rion memimpin jalan menuju sisi kanan halaman tepatnya ke arah tempat duduk yang dinaungi oleh pohon rindang. Di samping tempat duduk tersebut ada sebuah kolam yang berisi ikan-ikan cantik.

Sekarang Odette duduk di sebuah kursi yang berseberangan dengan Rion. Sebuah meja bundar menjadi penengah mereka. Tidak lama mereka duduk, beberapa pelayan datang membawa menu sarapan dan menata menu-menu tersebut di meja.

Odette semakin bingung. Kenapa semakin lama ia merasa suasana di tempat itu benar-benar terasa seperti di kerajaan. Apakah ini adalah hotel bertema kerajaan atau ini adalah lokasi syuting drama kolosal?

Odette berpikir keras untuk mencari tahu di mana sebenarnya dia sekarang. Setelah menata makanan di meja, para pelayan tadi pergi meninggalkan Odette dan Rion.

"Jadi, kenapa kau bisa berpikir kalau aku ingin menjualmu?"

"Hanya dugaan," jawab Odette dengan nada ketus.

"Bukankah itu terdengar seperti tuduhan?" Rion bertanya sambil menatap Odette dengan datar sementara Odette menatap Rion penuh selidik.

Odette memperhatikan dengan cermat sepasang mata hazel yang sedang menatapnya saat ini. Beberapa waktu lalu, mata itu terlihat sangat dingin dan tajam namun sekarang terlihat sangat datar.

"Apakah dia memiliki kembaran atau ada hal lainnya?" Odette bertanya-tanya di dalam benaknya sambil membayangkan sosok pria yang menodongkan pedang ke arahnya beberapa menit lalu serta ketika pria yang duduk di hadapannya saat ini menggonggong ke arahnya saat mereka berada di dasar lereng.

"Ada apa?" tanya Rion saat Odette tidak kunjung menjawab pertanyaannya dan hanya melamun sambil menatapnya dengan lurus.

Pertanyaan Rion membuat Odette sedikit terkejut dan tersadar dari lamunannya.

"Tidak ada apa-apa," jawabnya seraya menyingkirkan pandangannya dari Rion dan memperbaiki duduknya lalu kembali menatap lawan bicaranya. "Aku rasa siapa pun yang berada di posisiku akan beranggapan seperti itu. Aku dibawa ke tempat asing oleh pria yang hampir saja menghancurkan hidupku. Apa menurutmu aku tidak akan berpikir yang macam-macam?"

Tatapan Rion ke arah Odette terlihat sangat lurus. "Kau menerima pekerjaan dari nenekku untuk menggodaku tetapi kau marah saat aku melakukan itu kepadamu. Bukankah kau dibayar untuk melakukan hal itu denganku?"

Mendengar pertanyaan Rion yang begitu blak-blakan membuat mata Odette melotot . "Apa? Kau benar-benar tidak tahu malu! Kau melecehkanku dan sekarang kau menuduhku menggodamu? Apa kau sedang berusaha membuat kesan bahwa hal itu terjadi atas dasar suka sama suka agar kau bisa terbebas dari jerat hukum? Huh. Ternyata kau lebih memalukan dari yang kupikirkan."

Odette menatap sinis tetapi Rion konsisten dengan ekspresi datarnya. Dia terlihat tidak terpengaruh. "Jadi kau bukan wanita penggoda yang diutus oleh nenekku?"

"Tentu saja bukan! Lagi pula siapa nenekmu?! Aku bahkan tidak mengenalnya! Aku ini memang tidak kaya tetapi aku sudah punya pekerjaan dan gajiku cukup untuk menghidupiku! Ibuku mengajariku untuk hidup penuh kehormatan. Kalaupun aku terdesak dan sangat butuh uang aku akan mencari pekerjaan yang lebih baik. Selama aku memiliki akal dan tubuhku sehat. Aku yakin bisa mendapatkan pekerjaan yang bagus dan keluar dari masalahku dengan baik," jelas Odette panjang lebar padahal Rion hanya butuh jawaban 'ya' atau 'bukan'.

Next chapter