Yun Bixue bingung. Mendongak, dia mengedipkan matanya. "Lalu apa lagi?"
Yun Bixue menatapnya dengan sangat polos, Xie Limo hanya bisa merasakan hatinya mencair. "Ya, ingat — di masa depan ketika kau merasakan kesedihan apapun, kau bisa mencariku untuk melampiaskan amarahmu."
Mata Yun Bixue melengkung membentuk bulan sabit saat dia tersenyum. Semua kesedihannya telah digantikan dengan kehangatan. "Benar, aku punya suami. Tidak ada yang bisa memanfaatkanku."
"Aku senang kau mengerti!" Dengan itu, Xie Limo membawa Yun Bixue ke sofa dan kemudian mengeluarkan pengering rambut. Menghidupkannya, dia mulai mengeringkan rambut Yun Bixue.
Yun Bixue bersandar di kaki Xie Limo dengan patuh, menikmati perhatiannya. Semakin dia memandang Xie Limo, semakin dia berpikir betapa dia sangat beruntung telah bertemu dengan suami yang begitu luar biasa. Xie Limo memiliki kekuatan, otoritas, dan penampilan yang hebat, dan dia adalah orang yang kepala keluarga. Dia pria terhormat dan seorang juru masak yang hebat. Jika gadis itu, Bai Yaoyao, mengetahui hal ini, Yun Bixue berpikir bahwa dia juga akan merasa senang untuknya.
Xie Limo terus berkonsentrasi untuk mengeringkan rambut Yun Bixue. Jari-jarinya yang ramping menyisir rambut halus Yun Bixue, seolah-olah sedang mengelus hatinya. Dia menundukkan kepalanya hanya untuk melihat istrinya menatapnya dengan ekspresi tergila-gila. Dia berkata dengan nada menggoda, "Sayangku, apa kau mendapati suamimu luar biasa gagah sekarang?"
Yun Bixue menelan dan mengangguk. "Limo, aku dulu berpikir bahwa istilah 'anggun' hanya bisa digunakan untuk menggambarkan wanita, tapi itu bisa digunakan pada pria juga." Suaminya menawan dan begitu sopan, dan kadang-kadang dia merasakan dorongan liar untuk menerkamnya.
Diluar sana hujan mengguyur dengan derasnya, dan angin dingin menggoyang pepohonan di tepi jalan. Bahkan di dalam ruangan, suara tetesan air hujan yang mengenai jendela bisa terdengar. Namun, ruangan ini masih memancarkan rasa kehangatan.
Setelah makan, Yun Bixue dan Xie Limo duduk di atas tikar di depan jendela di lantai pertama. Yun Bixue membaca buku sementara Xie Limo duduk di sampingnya, mengetik di keyboard.
Yun Bixue merasa bahwa sejak dia bertemu dengan suaminya, dia mulai belajar untuk menikmati hidup. Selama ini, dia ingin memiliki rumahnya sendiri, di mana dia bisa tinggal di dalam rumah untuk mendengarkan suara hujan dan melihat pemandangan di hari hujan. Dia juga bisa minum teh sambil membaca.
Dulu, di bawah lingkungan yang mengerikan dan kejam di rumah keluarga Yun, sulit baginya untuk memiliki pemikiran seperti ini.
Setengah jalan menuju isi bukunya, dia mengangkat kepalanya dan bertanya, "Limo, tidakkah kau akan bertanya siapa yang aku temui hari ini?"
"Tidak masalah siapa yang kau temui. Yang penting adalah kau ada di sini, di sisiku sekarang." Xie Limo tidak pernah peduli tentang orang-orang di masa lalu, dan Yun Bixue tidak pernah bertanya tentang masa lalunya. Jadi dia memberikan kebebasan dan jarak yang luas padanya.
"Limo, aku sadar kau benar-benar memiliki EQ tinggi!" Berkumpul dengan orang seperti pria itu adalah sesuatu yang menenangkan. Tidak perlu mengeluarkan upaya untuk menjelaskan kemungkinan kesalahpahaman.
Xie Limo berhenti mengetik dan melihat Yun Bixue bertingkah seperti kucing. Dia tidak bisa tidak menyentuh rambut wanita itu ketika dia berkata dengan penuh kasih, "Di masa depan, kau harus terus percaya padaku." Keluarga Xie juga memiliki banyak masalah yang rumit, dan dia ingin istrinya belajar dan berkembang dengan cepat. Dia juga akan melindunginya dari bahaya.
Yun Bixue merasa terdorong oleh sesuatu, dan dia membungkuk di samping Xie Limo. "Limo, ayo membuat janji. Di masa depan, aku akan mempercayaimu, dan kau juga akan mempercayaiku. Kita tidak akan membiarkan hal-hal luar memengaruhi rumah tangga kita, dan kita akan seperti kata pepatah 'jika kau tidak meninggalkanku, maka aku akan selalu berada di sisimu sampai akhir hayatku'."
Xie Limo bertemu dengan tatapan penuh tekad Yun Bixue, dan pandangannya menjadi serius juga. Dia tersentuh oleh kata-kata wanita itu; mereka telah dirangkai dengan indah. Tanpa berpikir, dia mengulurkan jarinya dan menyegel janji sebelum menjalin jari mereka bersama.
Pada saat ini, dia juga mengingat sebuah puisi: 'bergandengan tangan, kita akan menua bersama'. Dia menantikan masa depan mereka yang indah bersama.