Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Gelap.
Marie terus mengulang-ulang kata itu.
"Sekali lagi Aku sendiri. Mengapa Lili mengatakan hal itu? Aku kan juga ingin mati. Ya benar, aku ingin mati. Aku ingin mati. Aku ingin mati. Aku ingin mati. Aku ingin mati. Aku ingin mati. Aku ingin mati. Aku ingin mati. Aku ingin mati. Aku ingin mati. Aku ingin mati. Aku ingin mati. Aku ingin mati." Kata Marie dalam hati.
"Tapi Aku harus bersyukur atas hidup yang diberikan ini. Sikapku yang seharusnya memang begitu, tapi tidak. KARENA AKU, LILI HARUS MATI. Orang itu juga tidak kelihatan lagi. apa dia juga mati karena menjadi tumbal untukku? jadi sekarang Aku tidak abadi? Aku bisa mati? iya, Aku bisa mati sekarang." Kata Marie.
"Sudah cukup Aku dengan semua ini, tidak ada orang di dunia ini yang menyukai Marie. Tidak ada yang peduli dengan anak nakal sepertiku. Aku anak nakal, karena aku sudah membunuh banyak orang. Aku membunuh orang. Bunuh. Bunuh. Bunuh. Bunuh. Bunuh. Bunuh. Bunuh. Bunuh. Bunuh. Bunuh. Bunuh. Bunuh. Bunuh. Bunuh. Bunuh. Bunuh. Bunuh. Bunuh. Sampai Aku tetap bisa hidup." Kata Lili.
Marie hidup dengan membunuh orang lain.
"Bahkan mungkin Tuhan tidak mau menerimaku. Sangat beruntung jika Aku bisa ke neraka, tapi bahkan neraka saja mungkin akan memuntahkanku. Selamanya Aku akan sendirian, diam, senyap, termenung, gelap, hitam." Kata Marie.
Tapi meskipun begitu, dunia masih memberikan Marie kesempatan kedua.
"Aku akan terlahir lagi ke dunia, ke tempat Ayah dan ibu. Aku bisa kembali ke pangkuan mereka. Kali ini Aku tidak bisa membunuh mereka. Kali ini Aku tidak bisa hidup dengan membunuh orang lain. Aku akan hidup dengan kehidupanku sendiri. Aku bisa mati kapan saja." Kata Marie.
Samar-samar Marie melihat cahaya. Marie berlari ke sana dengan cepat. Lalu tiba-tiba gelap lagi. Kini Marie tidak bisa membuka matanya. Matanya terasa sangat berat. Sekali lagi Marie mencobanya, ah terbuka. Tapi ada yang aneh, matanya hanya berfungsi satu.
Saat ini Marie sedang tidur diatas selimut putih dan ranjang yang empuk. Sekujur tubuh Marie terasa berat, sakit, dan nyeri. Napasnya, tiba-tiba tersengal-sengal. Kemudian mesin-mesin di sekitarnya berbunyi aneh, lampu berkedip merah. Ada perempuan berbaju putih menuju kesini. Itu adalah Suster. Tidak jelas apa yang dilakukannya, Marie kehilangan kesadarannya.
Lalu Marie terbangun lagi. Tidak seperti sebelumnya, ruangannya telah berubah. Tak ada lagi mesin-mesin itu, selang yang sebelumnya berada di hidung Marie juga telah hilang. Marie melihat Bu Rati berada disampingnya, tertidur di ranjang yang berbeda. Lalu tiba-tiba Marie melihat muka Pak Sumi di depan mukanya.
Pak Sumi sadar jika Marie telah bangun. Dia menatap Marie dan tersenyum kepada Marie. Lalu Ia mengelus kepala Marie dengan sangat pelan.
Pak Sumi langsung membangunkan Bu Rati. Bu Rati bangun dengan cepat begitu menyadari jika Marie telah siuman. Bu Rati menangis, sedang Pak Sumi mengelus kepalanya juga lalu menuju kembali ke laptopnya untuk bekerja.
"Selamat pagi, Anakku." kata Bu Rati.
Marie tersenyum. Anak itu memperlihatkan mata, pangkal hidung, dan mulutnya saja, selebihnya hanya perban. Ingin Bu Rati memeluk anak itu, tapi tentu dia tahu kalau dia melakukannya, tubuh Marie akan remuk.
Bu Rati harus puas dengan memandangi anak yang telah bangun itu dengan air mata bahagia di matanya. Saat Marie ingin beranjak bangun, rasa sakit yang hebat menjalar pada sekujur tubuhnya.
"Au!" Kata Marie kesakitan.
"Jangan banyak bergerak dulu, Jahitannya masih belum kering." Kata Bu Rati.
"Pak, tolong panggilkan suster kesini, bilang kalau Marie sudah siuman." Sambung Bu Rati.
"Ah iya bu." Kata Pak Sumi.
Pak Sumi keluar dan tiba-tiba Pak Sumi menerima panggilan telepon. Seusai memanggil suster, Pak Sumi duduk di kursi depan ruangan Bu Rati. Suster masuk ke dalam, Pak Sumi tetap di luar.
"Assalamu'alaikum." Kata Pak Sumi.
"Waalaikumsalam, apa Marie sudah bangun?" Kata Pak Warno.
"Bagaimana bisa tahu?" Kata Pak Sumi.
"Oh benarkah? ah tidak, itu hanya tebakanku saja karena Kamu menyerahkan laporanmu sekarang." Kata Pak Warno.
Sekarang adalah jam 8 pagi. Tidak pernah sekalipun Pak Sumi menyerahkan laporannya pada pagi hari karena sifat perfeksionis Pak Sumi. Namun kali ini Pak Sumi langsung menyerahkannya.
Operasi berhasil. Pada jam 12 malam lalu Marie di pindahkan dari ICU ke ruangan biasa karena kondisinya yang sudah stabil. Bu Rati ngotot (1) untuk membawa Marie ke kamarnya. Marie bisa dipindahkan ke ruangan biasa karena Marie telah siuman dan alat bantu pernapasan yang dipasang malah membuat anak itu tersedak.
"Jadi karena Marie sudah bangun, bisakah Kamu ke kantor sekarang?" Kata Pak Warno di telepon.
"Hei, tolonglah Aku masih butuh tidur." Kata Pak Sumi.
Suster yang tadi masuk, tiba-tiba keluar lagi dengan tergesa-gesa.
"Jangan membohongiku, bukannya habis ini Kamu tidak bisa tidur karena anakmu sudah bangun?" kata Pak Warno.
"I-iya juga, yah baiklah Aku ke kantor dalam 30 menit." Kata Pak Sumi.
"Maaf ya, karena satu jam lagi kita rapat, sama kepala bagian yang lain juga. Assalamualaikum." Kata Pak Warno.
"Ya, Waalaikumsalam." Telepon berakhir.
Pak Sumi lalu masuk ke dalam kamar Bu Rati lagi. Disampaikannya kepada Bu Rati jika dirinya akan ke kantor. Pak Sumi berpesan kepada Bu Rati agar tetap disini beristirahat.
"Nanti sore Aku akan kembali ke sini, ah Aku juga sekalian kasih bayaran ke mbok Tayo." Kata Pak Sumi.
"Iya pak, digenapkan saja jadi sebulan pak." Sahut Bu Rati.
Mpok Tayo, pembantu di rumah Pak Warno, selama sebulan ini, dua kali seminggu, pada malam hari, atas permintaan Pak Sumi, ke rumah Pak Sumi untuk bersih-bersih rumah.
"Kalau begitu Aku pergi dulu, Assalamualaikum." Kata Pak Sumi.
"Pak, sarapan dulu." Jawab Bu Rati.
"Nanti saja-" Kata Pak Sumi terpotong.
"Pak, sa-ra-pan dulu. Itu tasku ada roti." Kata Bu Rati.
"Hm, ya." Kata Pak Sumi.
"Ini makan juga sisa bubur Marie." Kata Bu Rati.
"Huh? Ya, ini." Kata Pak Sumi sembari memberikan setengah Rotinya untuk Bu Rati.
"Apa-" Kata Bu Rati terpotong.
"Sa-ra-pan dulu. nih!" Kata Pak Sumi.
Marie terlihat gusar saat Ayahnya pergi. Dia menggerak-gerakkan tubuhnya, tanda tak nyaman, walau terasa sakit. Tahu jika Marie sedang khawatir, wanita itu pindah tidur satu kasur dengan Marie dan mengatakan kalau ayahnya hanya pergi bekerja dan sore nanti akan kembali. Kemudian Marie mengangguk.
Tak lama setelah itu dokter jaga dan suster datang ke kamar. Bu Rati kena marah karena ikut duduk diatas ranjang Marie. Bu Rati malah memarahi balik dokter jaga itu. Meski begitu Bu Rati tahu diri dan kembali ke tempat tidurnya. Marie menjadi sedikit gugup melihat ibunya marah.
Berdasarkan pemeriksaan dokter, secara ajaib operasi transplantasinya sukses. Hanya terdapat satu bola mata yang tidak sinkron lantaran otak bagian tengah yang gagal untuk menyatu. Untung bagi Marie, karena hal ini tidak menimbulkan efek berantai dan hanya berpengaruh pada penglihatannya.