webnovel

My Slave, My Servant, My Daughter

kisah tentang Pak Sumi, seorang intel kepolisian yang berhasil membuka kedok rumah Bordil dan menemukan hal yang lebih buruk daripada PSK (Pekerja Seks Komersial) yaitu menemukan seseorang yang akan merubah hidupnya untuk selamanya. kisah tentang keluarga, masa lalu, dan ambisi seorang anak. Kisah tentang suatu keluarga kecil yang berperan besar dalam beberapa kasus skala nasional, masa lalu yang penuh dengan intrik, persahabatan, juga kengerian dan kekejian, serta ambisi seorang anak untuk mendapatkan kepercayaan, cinta dan kasih sayang... ah dan juga tubuh. Cerita akan berkutat pada Marie dan Pak Sumi, lalu orang-orang yang terdekat seperti Bu Rati (Istri Pak Sumi), Tiga anggota daun Semanggi (Clover), dan tokoh antagonis. Apakah Marie bisa mendapatkan apa yang diinginkannya? berakhir bahagia atau tidak, itu semua pilihan anda, pembaca. *Penulis sangat tidak menyarankan untuk dibaca oleh anak-anak tanpa pengawasan Orang tua. Isi konten dan konflik cerita sangat mungkin TIDAK SESUAI untuk anak-anak (atau mungkin sebagian remaja baru). dimohon kedewasaan pembaca. **pict source: https://www.trekearth.com/gallery/Africa/photo1403560.htm

Cloud_Rain_0396 · Horror
Not enough ratings
102 Chs

Pergolakan Dua Jiwa dalam Satu Raga

(di dalam diri Marie.)

Satu tubuh dengan dua otak yang berbeda.

Satu raga dengan dua pikiran yang berbeda.

Dua otak yang dipaksa untuk menyatu, kini sedang berembuk untuk menentukan siapa yang akan melebur. Dalam hukum rimba, yang kuat akan memakan yang lemah, yang lemah akan termakan dan menjadi energi untuk yang kuat, memakan atau dimakan.

Kondisi ini yang dirasakan oleh raga Marie sekarang. Satu tubuh tidak bisa digunakan untuk dua pikiran sekaligus (atau mungkin dua setengah).

Danau dingin di tengah musim gugur adalah latar tempat ruh Marie berada. Marie duduk di tepi danau, menunggu reuni dengan seorang teman yang juga menjadi seorang kakak angkatnya, Lili. Di dalam kesendirian itu Marie diam. Dia duduk di samping danau ditemani semilir angin ke arah depan.

Marie melihat citra dirinya di pantulan air danau. Seorang cantik nan manis dibalut oleh gaun berwarna putih.

"Kamu cantik, kamu manis, kamu tidak akan menghilang, tenang saja." Kata seorang perempuan.

Suara itu menggema di telinga Marie. Marie celingukan. Baru kemudian Ia sadari jika suara itu terdengar dari bajunya sendiri. Aquastor menjadi gaun yang dikenakan Marie saat ini. Lalu Marie diam kembali dan tertunduk memandang pantulan citra wajahnya di tepi danau.

Kemudian terdengar suara dari arah belakang. Angin kencang berhembus ketika Marie balik badan. Marie menutupi matanya karena banyaknya daun dan pasir yang dibawa oleh angin menerpa mukanya. Ia melihat seorang gadis mendatanginya. Samar-samar Marie tahu jika itu adalah Lili. Perbedaan tinggi sekitar 10 cm -lebih tinggi Lili- pun sama seperti saat di dunia nyata.

Lili berlari ke arah Marie yang sedang berdiri. Lili lalu memeluknya dengan riang gembira, seakan seseorang yang tidak pernah bertemu untuk waktu yang lama. Suasana senang itu hanya dirasakan oleh Lili. Berbeda dengan Lili, Marie semakin tertunduk lesu. Marie tahu jika ajalnya makin dekat.

"Marie?" Kata Lili yang melihat adik kesayangannya itu tertunduk.

Marie yang tertunduk lalu mengangkat kepalanya. Marie melihat Lili dan berkata,

"Tidak ada apa-apa Li-, kakak." Kata Marie tersenyum pasi.

Lili mengerutkan dahinya dan tersenyum melihat Marie yang seperti itu. Baik Marie maupun Lili sudah tahu apa yang akan terjadi setelah ini.

Kemudian tangan Marie ditarik oleh Lili, maksud hati ingin mengajaknya bermain. Namun ternyata tangan Marie putus. Tangan yang ditarik oleh Lili, putus sampai ke bahu. Lili tak sadar sampai dua langkah ke depan, setelah Ia menengok ke belakang, ternyata hanya tangan kanan Marie saja yang terbawa.

Darah dengan cepat memberi warna merah pada gaun putih yang dikenakan Marie. Lili kaget bukan main. Rasa senangnya telah hilang berganti dengan campuran perasaan sedih, jijik, rasa bersalah dan kasihan. 'Hanya karena tarikan tangan bisa membuat tangan putus' kurang lebih begitu yang di rasakan oleh Lili.

"Kenapa?" Lili tidak bisa menyelesaikan kata-katanya.

Lili tertegun, dan menghampiri Marie yang sedang berdiri. Kulit Marie menjadi lebih pucat karena banyaknya darah yang keluar.

"Kakak, gantikan Marie disini ya." Kata Marie.

"Apa maksudmu? gantikan apa? Marie!" Kata Lili menatap ke Marie.

Tiba-tiba angin kencang berhembus kembali. Kali ini lebih kencang daripada yang lalu, sampai-sampai ranting dan daun banyak yang terseret arus angin.

"Gantikan Marie. Kakak, sekarang kita ada di pikiranku. Tolong, Kamu..." Kata Marie terhenti tatkala suara yang lebih besar menggema.

"Hentikan Marie! Kamu masih bisa hidup!" Kata Suara itu.

Suara yang jelas menggema di telinga mereka berdua.

"....harus menggantikan Marie disini. Aku berikan tubuhku padamu kak." Lanjut Marie.

"Apa maksudmu Marie! Apa Kita tidak bisa bersama?" Kata Lili.

"Kita? bersama? Tidak bisa. Karena kita berdua telah-" Jawab Marie terpotong.

Kemudian salah satu ranting kecil pohon yang tertiup angin menyambar kaki Marie, hingga menyebabkan kaki kirinya putus. Kini Marie kehilangan keseimbangannya, dan jatuh ke depan. Lili, dengan segenap kekuatannya, mendekap badan yang tumbang itu. Lili duduk sambil menyangga badan Marie. Namun,

"aaargh!" teriak kesakitan Lili.

Tangan Lili putus karena tak kuat mendekap badan Marie.

"Kamu juga kak. Kita tidak punya banyak waktu." Kata Marie.

Marie tahu waktu mereka semakin sedikit dengan melihat tangan Lili yang juga putus dengan mudah.

"Marie...." Kata Lili.

...

Sekarang ini adalah operasi terakhir, saat otak mereka disatukan. Otak Marie, sebuah inang yang telah kehilangan beberapa fungsi pentingnya, kini mendapatkan tambahan 'onderdil' dari luar. Meski tim dokter sempat ragu pada saat-saat terakhir, tapi Bu Rati bersikeras untuk tetap melanjutkan operasi bagian otak.

Transplantasi otak secara langsung sangat tidak mungkin. Tidak ada yang pernah melakukan hal ini sebelumnya. Penyebabnya sederhana, Otak itu bagian tubuh yang sangat rumit. Apalagi dengan kasus Marie yang hanya memindahkan setengah otak dan harus menyambungkan semua syaraf agar tertaut satu sama lain.

Kemungkinan operasi ini berhasil mendekati 0. Ini yang dikatakan oleh ketua tim dokter yang memimpin operasi ini. Meski begitu, ke-20 dokter yang terlibat dalam operasi ini tak bisa memikirkan simulasi apa yang akan digunakan agar dapat 'membangkitkan' Marie, selain dengan transplantasi otak.

Mati. Apalagi dengan kondisi otak pendonor yang telah mati. Semua tim dokter sepakat jika operasi ini akan gagal. Namun Bu Rati berkehendak lain. Dia bersikeras agar anaknya itu diselamatkan.

"Tidak ada yang namanya kemungkinan 0, Kemungkinan 0 baru terjadi saat Kita tidak mencobanya, ini adalah satu-satunya pilihan yang Kita miliki sekarang. Aku mohon, tolong." Kata Bu Rati kepada para dokter saat rapat terakhir sebelum operasi terakhir dimulai.

Para Dokter jadi segan jika tidak melanjutkan operasi ini. Selain itu, ada yang terbesit juga dalam pikiran jika hal ini akan menjadi kesempatan untuk melakukan percobaan. Jika beberapa dokter pernah mempelajari transplantasi otak melalui buku - atau mungkin hanya riset tertulis dengan disertasi mereka - kini mereka dapat kesempatan untuk praktik langsung. Meski hal ini termasuk kategori malapraktik.

...

Marie ingat apa yang terjadi hingga hari ini. Kilas balik kehidupannya selama ini yang sempat terlintas di pikirannya pun terlintas dalam ingatannya. Ini berbeda dengan Lili yang tidak ingat apa-apa. Lili tiba-tiba terbangun di sebuah hutan. Lalu didepannya ada sebuah danau dan Marie. Lili pun menuju ke sana tanpa berpikir panjang.

"Marie, Aku tidak mau kehilanganmu." Kata Lili.

"Lili.. Aku yang akan pergi. Aku sudah tidak kuat berada di sini." Kata Marie.

Meskipun suara yang sama meronta-mengatakan sesuatu yang juga sama,

"hentikan Marie! Kamu masih bisa hidup."

Namun Marie tetap berkata Dia akan mati. Dia memilih untuk mati.

"Tidak Marie, suara itu mengatakan kalau kamu masih bisa hidup." Kata Lili.

"Kakak." Kata Marie.

Marie tidak menyangka bisa mendengarnya. Begitu pula dengan Aquastor.

"Lili, namamu Lili kan, dengarkan ini, Marie masih bisa hidup!" Kata Aquastor.

"Iya kan Marie, Marie masih bisa hidup. Aku akan menghentikan darahmu dulu." Kata Lili.

Lalu Lili terdiam karena melihat kedua tangannya putus. Lili yang tampak kebingungan membuat Marie tersenyum. Marie tersenyum melihat Lili yang masih berusaha menolongnya.

"Kak, Kamu tahu, Aku sudah lama sekali hidup di sana. Banyak, banyak sekali pengalaman yang telah Aku lalui, kebanyakan pengalaman buruk sih, ahaha." Kata Marie.

Lili diam mendengarkan perkataan adiknya.

"Ditampar oleh bapak sendiri, dipotong tangannya oleh ibu, dijual ke orang lain, disekap di tempat yang gelap, kelaparan, kesakitan, diam sendirian..." Lanjut Marie.

"Marie." Kata Lili.

"Ah maksudku, hei Aku sudah mengalami itu semua loh. Suara yang kamu dengar tadi, itu adalah suara sesuatu yang terus membantuku. Sesuatu itu menjadi teman disaat Aku sepi. Dia mungkin telah menjadi seseorang yang berharga bagiku. Lalu akhirnya seseorang menyelamatkanku, orang itu menyambutku, menyayangiku, membuatku sebagai bagian dari keluarganya. Kemudian Aku bertemu denganmu, Lili." Kata Marie.

"..." Lili diam.

"Tapi kak, Kamu tahu, baru kusadari kalau alasanku bisa hidup selama ini adalah dengan membunuh orang lain. Aku hidup, tapi orang di sekitarku mati. Setiap saat selalu begitu, tidak ada berubah disini. Maka dari itu, Aku sudah cukup dengan ini."

"Bicara apa kamu, Marie!" Aquastor semakin panik.

"Itu yang terjadi selama ini. Kalau kupikir lagi Aku harusnya sudah mati sejak lama ahaha." Kata Marie tersenyum.

Sejalan dengan itu, tubuh Marie kian lama kian melemah, memudar, seolah hilang bersama angin. Lili menatap kosong dengan pandangan ke bawah. Lili seolah terlalu syok melihat Marie.

"...Tidak." Kata Lili lirih.

"Maafkan aku kak, kita sudah tidak bisa bersama lagi." Kata Marie.

"Tidak, tidak, tidak, tidak, tidak, tidak, tidak, tidak, tidak." Kata Lili semakin cepat.

"Seharusnya kita tidak pernah bertemu, li... li" Kata Marie dengan tersenyum.

Kini sekujur tubuh Marie mengeluarkan cahaya putih dan hampir transparan.

"Marie!!" Kata Aquastor.

Aquastor semakin panik melihat Marie yang sekarat. Pasalnya jika Marie mati, dia akan mati juga. Namun, di tengah kondisi yang tidak mengenakkan itu, Lili teringat oleh kata-kata Marie. Lili seperti sedang tersambar petir saat ingat hal ini.

Anak dengan pikiran dangkal seperti Lili hanya akan memikirkan bagaimana caranya mencapai tujuan dengan satu jalan yang sangat sederhana yang dapat dipikirkan.

"Marie, Kamu tidak akan mati!" Kata Lili

Mendengarnya, Marie diam dan menutup mata. Marie seperti tua bangka yang sudah siap dijemput oleh malaikat pencabut nyawa. Tapi, diam Marie diganggu oleh Lili. Marie membuka matanya tatkala Terdengar suara baju yang robek. Baju itu sedang sedang dicabik-cabik Lili menggunakan mulutnya.

"Lili!" Kata Marie sembari membuka matanya.

Hal yang dilihatnya adalah Lili yang sedang mencabik baju merah putihnya hingga robek.

"HMMHMMMHMM?- blueh!" Kata Lili yang sedang membuang kain yang ada di mulutnya.

"Baju ini kan yang tadi berbicara? nah Baju itu sekarang sudah mati. Sekarang Marie bisa hidup kan?" Kata Lili

"Kakak...." Kata Marie.

Aquastor yang menjadi baju diam tanpa kata. Dia tak menyangka akan hilang karena barisan gigi anak kecil yang mencabiknya. Namun Lili tidak melihat tanda-tanda hidup pada Marie lantaran Tubuh Marie terus memudar.

"Ma-Marie? apa yang kurang?" Kata Lili.

Marie hanya diam. Dia tidak mau terus menerus hidup jika harus membunuh orang menjadi tumbalnya. Lalu Lili tanpa sadar berkata,

"Apakah tumbalnya harus orang? tidak boleh baju ya?" Kata Lili.

Marie kaget atas perkataan Lili.

"Itu Tidak benar kak, Tidak!" Kata Marie.

Lili sadar jika itu artinya iya. Hanya ada satu pilihan atas hal ini, Lili adalah satu-satunya orang selain Marie disini. Jika Lili ingin Marie selamat, Lili harus menjadi tumbalnya. tapi apa yang bisa anak itu lakukan tanpa kedua tangannya, kedua kakinya juga sibuk memangku tubuh Marie.

"Ahahaha Marie, bahkan untuk membunuh diriku sendiri aku tidak bisa." Kata Lili.

"Sudahlah kak! Jangan!" Marie semakin gusar. Tangan Marie memeras kaos kuning Lili.

"Marie maaf... maaf.... maaf... Aku minta maaf." Kata Lili putus asa.

"Sudahlah kak, tidak apa-apa, tolong gantikan aku sebagai Marie ya. Aku mohon gantikan posisiku. Biar ayah sama ibu tidak khawatir ya, tolong ya Kak Lili." Kata Marie yang terus kehilangan tubuhnya.

Tapi Lili membalasnya dengan senyuman disertai air mata mengucur. Lili menatap mata Marie dalam-dalam.

"Maaf ya... tapi Marie akan hidup." Kata Lili.

Kemudian Lili memutar-mutar kepalanya.

"Kak? Kakak Lili! Apa yang kamu lakukan? Hei, kakak!" Kata Marie.

Marie menggunakan Tangannya yang masih utuh untuk mencoba menggapai kepala Marie untuk menghentikannya. Tapi Lili tak kunjung bergeming. Anak itu malah semakin cepat dan keras memutar kepalanya.

"Kak Lili! Hentikan, Aku mohon hentikan kak!" Pinta Marie.

Krak. Suara leher Lili yang putus. Kepala Lili yang menghadap ke kiri tidak bisa digerakkan lagi. Napasnya mulai tersengal-sengal karena trakeanya terjepit. Lili mati terlebih dahulu karena kehabisan napas, daripada Marie kehilangan darah.

"Lili!" Teriak Marie.