webnovel

My Bastard Man!

Peringatan: Rate: 21+ Harap bijak dalam memilih bacaan. Manora James, seorang wanita yang sangat mencintai Aldrich Hamilton, yang tak lain merupakan kekasihnya sejak bangku perguruan tinggi. Keduanya memilih menikah ketika Aldrich memiliki pekerjaan tetap di perusahaan milik keluarganya. Namun, semakin hari sesak semakin menyelimuti hatinya. Bagaimana tidak, Aldrich yang dulunya sangat perhatian dan sangat mencintainya kini berubah menjadi dingin dan tak tersentuh olehnya. Jangan lupakan kebiasaan pria itu yang kini lebih senang menghabiskan waktu di luar dengan para wanita bayaran. Perlahan Manora mulai bertanya, apa dirinya harus bertahan di tengah dinginnya pernikahan mereka atau memilih pergi dan melupakan segala sakit yang membelenggunya. Manora dilema, antara bertahan dan pergi, apa yang harus ia pilih?

meserrine_ · 现代言情
分數不夠
284 Chs

You're the Daughter in Law that I Want

20

"Kau sudah sembuh?" tanya Nora dengan wajah gembira dan senyum yang terus tersungging

di bibirnya.

"Hm." Aldrich berdehem, tidak ada niat untuk membalas perkataan Nora lebih lanjut.

Nora mengangguk, kepalanya menunduk menatap nampan berisi obat dan segelas air yang di bawanya. Ia pikir Aldrich masih terbaring lemah, itu sebabnya ia datang untuk membawakan obat untuk pria itu.

"Aku pikir kau masih belum sembuh."

"Jadi kau ingin aku terus sakit!" tukas Aldrich yang mendapat gelengan kepala keras oleh Nora.

"Bukan itu maksudku." Nora bukannya tidak ingin jika Aldrich sembuh, justru ia sangat bersyukur jika suaminya itu baik-baik saja.

"Aku bahkan sangat senang mendengarnya. Baiklah aku akan pergi dan mengembalikan nampan ini." Nora berbalik tanpa menunggu respon Aldrich lebih lanjut.

Sedangkan Aldrich kini segera memasuki kamar mandi. Pria itu ingin bersiap-siap dan kembali bekerja. Sangat banyak pekerjaan yang menunggunya di kantor.

Tidak membutuhkan waktu lama kini Aldrich pun sudah selesai bersiap-siap dengan jas dan celana bahan hitam yang membalut tubuh kekarnya. Pria itu menyapukan parfum ke seluruh tubuhnya dan setelah itu keluar dari kamar.

Saat membuka pintu Aldrich mengangkat alisnya ketika Nora malah sudah berdiri di depan pintu kamarnya, tangan gadis itu sudah terangkat ke udara hendak membuka handle pintu kamar.

Wajah Nora yang sempat terkejut karena pintu yang di buka secara tiba-tiba dari dalam kini berubah jadi mengerut ketika melihat pakaian rapi yang di gunakan oleh Aldrich, sepertinya pria itu akan pergi lagi. Bahkan dia baru saja sembuh, apa ia tidak ingin mengembalikan kondisi tubuhnya dan beristirahat lebih lama lagi agar tubuhnya fit? Sepertinya jawabannya tidak ketika Nora melemparkan pertanyaan yang sama.

"Kau ingin pergi kemana?"

"Kantor," singkat Aldrich dengan wajah datar, pria itu menggeser sedikit tubuh Nora dan segera berlalu dari hadapan gadis itu.

Nora berbalik badan, mengikuti langkah Aldrich yang menuruni anak tangga.

"Kau yakin kau baik-baik saja. Kau tidak ingin beristirahat lebih lama lagi?"

"Diamlah!" kali ini Aldrich berkata dengan nada marah, nada suaranya sangat tinggi membuat Nora terkesiap.

Aldrich menghentikan langkahnya tepat saat ini menapaki anak tangga terakhir.

"Sudah ku bilang jangan mengaturku! Kau mengerti dengan bahasa manusia 'kan?" tanya Aldrich dengan tatapan yang sangat tajam.

Nora menunduk, kedua tangannya saling menyatu. Ia memainkan jari-jarinya di depan tubuh benar-benar takut melihat wajah kesetanan yang di tunjukan oleh Aldrich.

"Ma-af," Nora menggigit bibir dalamnya.

Brak!

Sepasang suami istri itu saling menatap pintu utama mansion ketika pintu yang di buka sangat kasar.

"Apa yang kau lakukan Aldrich! Kenapa kau marah-marah pada istrimu!" teriak seorang wanita yang kini sudah berdiri berkacak pinggang di pintu mansion dengan lelaki paruh baya yang ikut berdiri di sebelahnya.

Tatapan tajam Aldrich langsung meredup seketika mendapati sepasang paruh baya yang ada di hadapan yang ternyata adalah kedua orang tuanya.

Senyum Nora mengembang melihat kedua paruh baya itu, dengan cepat ia berlari mendekat dan memeluk Rossalia dan Emilio secara bersamaan.

"Mom, Dad, aku merindukan kalian," seru Nora yang sudah menganggap jika kedua orang tua Aldrich adalah orang tuanya sendiri.

"Oh, sweetheart. Kami juga merindukanmu," balas Rossalia dengan mengecup singkat pipi Nora.

Nora tersenyum dan menjauhkan tubuhnya. Kini tatapan sepasang paruh baya itu tertuju pada Aldrich yang masih berdiri diam di tempat, menyaksikan Nora yang sedang melepas rindu dengan kedua orang tuanya.

"Aldrich, kemarilah. Mom juga merindukanmu. Apa kau tidak merindukan kami?" tanya Rossalia dengan merentangkan kedua tangannya di hadapan putra senjata wayangnya itu.

Aldrich tersenyum lebar, membuat Nora terkesiap benar-benar bahagia ketika untuk pertama kalinya lagi setelah hampir setahun ia tidak melihat senyum suaminya itu. Senyum yang selalu di tunjukkan untuknya 'dulu' sebelum mereka menikah-- ya meski sekarang senyum itu sudah tidak lagi pernah di tunjukkan untuknya.

"Aku juga merindukan kalian," balas Aldrich dengan memeluk kedua paruh baya itu secara bergantian.

"Kau sudah sangat lama tidak lagi mengunjungi kami. Sudah hampir satu tahun Aldrich. Apa kau tidak merindukan kami?"

"Maaf, Mom. Aku benar-benar sibuk."

"Aldrich benar Rossalia, perusahaan yang di kelolanya sangat banyak dan pastinya ia benar-benar sibuk. Dia sudah bukan remaja yang hidup bebas lagi. Dia memiliki tanggung jawab besar. Mencukupi kebutuhan keluarganya dan yang tersulit adalah mengelola perusahaan. Aku pernah mengalaminya." Balas Emilio yang seketika membuat Rossalia mendelik. Merasa kesal dengan perkataan suaminya yang tidak sejalan dengan pikirannya.

"Jika ia memang tidak memiliki waktu, paling tidak selama delapan bulan ini dia mengunjungiku sekali saja. Aku bukan memintanya untuk terus-menerus datang Emilio."

Aldrich terkekeh melihat sikap mommy-nya itu. Sedari dulu perkataan mommy-nya memang tidak boleh di bantah. Jika di bantah sekali saja dia pasti akan memiliki alasan yang membuat musuhnya bungkam. Karena Rossalia yakin jika apa yang di sampaikannya tidak pernah salah.

Aldrich melirik jam yang ada di pergelangan tangannya.

"Mom, Dad. Kalau begitu Aldrich pergi dulu. Aldrich masih memiliki pekerjaan kantor yang harus di selesaikan."

"Kau masih ingin pergi bahkan setelah kami datang? Apa kau benar-benar ingin menjadi anak durhaka?!" Rossalia menyentak, menatap putranya dengan tatapan tajam.

"Mom ...." Aldrich menghela napas sedangkan Emilio tidak ingin menyela. Takut salah bicara dan malah menyinggung perkataan istrinya, sedangkan Nora tidak ingin menyela karena memang setuju dengan perkataan mertuanya. Bukan hanya itu saja, ia juga tidak ingin Aldrich pergi berkerja untuk saat ini karena pria itu baru saja sembuh. Ia ingin jika Aldrich terus berada di rumah untuk memulihkan keadaan tubuhnya agar fit.

"Tapi Mom--"

"Mom tidak ingin menerima alasan apapun. Sekarang kau kembalilah ke kamar dan tukar pakaianmu!"

"Tapi-"

"Aldrich!"

"Baiklah-baiklah." Aldrich menghela napas kasar. Pria itu pun segera pergi dan berlalu dari hadapan kedua orang tuanya untuk berganti pakaian.

Matanya tidak sengaja melirik Nora yang kini sedang tersenyum puas mendengar jawabannya. Tatapan pria itu menajam yang seketika membuat Nora menunduk, Aldrich menatapnya seolah-olah memberikan ancaman mematikan.

"Maaf," gumamnya dengan tanpa suara, hanya menggunakan isyarat bibir saja.

Kali ini Aldrich benar-benar berbalik tanpa peduli sedikit pun dengan perkataan istrinya itu.

Merasa suasana sudah hening karena tidak ada Aldrich yang manjadi objek kemarahan Rossalia. Manora pun mulai angkat bicara.

"Mom, Dad, ayo duduk dulu. Aku akan membuatkan minuman untuk kalian. Sepertinya kalian benar-benar lelah."

"Terimakasih, Nora. Kau memang benar-benar menantu yang ku inginkan," ujar Rossalia dengan mengelus kepala gadis yang ada di hadapannya.

Nora terkekeh kecil mendengar hal itu. Kedua pipinya memerah mendengar pujian dari ibu mertuanya itu.