Matahari sudah mulai menunjukkan kehadirannya, Bian masih terlelap dalam tidurnya. Suara dering handphone yang berbunyi berkali-kali mengusik tidurnya, meskipun begitu Bian masih enggan untuk beranjak dari tidurnya.
Setelah 30 menit berlalu Bian akhirnya memutuskan untuk bangun, ia duduk di tepi ranjangnya mengambil handphonenya yang sudah diam, mungkin lelah setelah sedari tadi berdering dan diabaikan. Bian memeriksa handphonenya, nama atasannya yang tertera di handphonenya, ia menghubungi kembali nomor tersebut,
"halo kak," sapa Bian setelah menunggu beberapa saat,
"hy Bi, maaf ganggu pagi-pagi gini, aku cuma mau bilang kamu bisa nggak pergi buat ganti beberapa bahan dasar yang nantinya kita gunain," Jawab atasannya tanpa basa-basi,
"bukannya kemarin udah fix semua ya kak, bahannya yang itu," tanya Bian penasaran,
"iya sih, tapi tadi pagi kak Tiara ngehubungin aku minta ganti beberapa bahan, katanya kurang nyaman," jawabnya lagi,
"oalah ok kak," jawab Bian santai,
"ntar aku kirimin ya alamatnya, oh ya kalau bisa sore ini jam 3 udah ada ya bahannya, soalnya bakalan di check langsung sama Tiara,"
"kalau misalnya nggak ada gimana kak," tanya Bian,
"ntar aku kirim beberapa alamat tempat kita biasa ngambil bahan, kamu datangi semua tempat ngga papa ya, soalnya ini aku juga nggak tahu kenapa tiba-tiba kak Tiara ngerubah keputusan yang udah fix nya kemarin," lanjutnya menjelaskan.
Setelah sambungan terputus, Bian segera beranjak dari tempat tidurnya dan bergegas untuk mandi, sepertinya Tiara sengaja mempersulit dia setelah apa yang Bian lakukan kemarin malam. Bian juga tidak bisa protes, karena ini haknya Tiara dan dia hanya seorang bawahan yang harus ngikutin atasannya, toh Bian juga harus bertahan di sini agar dirinya tidak di pecat sebelum ia mendapatkan apa yang diinginkannya. Bian sedikit menyesal seharusnya dia tidak terbawa emosi dan tidak mengirimkan foto itu ke Tiara, sudah jelas-jelas Tiara memiliki kekuatan dan kekuasaan di sini dibandingkan dirinya yang hanya pekerja baru.
Setelah Bian selesai mandi dan berpakaian rapi, Bian duduk di depan cermin untuk mempoles sedikit wajahnya. Bian tersadar tentang sesuatu hal yang tidak dia pikirkan sedari tadi, yaitu bagaimana dirinya bisa berada di kamarnya saat ini, bukankah kemarin malam dia bersama dengan Jackran, bagaimana dia bisa tidak tahu perpindahan tubuhnya sendiri, Bian benar-benar melupakan apa yang terjadi malam kemarin, tidak peduli seberapa keras dia mencoba untuk mengingatnya tapi dia benar-benar melupakannya.
Saat tengah berpikir dengan keras bagaimana ia bisa pulang, handphone Bian berdering, ia membuka pesan yang dikirim atasannya yang telah mengirimkan beberapa alamat. Bian segera bergegas agar bisa menyelesaikan tugasnya sesuai target yang ditentukan oleh Tiara, bisa gawat jika Bian tidak menyelesaikan tugasnya apalagi dia tahu Tiara tidak menyukainya, bisa-bisa dia dipecat.
'Tiara profesionalkan ya, dia nggak mungkin terpengaruh masalah pribadi kan,' Bathin Bian meyakinkan dirinya sendiri.
…
Bian mendatangi semua alamat yang dikirimkan, dia mendatangi satu tempat ke tempat lain, dari pagi tadi hingga saat ini jam sudah menunjukkan pukul 1 lewat. Bian sudah mendatangi 3 dari 5 tempat tapi yang dia cari tak juga dia dapatkan. Bian harus bisa mendatangi dua tempat lagi sebelum jam menunjukkan pukul 3, Bian bergegas namun tampaknya hari ini tak berjalan lancar, Bian bahkan belum sempat mengisi perutnya yang sedari tadi mulai berbunyi, Bian baru ingat bahkan malam kemarin dia juga tak sempat makan karena sibuk dengan pekerjaannya dan juga Jackran yang menolak untuk makan bersamanya.
Jam sudah menunjukkan pukul 3 lewat 45 menit, Bian turun dari taksi dan bergegas lari menuju pabrik, sesampai di sana sudah ada ketua pabrik, atasannya dan juga Tiara yang sudah menunggunya dari tadi.
"Bian kenapa kamu datang terlambat," atasan Bian datang menyampiri Bian,
"mana bahan yang kamu cari," lanjutnya tanpa menunggu jawaban Bian yang sedang ngos-ngosan dan berusaha untuk mengatur nafasnya. Sedangkan Tiara yang tengah duduk di sofa di tengah ruangan ini hanya melihat Bian dengan ekspresi ketidaksukaan yang terlihat jelas.
"maaf kak, aku udah datangin ke 5 tempat, tapi bahan yang di cari lagi kosong semua," jawab Bian setelah dirinya bisa berbicara dengan nafas yang masih sedikit ngos-ngosan.
"seharusnya kamu cari cara buat dapetin bahan itu, besok pabrik sudah harus kerja buat mulai menjahit sedangkan bahannya masih belum ketemu, kalau kayak gini semua rencana bisa rusak gara-gara ketidakmampuan kamu," Tiara bangkit dari duduknya dan mendekati Bian,
"ini event besar kita, perusahaan ini tidak bisa mempekerjakan orang-orang yang nggak mempunyai kemampuan kayak kamu," lanjut Tiara sambil terus menghadapi Bian,
"maaf, aku akui ini memang salah aku, tapi aku rasa ini bukan sepenuhnya salah aku, seharusnya kamu ngomongin ini dari awal biar kita juga bisa punya banyak waktu buat cari bahan yang kamu minta,"
"Bian," atasannya mencoba memberhentikan Bian yang saat ini dianggap lancang kepada atasannya,
"kamu yakin mau mempekerjakan orang seperti ini, aku rasa kalau sampai bapak presdir tahu, kamu juga bakal dalam posisi yang sulit," ucap Tiara menatap atasan Bian,
"pecat dia, dan suruh karyawan lain buat ngurusin ini," perintah Tiara,
"aku pikir kamu orang yang professional tapi sepertinya aku salah," Bian menantang Tiara,
"terserah kamu mau bilang apa, pecat dia," perintah Tiara lagi kepada perempuan yang jadi atasan Bian sedangkan dia masih menatap Bian dengan sangat intens.
Tiara meninggalkan pabrik itu dan berlalu, setidaknya saat ini dia bisa menjauhkan Bian dari Jackran tapi melihat Bian sangat tenang membuatnya sedikit gugup.
'tidak mungkin Bian menyerah begitu saja setelah menghilang beberapa bulan, atau jangan-jangan Bian punya rencana besar lagi,' bathin Tiara.
Bian berusaha untuk tenang, dia tahu hal ini akan terjadi padanya. Bian harus menjalankan rencana selanjutnya untuk mendapatkan hati Jackran kembali. Bian sebelumnya sudah menyusun rencana untuk mereka yang mencoba membuatnya keluar dari perusahaan J, Ria dan Tiara menjadi target Bian dalam mengatasi masalahnya saat ini. Bian tidak segera ke perusahaan untuk mengambil barang-barangnya, karena menurut Bian dia bisa tetap bekerja di perusahaan J, Bian sudah mencari cara untuk bertahan di sini.
Bian segera menelfon Fio, dia meminta Fio untuk menemukan dimana Tiara tinggal,
"ngapain kamu nanyain tempat tinggal Tiara," Fio penasaran kenapa Bian harus tahu di mana Tiara tinggal,
"penting banget, ntar gue ceritain," jawab Bian,
"Bi kamu nggak bakalan aneh-aneh kan," ucap Fio yang mulai curiga dengan Bian,
"emang aku bakal aneh ngapain, udah tenang aja, aku nggak bakalan aneh-aneh," Bian tahu sangat tidak mudah untuk membujuk Fio, Fio tidak menginginkan Bian untuk berhubungan dengan Jackran dan teman-temannya kecuali Jei tentunya.
"Bi kita harus hidup dengan tenang dan damai, ngerti, kamu nggak harus berhubungan dengan mereka lagi, toh mereka juga nggak bakalan gangguin kamu kalau kamu nggak mengusik mereka," ucap Fio panjang lebar menjelaskan membuat Bian yang sedikit jengah mendengarnya, sekarang bukan saatnya untuk itu, Fio tidak mengerti apa yang Bian alami ini juga mengganggu kebahagiaannya, dia berhak berjuang untuk hidupnya, untuk mimpi dan cita-citanya,
"iya, gue janji nggak bakalan aneh-aneh, udah buruan," jawab Bian yang masih mencoba meyakinkan Fio,
"ya udah ntar aku kirim, tapi inget kamu harus cerita," ucap Fio lagi mengingatkan Bian,
"iya iya," jawab Bian.