webnovel

Kesalahan Pertama

"Sayang, siang nanti kita makan sate yuk. Soalnya badanku agak lemas." Ajak Lidia pada Gery melalui chat whatsapp.

Lidia memang beberapa hari terakhir nampak kurang sehat, karena kecapekan dan banyak yang harus ia kerjakan. Hari-harinya sibuk ia gunakan untuk melayani pembeli di kios elektroniknya. Ia dibantu enam Karyawan yang sudah bekerja pada kiosnya lima tahun lalu.

Lidia, wanita yang gigih, ulet, dan pekerja keras itu mulanya bekerja pada sebuah pabrik kertas di kotanya. Ia mengumpulkan sedikit dari gajinya untuk memulai usaha di bidang elektronik. Sikap gigihnya ini diwariskan oleh ayahnya yang menjadi seorang pedagang di sebuah pasar. Namun siang itu adalah awal penghianatan terhadap kekasihnya, Gery. Tidak sengaja ia bertemu dengan keponakan Gery ketika mereka sedang menikmati makan siangnya.

"Enak? Mau nambah lagi?"

"Kamu ih, emang aku apaan suruh nambah lagi."

"Kan biar cepet sehat, lemesnya ilang nanti."

"Nggak ah, ini sudah lebih dari cukup. Bissmillah ya, semoga sehat."

Nampak dari belakang mereka ada seorang laki-laki yang memperhatikan. Ia memastikan bahwa mengenal salah satu dari keduanya. Benar saja, tak berselang lama laki-laki itu menghampiri dan menyapa.

"Hey, bro. Apa kabar?" Menepuk bahu Gery dan memandangnya.

"Wah, kamu disini juga rupanya. Alhamdulillah baik, lho sendiri gimana nih?" Ucap Gery sambil mengulurkan tangan untuk menjabat tangan.

"Seperti yang kamu lihat. Aku sehat dan baik-baik saja. Boleh gabung?"

"Gimana sayang, kamu keberatan nggak kalo dia gabung sama kita?" Gery bertanya pada Lidia sambil tersenyum.

"Nggak. Silahkan duduk sebelah kami."

"Terimakasih ya."

"Ngomong-ngomong kamu pulang dari Kalimantan kapan? Kan bisa aku jemput di bandara."

"Ah, aku tak mau merepotkanmu. Kemarin aku pesan grab karena bawaanku banyak."

"Em, begitu. Brati kita bakal sering main bola donk, taulah lama juga tidak main bareng."

"Seru juga ya, aku sudah tidak sabar."

"Gitu ya, aku dijadiin obat nyamuk. Sekalian aja kalian pulang bareng !" Ucap Lidia ketus.

"Hahaha, maaf sayang. Aku belum mengenalkanmu. Ini Irawan, anak dari pamanku. Dia bekerja di Kalimantan menjadi seorang mechanik pada pabrik batubara."

"Salam kenal ya mbak, kalian serasi deh." Kata Irawan pada Lidia.

"Aku Lidia, kita akan jadi sodara ya nanti."

"Iya, aku tunggu undangannya."

Awal perkenalan Lidia dengan Irawan saat mereka makan siang di sebuah warung makan dengan menu sate kambing. Kejadian yang berlangsung 3 tahun lalu. Perkenalan yang biasa saja, namun berlanjut menjadi hubungan yang jauh dari kata teman baru.

Irawan berusia 3 tahun lebih muda dari Gery, saat itu ia berusia 25 tahun. Gery dan Irawan berhubungan baik sejak kecil. Mereka sering bermain, melakukan hobi mereka dan belajar bersama. Setelah lulus dari SMK, Irawan diterima pada perusahaan tambang batu bara. Hal ini menjadikan mereka jarang bertemu dan memiliki waktu bersama. Irawan memilih pulang ke kampung halaman 2 kali dalam setahun. Ia menghabiskan waktu dua minggu liburnya bersama keluarga.

Irawan tak jauh berbeda dengan Gery. Selain tinggi dan bentuk muka yang sama, Irawan juga memiliki jambang dan suka dengan wewangian. Parfum yang ia kenakan tak kalah menggoda dari parfum Gery. Laki-laki yang perfect menurut sebagian wanita. Tinggi, wangi, memiliki jambang dan ramah. Bedanya, selalu memakai topi kemanapun ia pergi dan lebih murah senyum dibanding Gery. Bahkan dengan orang yang baru saja ia temui, ia akan langsung akrab dan melemparkan senyum ke arahnya. Sopan dan menawan.

Pada salah satu momen, Gery dan Irawan memakai jas hitam rapi dan elegan. Mereka berfoto dengan mengembangkan senyum, bak pinang dibelah dua. Wajah yang mirip, tinggi serasi dan berdiri sejajar menghadap kamera. Kaca mata hitam menambah kharisma keduanya. Siapa yang tidak tertarik melihatnya, dua lelaki tampan bersaudara. Foto itu mereka abadikan ketika kakak Irawan menikah dengan salah satu teman Gery, Bukhori namanya.

Makan siang pun selesai. Gery bersama Lidia kembali ke kios masing-masing, counter Hp dan toko elektronik. Sedangkan Irawan memilih mampir ke toko buah membawakan anggur kesukaan ibunya.

Keesokan hari diawali dengan rengekan Lidia pada Gery. Lidia meminta Gery mengantarnya untuk membeli beberapa barang keinginan Lidia. Hari itu bertepatan dengan jadwal Gery mengunjungi peternakan sapi miliknya. Banyak hal yang akan ia lakukan disana, berbincang dengan pekerja, penjaga peternakan dan melihat perkembangan sapinya.

"Maaf sayang, aku tak bisa mengantarmu. Hari ini jadwalku mengunjungi peternakan. Kamu tahu kan seminggu sekali aku harus melakukan rutinitasku ini. Ganti besok saja ya beli tasnya !" Gery beralasan ketika Lidia menghubunginya melalui video call.

"Selalu deh.. Giliran aku butuh kamu, kamunya nggak bisa. Bikin kesel aja tau."

"Ih, jadi gemes aku. Ini semua kan juga demi kamu. Kalau besok aku bisa. Kemanapun kamu mau, aku anterin."

"Akunya yang nggak bisa."

"Memang mau kemana?"

"Kepo. Ya udah, aku sendiri aja. Biar dikira jomlo kan nggak ada yang gandeng aku."

"Idih, ngambek ceritanya. Hehehe, maaf ya sayang. Kapan-kapan pasti aku temenin."

"Ok. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Lidia mematikan teleponnya begitu cepat, terbawa suasana hatinya yang muram. Dia harus pergi seorang diri untuk membeli make up dan tas yang sudah lama ia inginkan. Mungkin sebagian orang lebih leluasa jika jalan sendiri, tapi namanya juga wanita. Beli ini itu biasanya minta pertimbangan ke pasangan. Bagusan yang mana yank? Warna yang ini ngejreng nggak sih, norak kah? Aku malah terlihat lebih tua deh. Ya itulah kerempongan para wanita. Belinya cuma satu, seisi toko dicobain.

Lidia bergegas menaiki motor menuju Purwanto Mall. Salah satu pusat perbelanjaan di kotanya. Hari yang cerah, ia segera menuju lokasi tempat dimana tas itu berada. Tepat pukul 09.00 pagi, ia melihat dan tersenyum puas ketika menyentuh dan mengambilnya. Tas dengan bahan kulit reptil itu berasal dari Ciledug. Tas keluaran Doris Dorothea terbilang simpel, namun elegan. Cocok dipakai untuk acara-acara formal.

Setelah mendapat apa yang ia inginkan, Lidia beralih melihat tas pria. Pandangannya tertuju pada tas keluaran terbaru dan cocok jika dikenakan Gery. Ia menghampiri dan segera meraihnya. namun terlihat tangan putih mulus seorang wanita juga memegang tas itu.

Mereka saling berebut hingga membuat kegaduhan terjadi. Kemudian seorang pria tampan menghampiri mereka berdua.

"Apakah cuma tas ini yang bisa menarik perhatian kalian? Masih banyak disana model yang jauh lebih menarik." Ucap Irawan yang kebetulan juga mencari tas di mall itu.

Suasana menjadi hening sejenak. Keduanya memandang dengan wajah heran dan kaget. Lisa, dia heran melihat pria tampan di depannya memakai kaos berwarna putih, topi dan celana pendek warna hitam. Lidia kaget karena pria itu tak lain adalah keponakan Gery.

Mereka tak sengaja bertemu untuk kedua kalinya. Irawan berhasil menengahi perdebatan kecil dua wanita muda itu hingga Lisa berlalu dan membiarkan mereka berdua di depan tas incarannya.

"Kenapa kamu disini sendirian? Mana Gery?"

"Ah, jangan tanyakan dia padaku. Dia lebih sayang dengan sapinya."

"Oh, dia membiarkan gadisnya berbelanja sendiri. Ya, sekali-kali nggak papa, biar kamu mandiri. hehehe."

"Kalian tak ada bedanya."

"Pasti kamu kesini mau membelikan tas untuknya, sebentar lagi kan Gery ulang tahun."

"Ya begitulah. Tapi entahlah, aku lagi gak mood bahas dia."

"Maukah mampir sebentar sekedar cari makanan?"

"Tawaran yang bagus. Dari pagi belum satupun makanan masuk perutku." Lidia mengiyakan ajakan Irawan.

Awal pertemuan yang tak disengaja pun berlanjut menjadi sebuah kenyaman. Lidia merasakan ada kesamaan antara Gery dan Irawan. Mereka bercerita, tukar pikiran dan tukar kontak whats app. Akhirnya waktu dua minggu yang ia gunakan berlibur tersisa 2 hari. Irawan dan Lidia menggunakan kesempatan itu untuk sekedar mengisi waktu luang, namun kali ini Lidia mengajak Gery.

*

*

*