webnovel

Bu Evelin Menginap di Kediaman Sinto

Setelah itu barulah Sinto menarik tangannya dari mulut guru barunya itu.

"Sinto, kamu mau belajar apa sekarang?" tanya Bu Evelin yang tahu apa maunya anak itu.

"Aku ingin belajar sejarah." ucap Sinto dengan serius.

Bu Evelin mendehem sejenak lalu ucapnya sambil mengambil sebuah buku. Buku itu memang buku sejarah, tetapi di dalamnya ada beberapa kertas.

Karena mereka tahu, pembicaraan mereka sedang di dengarkan diam-diam di depan kamar Sinto.

Kenapa mereka bisa tahu? Bukannya Tina sudah jelas-jelas turun lagi dari kamar Sinto.

Ternyata keahlian Sinto bukan saja membaca bibir, tetapi mendengar langkah, bunyi atau apa saja yang menurutnya aneh dalam pendengarannya. Ia dapat mendengar bunyi-bunyian itu dalam radius seratus hingga seratus lima puluh meter jauhnya.

Tetapi tak lama kemudian. Mereka tahu kalau pendengar diam-diam itu sudah tidak ada. Karena terlihat pintu kamar itu agak bergeser tertutup sedikit. Padahal sebelumnya dari tadi terlihat sedikit agak terbuka.

"Boleh aku tahu kamu dan sopir Pak Bram, serta keluarga pak Brama sendiri?" tanya Sinto sambil sedikit berbisik.

"Jaya maksudmu?" tanya Bu Evelin lagi.

Sinto mengangguk. lalu ia mengambil sebuah remote dan dinyalakan pada sebuah tape cd yang berada di situ.

Tak lama kemudian terdengar suara Sinto yang sedang belajar mengulang-ulang nama-nama pahlawan.

"Kok bisa ada sih cd suara kamu yang mengulang-ulang nama-nama pahlawan seperti itu, bukannya kamu belum belajar sama sekali tentang sejarah bangsa ini?" tanya Bu Evelin tak percaya akan pendengarannya sendiri.

"Aku sudah belajar tentang nama-nama pahlawan sejarah bangsa ini sejak beberapa bulan yang lalu. Tentu saja aku mencoba menyebut nama itu serta menghafalnya. Karena tahun ini kalau tidak salah akan diadakan lomba sejarah seluruh dunia yang diadakan oleh pemerintah kami. Di bulan Desember mendatang." Ucap Sinto sambil tersenyum.

"Memangnya ada cd pelajaran apa lagi?" tanya Bu Evelin yang penasaran terhadap anak itu.

Tanpa meminta ijin dari anak itu yang merupakan tuan mudanya. Karena ia merasa penasaran hendak mengetahui isi seluruh tas Sinto. Mau tidak mau wanita itu segera menarik tas anak itu dan mengeluarkan seluruh isinya.

Betapa terkejutnya wali kelas itu ketika melihat banyak sekali cd pelajaran. Lalu ia menatap mata anak itu.

Sinto pun membalas tatapan wanita itu. dalam hatinya berkata, "Tatapan matamu sepertinya penuh dengan tanda tanya."

Lalu Sinto berkata, "Baiklah. Nanti akan aku kasih tahu. Tetapi tolong jawab pertanyaanku dulu."

Kembali Bu Evelin terkejut. Karena tuan mudanya itu mengetahui isi hati dan kepala dirinya.

Terlihat Bu Evelin memundurkan tubuhnya sambil berkata, "Baiklah aku mengalah. Aku akan menjelaskan dahulu siapa sebenarnya aku, jaya dan Kartika. Serta keluarga ini."

Tak terasa Bu Evelin menitikkan air mata. Di sela-sela isak tangisnya ia berkata, "Kamu sama persis dengan tuan besar, sama-sama pintar." ucap gurunya itu dengan suara terharu.

Dengan perlahan tangan Sinto bergerak menghapus air mata di pipi wanita yang menjadi guru dan sekaligus pengawalnya.

"Terima kasih." Ucap Sinto perlahan.

Wanita itu menatap tuan besarnya dan sekaligus muridnya.

Kemudian ia mulai membuka pembicaraan, "Kami berdua satu bos. tepatnya Saya dan Jaya. Bos kami perempuan. namanya Kartika. Kartika di tugaskan oleh tuan besar ayah Anda mengawasi distrik bagian timur Indonesia. Sedangkan Pak Bramana Putera mengawasi distrik bagian barat Indonesia."

Sebelum bu Evelin melanjutkan ceritanya, "Apakah mereka berdua bersaing dalam bisnis haram?" tanya anak itu dengan tatapan penuh selidik.

Bu Evelin mengambil sebuah laptop dari tas yang ia bawa. Lalu ditunjukkan usaha dan bisnis yang di jalankan oleh bosnya. Bisnisnya itu sebagai besar dari bagian partner bisnis dengan ayah Sinto tuan Kenjiwa.

"Bisnis Bu Kartia semuanya legal, tuan muda tidak perlu khawatir. Mulai dari kelapa sawit, batu bara, dan semen." Kata Bu Evelin memberi penjelasan.

"Apakah artinya mengawasi distrik itu?" tanya Sinto masih bingung dengan pembicaraan mereka berdua itu.

"Begini. Sesungguhnya Bu Kartika adalah salah satu dari sekian banyak orang yang di rekrut oleh kesatuan khusus. Kesatuan khusus ini dibentuk oleh beberapa negara. Dan bekerja sama dengan Group ayahmu. Sebenarnya kesatuan khusus ini terbentuk dari usulan ayahmu."

"Tunggu. Aku masih sedikit bingung. Oke kita mulai dari ayahku. Sesungguhnya ayahku ini tujuan masuk dalam klan mafia tujuannya apa sih. Padahal bisnis ayahku tidak ada yang negatif. Semua positif. Tidak ada satu pun melanggar hak asasi manusia." Ucap Sinto perlahan. Dan kali ini matanya yang terlihat sedikit berkaca-kaca.

Melihat itu Bu Evelin yang kini menghapus air mata yang mau jatuh itu dengan kedua tangannya.

Lalu wanita itu berkata perlahan, "Kamu harus sabar. Aku akan mencoba menceritakan kenapa ayahmu sampai terlibat dengan jaringan mafia ini."

Setelah selesai menghapus air mata di kedua mata anak itu, Bu Evelin bercerita lagi.

"Begini ya Sinto. Pada saat usiamu sekitar enam atau tujuh tahun yang lalu. Sesungguhnya ayahmu memiliki saudara kembar. Namanya Kenjiwa. Sedangkan kembaran ayahmu itu adalah Kenjiro."

Ketika Sinto hendak memotong pembicaraan wali kelas dan juga sekaligus anak buahnya. Akan tetapi tangan wanita itu segera menyentuh bibir anak itu sambil menggelengkan kepalanya.

Terlihat wajah Sinto begitu serius dan agak sedikit tegang.

"Pada saat itu. Kejadian yang ayahmu alami. Juga terjadi kepada saudara kembar ayahmu. Saudara kembar ayahmu juga ditembak mati di depan rumahnya. Tetapi saat itu saudara kembara ayahmu yang bernama Kenjiro adalah ketua gang mafia tersadis di Jepang. Tepatnya di seluruh Jepang. Maka ketika mengetahui kalau Kenjiro melakukan bisnis haram. Maka ayahmu itu hendak membersihkan nama saudara kembarnya di jagat dunia mafia khususnya dan juga di negeri jepang pada umumnya." Sampai di situ wanita itu diam sesaat.

Ketika ia hendak melanjutkan kembali tiba-tiba tangannya Sinto di tempelkan ke bibir wanita itu, sambil menggelengkan kepalanya.

Pada saat itu terlihat telinga Sinto bergerak-gerak. Lalu ia segera mematikan player cdnya. Dan juga menutup laptop kecil milik Bu Evelin. Yang segera di sembunyikan di bawah sofa. Selain itu juga, tas Sinto yang berisi beberapa cd juga segera di sembunyikan di bawah sofa.

Bersamaan dengan itu terlihat pintu kamar di buka dari luar tanpa di ketuk terlebih dahulu. Muncullah Tuan Bramana Putera dengan setelan jas berwarna biru.

"Sinto. Kamu mau ikut dengan papa makan di luar atau mau dibungkus saja?" tanya lelaki mendekati paruh baya itu.

"Bungkus saja, Pa."

"Bu Evelin. Mau menginap di sini? Kalau iya, nanti sekalian saya bawakan makan malam untukmu juga." tanya Pak Bramana yang terlihat tersenyum manis.

Dengan cepat tanpa terlihat pandangan mata Pak Bramana yang terfokus dengan tatapan matanya ke arah wajah Bu Evelin. Jari Sinto menyentuh jari ibu Evelin yang kebetulan saat itu jari mereka memang sangat berdekatan jaraknya.

Bu Evelin itu membalas senyumnya kepada Pak Brahmana sambil berkata, "Kalau di perkenankan, saya akan bermalam di sini. Saya sangat senang sekali. tetapi.."