"Benarkan apa yang ku lihat itu? Wanita itu? Apa iya dia yang merencanakan ini semua? bukankah wajah itu persis seperti wajah Nyonya Sisca, tapi ia jauh terlihat lebih muda, sebenarnya siapa dia? Siapa dia?" gumam Ashilla penuh tanya, dengan suara setengah berbisik.
Membuat Aluna, segera memutar kursi beroda yang Ashilla duduki. Menunjukan hasil dari tangan ajaibnya yang luar biasa.
Ashilla yang kaget hanya bisa tertegun, tanpa suara atau untuk berkedip pun Ashilla tampak sungkan. Ditambah lagi tatapan menohok yang diberikan oleh wanita itu pada Ashilla. Membuatnya semakin gugup saja.
"Jangan sampai ia menyakiti ku atau mengusirku dengan cara lebih hina!" gusar Ashilla dalam hati.
Langkah sepatu tinggi itu mendekat, terdengar jelas suara hak sepatu itu bedegum di ubin, mendekat pada kursi tinggi tempat dimana Ashilla sekarang tengah duduk.
"Nona!" Tunduk seorang pelayan menyodorkan kursi tinggi bernuansa merah tua, dengan kualitas super empuk, tak menyangka jika kursi kesayangan empuk itu ditolak kali ini.
"Tidak perlu!" ujarnya singkat, dengan warna suara yang tegas dan khas, serasi dengan tatapan matanya.
Langkah wanita itu semakin pasti, mendekat ke arah Ashilla, selangkah demi selangkah, yah tak lama lagi ia benar-benar berhadapan dengan Ashilla.
Dup..dup..
"Jantung ku! Oh tidak, jangan apa-apakan aku!" tolak Ashilla dengan menghalau kupingnya mengenakan rambut halus yang terurai disisi kuping.
Sementara tanpa kaca dihadapnya, sudah tentu tak bisa membuatnya berkutik, apalagi melihat dirinya sekarang, "Apa aku harus bangkit dari kursi ini? atau membiarkan wanita itu menghampiri ku dulu?" tanya Ashilla yang tampak enggan melihat langkah wanita yang semakin dekat saja dengannya.
Tapi terdengar hentakan langkah beruntun menjauh meninggalkan Ashilla, dan menyadarkan gadis itu jika sekarang ia hanya sendiri, tak ada lagi Aluna di dekatnya, dan mau tak mau, perlahan-lahan ia memberanikan diri mengangkat dahinya.
Satu, dua, dan..
"Tiga!" Suara ketus dan tegas itu menimpali suara hitungan Ashilla.
Dugg.. dugg..
Sontak saja jantung Ashilla semakin berdetak tak karuan, "Oh tidak, itu terdengar persis suara nyonya Sisca!" gusar Ashilla dengan wajah pucat pasih, untung saja bibirnya sudah terbalut oleh lipstik merah menyala sehingga membuatnya tampil tak terlalu kecut.
Terasa kedua bahunya tergenggam oleh sentuhan tangan, tangan yang halus juga aroma parfum mahal itu tercium begitu menyenangkan untuk Ashilla hisap.
Walau tubuh Ashilla bergetar, dan tubuhnya yang semula ingin berbalik seketika urung, keberaniannya seakan padam layu.
"Lihat aku! Manis!" Suara itu terdengar memerintah seorang Ashilla yang tengah membelakanginya.
Perasaan dilema menyelimuti Ashilla, "Permainan macam apa ini? Apa yang ia maksud? Apa yang ingin ia perbuat padaku?" pungkas Ashilla dalam canggung.
Wanita dengan suara ketus juga tegas itu sekali lagi mencoba memberikan perintah pada Ashilla, agar ia segera membalik badan dan menghadapnya.
Ashilla yang belum sempat berbalik badan, membuat kedua tangan wanita itu harus menggenggam kasar kedua bahu Ashilla, "Jangan takut manis!" bisik wanita itu.
Bisikan itu terlalu asing untuk Ashilla terima, bahkan ia pun tak mengerti dengan bisikan di sebelah telinganya, sehingga dengan segera ia menoleh, menepis rasa penasarannya.
"Siapa kau?" tanya Ashilla dengan suara bergetar juga mata yang terbelalak bulat, mata indah itu semakin menonjol saja dengan berhias maskara hitam tebal.
Wanita dengan pakaian rapi mengenakan setelan jas dengan rok pendek itu, juga mengenakan high heels tinggi dengan wajah tegas menatapnya tajam, matanya tak kalah indah hanya saja kalah besar.
'Ia terlihat seperti nyonya Sisca versi muda.' gumam Ashilla dalam hati.
Wanita itu mengeluarkan sebuah tab, terlihat ia mencentang beberapa list yang mungkin telah ia buat sebelumnya, atau mungkin pekerjaan lainnya.
"Kenapa kau menatapku begitu manis? Perkenalkan aku Shierly, kembaran Gernald," sodor wanita itu pada sebelah tangannya untuk dijabat oleh Ashilla.
"A.. apa? Ka…Kau!" mata Ashilla terbelalak seolah tak percaya, menyaksikan wajah nyonya Sisca muda yang begitu persis.
"La.. lalu apa maksudmu dengan ini semua?" tanya Ashilla dengan suara gugup.
"Ah sudahlah, aku hanya ingin kau bisa bersaing sehat dengan Steffy, aku di pihakmu," ucap Shierly dengan tersenyum setengah bibir.
"Benarkah?" Ashilla masih terlihat bingung, yah.. dia masih tak percaya, mendapatkan dukungan dari kembaran Gernald, sedangkan mama dan papa Gernald terlihat jelas menolaknya.
"Ayo! Kita segera menuju ke tempat makan malam!" ajak Shierly pada Ashilla.
Membuat Ashilla hanya mengikuti langkah Shierly dari belakang, gadis polos itu melirik sedikit bayang dirinya di kaca gelap mobil, ia seakan tak percaya, yah, melihat wajah siapa yang ada di bayangan itu, seorang gadis modern dan cantik, kedua jarinya memegangi spontan wajah yang sudah terbalut make up, dan mencubit pelan pipinya.
"Aw.. Sakit!" teriak Ashilla, dan itu berarti menandakan bahwa ia tak bermimpi.
Membuat Shierly hanya sedikit menertawakannya, "Dasar kampungan," gumam Shierly dengan nada sumbing.
Tinttt…
Suara klakson mobil mewah itu memekikan telinga, membuat keduanya cepat menoleh, nampaknya itu tanda mobil yang akan Ashilla dan Shierly naiki.
Benar dugaan Ashilla, seseorang telah bersiap membuka pintu sebelahnya, mempersilakan Shierly dan Ashilla naik.
"Cepat naik!" seru Shierly pada Ashilla.
Shierly pun bersiap memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi, memboyong Ashilla ke acara makan malam mewah, makan malam mewah yang diadakan dalam rangka hari peTitaan pernikahan nyonya Sisca dan Pak Herry.
Acara makan malam itu sengaja diadakan di hotel bintang lima ternama di ibukota, mengingat papa nya pak Herry adalah pemilik beberapa hotel terkemuka.
Lagi-lagi wajah itu dibuat terpukau, terpukau akan hotel yang mewah dan megah, bangunan hotel itu begitu menjulang tinggi, juga tak kalah dengan tugu Monas.
Ashilla nampak memperhatikan sekitar, dengan tatapan penuh kekaguman, tapi tetap saja ia berjalan getir dengan lamban menggunakan high heels yang tak nyaman, juga dress yang terlalu ketat baginya. Itu benar-benar bukan style berpakaiannya.
"Hei kak Shierly tunggu! Mau dibawa kemana aku?" tanya Ashilla dengan suara bergetar.
"Tak usah banyak tanya! Ikuti saja aku!" seru Shierly dengan jawaban singkat.
Sementara kaki Ashilla kini terasa lemas, ujung jari-jari itu mulai terlihat memerah dan sebentar lagi akan ada goresan luka dari alas yang ia kenakan.
"Aku benci ini!" celetuk Ashilla untuk hari ini.
Tapi Ashilla terlalu takut untuk berlalu pergi dan pulang begitu saja, ditambah lagi ia tak tahu dimana keberadaannya sekarang. Jadi ia terus mengejar langkah kak Shierly yang terasa terlalu cepat untuk Ashilla ikuti.
Tercium aroma makanan telah menyapa kedatangannya, benar saja, sebuah ruangan besar dengan meja raksasa, yang sudah dipenuhi oleh makanan enak.
Membuat mata Ashilla enggan berkedip, apalagi ketika melirik isi meja, dengan menu lobster berukuran jumbo dengan asap mengepul, lalu disiram oleh sausnya, itu benar-benar membuat ludah tercecer.
Membuat Ashilla hanya meneguk ludahnya dalam. Merasakan sensasi kenikmatan itu.
"Nona, kau sedikit terlambat, mejamu sebelah sana!" Tunjuk sang pelayan hotel mengarah ke meja besar yang nampak sudah dipenuhi beberapa orang, termasuk Shierly.
Ashilla menoleh, dan baru sadar jika ia jauh tertinggal oleh Shierly, menyusul dan tiba di meja itu, Ashilla mendapati punggung beberapa orang yang ia kenal,
"Meja itu!" tunjuk Ashilla.
Pelayan itu nampak mengiyakan, dan berlalu meninggalkan Ashilla.
"Ha bukankah..?" Langkah nya semakin getir.
Seorang gadis nampak berdiri dan melambaikan tangan pada Ashilla, seolah mengajaknya untuk cepat bergabung, walau ia sedikit ragu tapi Ashilla mencoba berlarian kecil dan mendekat.
"Steffy," Mata Ashilla membulat terlihat ia terkejut, mendapati Steffy yang berlaku ramah padanya.
Sementara kekasihnya Gernald telah ada dan duduk di sebelah nyonya Sisca, "Ku kira mereka melupakan ku! ternyata..!" Ashilla nampak senang dan terharu.
"Duduklah sayang!" Ajak Gernald pada Ashilla, dengan menyiapkan sebuah kursi di sebelahnya, dimana kursi itu berhadapan langsung dengan wajah tegas nyonya Sisca.
"Ya benar, duduklah Ashilla!" Ajak Steffy dan Shierly dengan kompak. Semuanya terlihat ramah pada Ashilla kali ini.
"Te.. terimakasih!" ucap Ashilla dengan suara pelan dan kedua pipi yang merona merah.
Walaupun gadis itu sekarang nampak anggun dengan gaun mahal dan juga riasan bak putri, tetap saja mata nyonya Sisca memandang rendah, tetap saja ia tak selevel dengan keluarganya.
"Dasar penjilat!" desis Nyonya Sisca dengan melirik tajam wajah Ashilla.
"Mari sayang! Ayo mah, pa, kak kita lanjutkan makannya! Bukankah sekarang tak ada lagi yang kita tunggu?" pungkas Gernald dengan mempercair suasana.
Wajah murung itu kini menyelimuti nyonya Sisca, kedua tangannya menghempaskan kasar sendok juga garpu, meletakkannya dengan segera.
"Tidak! Mamah tidak bernafsu lagi!" hempas Nyonya Sisca pada sendok garpu nya dengan kasar.
Suara kasar dan tegas itu tak elak membuat Ashilla sedikit tersinggung, "Apakah ini semua karena kehadiran ku?" gumam Ashilla pelan.
"Mamah, malu, ini tempat umum," bisik Shierly yang mencoba menenangkan Nyonya Sisca.