webnovel

Istri Supermodel (For Sale!)

Impianku sebentar lagi jadi kenyataan! Tidak lama lagi aku akan tiba di Itali dan tampil di Milan Fashion Show! Foto-fotoku akan dimuat di semua majalah fashion di seluruh dunia! Akhirnya, semua pengorbanan dan kerja kerasku nggak bakal sia-sia! Tapi kenapa impianku justru jadi mimpi buruk!? Ayah tiba-tiba mengajakku untuk bertemu seorang CEO muda yang sombong bukan main. Katanya, untuk kelancaran usaha keluargaku, aku mulai sekarang jadi calon istri CEO itu! Aku tidak mau menikahinya! Kenal saja tidak, apalagi sampai cinta, tapi sekarang aku harus mengorbankan impianku demi jadi ibu rumah tangga!? Bagaimana dengan impianku? Apa usaha dan pengorbananku sia-sia? Apa maunya CEO paling sombong sedunia ini? Apa dia pikir uang bisa membeli cintaku? ****************************************** Halo pembaca baik hati, terimakasih sudah membaca Istri Supermodel (For Sale!) Untuk tetap update Istri Supermodel dan cerita-ceritaku yang lain, bisa follow facebook dan instagramku ya! FB: https://www.facebook.com/jane.wick.961556 IG: @renatawordsmith Terimakasih pembaca baik hati, Happy reading ^^

Renata99 · 现代言情
分數不夠
1252 Chs

Daniel Pangestu  

Setelah selesai berbicara dengan Harold di telepon, Lilia memanggil taksi dan pergi ke salah satu universitas negeri terbaik di kota itu. Menurut jadwal kegiatan Daniel, adiknya itu seharusnya sedang latihan basket di kampus. Karena Lilia sendiri sedang tidak ada kegiatan, dia memutuskan untuk pergi menengok adiknya. Daun-daun yang gugur berserakan di sepanjang jalan yang dilewatinya, pertanda bahwa musim kemarau hampir berakhir.

Saat Lilia turun di depan gerbang kampus, dia melihat sesosok pemuda yang bertingkah mencurigakan. Pemuda itu berlari ke arah gerbang seolah berniat pulang seusai kelas, tapi dia terus-terusan menoleh ke belakang. Sikapnya seperti sedang dikuntit oleh seseorang.

"Apa yang kamu lakukan?" Lilia berhenti di depan pemuda itu dan membuatnya terlonjak kaget. "Daniel." Lilia bersedekap sambil menatapnya curiga.

"Wah! O-Oh…ternyata kamu, Kak." Adik Lilia yang lebih muda 4 tahun itu mengelus dadanya dengan lega. "Kenapa kamu datang ke sini?"

Lilia harus mengangkat wajah untuk bisa menatap Daniel, yang tingginya mencapai 185 cm. Pemuda itu memakai seragam basket dan wajahnya basah kuyup oleh keringat. Rambut pendeknya yang berwarna cokelat tua sama seperti ibu mereka juga tampak lembab. Lilia tidak habis pikir mengapa adiknya masih berolahraga di tengah cuaca sepanas ini.

Dia mengeluarkan tisu dan menyuruh Daniel mengelap keringatnya. "Ayah dan Ibu pergi ke Jakarta seperti biasa. Aku sedang kosong hari ini, jadi aku mampir ke sini untuk menengokmu." Jelas Lilia.

Daniel menerima tisu itu dan mulai mengelap wajahnya. "Lagi? Bukankah mereka baru saja pergi ke sana bulan lalu?" Protes Daniel.

Lilia mengangkat bahu. "Tidak usah pedulikan mereka. Bagaimana kuliahmu belakangan ini? Ayo kita mengobrol di kafe itu." Lilia menunjuk kafe di seberang jalan. Dia tidak sabar ingin segera menyingkir dari panas matahari yang menyengat ini. Pakaian kasual seperti T-shirt dan celana pendek yang dipakainya sekarang tidak dapat melindungi kulit putihnya dari sinar matahari.

Daniel tampak ragu-ragu dan tidak segera mengiyakan ajakan Lilia.

"Ada apa? Kamu sedang sibuk?" Tanya Lilia.

Daniel menggaruk kepalanya sambil salah tingkah. "Yah…hari ini aku ada urusan lain di luar kampus. Bagaimana kalau…?"

"Ah! Itu dia! Kapten!" Teriakan seseorang memotong ucapan Daniel.

Mendengar suara itu, Daniel terlonjak dan wajahnya dipenuhi kepanikan. Tapi sebelum dia bisa melarikan diri, seorang pemuda lain yang juga memakai seragam basket menghampiri mereka.

"Kapten! Kamu mau ke mana?! Apa kamu lupa hari ini kita ada latihan?! Pertandingannya tinggal dua minggu lagi! Kalau kamu tidak ikut latihan, anggota yang lain akan protes!" Anggota tim basket Daniel itu mengomelinya.

Bahu Daniel merosot dan dia menyerah berusaha melarikan diri. "Baik, baik, aku akan segera ke sana." Jawabnya lemas.

Setelah pemuda itu memastikan Daniel tidak akan kabur, dia meninggalkan kakak-beradik itu sendirian.

"Karena kamu sedang sibuk, aku tidak akan mengganggumu hari ini." Lilia berbalik untuk pergi, tapi adiknya itu menangkap lengannya.

"Tunggu dulu, Kak! Um…ada sesuatu yang ingin kubicarakan…jadi…bisakah Kakak menungguku sampai selesai latihan?" Daniel bertanya dengan sikap gugup yang tidak seperti biasanya.

Melihat sikap malu-malu adiknya, Lilia hanya bisa mengiyakan. "Kalau begitu, tunjukkan jalan ke lapangan basket."

Wajah Daniel seketika berubah cerah dan dia terus berceloteh sambil membawa Lilia ke lapangan basket. Pemuda itu memiliki penampilan yang mirip seperti kakaknya yang menjadi model terkenal. Dengan kata lain, ketampanannya lebih menonjol dibandingkan pemuda lain seusianya. Kakak beradik itu menyita perhatian semua orang di kampus dengan penampilan mereka yang menarik.

"Kak, bukankah kamu diundang untuk ikut Milan Fashion Week sebentar lagi? Bagaimana persiapanmu? Apakah berjalan lancar?" Daniel bertanya dengan senyum lebar.

Lilia melirik adiknya dengan penuh kecurigaan. Sejak tadi dia merasa bahwa Daniel berusaha keras membuatnya senang, dan itu hanya berarti satu hal.

"Apa yang kamu inginkan?" Tanya Lilia datar.

"Ah?" Daniel terkejut karena Lilia bisa membaca pikirannya. "Tidak, tidak, aku tidak punya pikiran seperti itu!" Dia buru-buru menyanggah.

"Daniel. Pangestu." Lilia berhenti berjalan dan mengucapkan namanya dengan penuh penekanan. "Kamu pikir sudah berapa lama kita bersaudara? Katakan apa maumu."

Daniel mundur selangkah dan mengalihkan pandangannya. "…bi-bisakah Kakak meminjamiku uang?"

Lilia mengangkat alis. "Bukankah kamu punya kartu kreditmu sendiri?"

Dia masih ingat ayahnya memberikan kartu kredit pada Daniel saat pemuda itu baru mulai berkuliah. Limit pada kartu itu lebih dari cukup untuk seorang mahasiswa.

Daniel menciut mendengar pertanyaan itu. Dia terlihat seperti anak anjing yang ketakutan di depan Lilia. "K-Kartu kreditku diambil seseorang. Aku…"

"Kapten Daniel, kenapa kamu lama sekali?! Ayo cepat kembali! Semua orang menunggumu!" Teriakan salah seorang anggota tim basket menginterupsi Daniel.

Lilia menoleh dan menyadari kalau mereka sudah tiba di dekat lapangan basket.

Daniel terlihat lega karena interupsi ini. "Aku janji, aku akan menceritakan semuanya setelah aku selesai latihan, oke?"

Tanpa menunggu jawaban kakaknya, Daniel kabur menuju lapangan basket. Lilia mengawasinya pergi dengan tatapan tajam.

Siapa yang berani mengambil kartu kredit orang yang memegang sabuk hitam dalam Taekwondo seperti Daniel?