webnovel

PRIA ITU MENDADAK MURUNG

FLASH BACK ON

"Kamu adalah karyawan tercantik di café ini, Indy," ucap Dito pada seorang wanita berkulit putih yang berada di hadapannya.

Malam ini Indy tidak mendapatkan ojek, karena hujan yang mengguyur kota dengan derasnya. Oleh sebab itu, Indy menunggu di kursi café. Mumpung Dito belum pulang dan bangunan itu masih terbuka.

Tiba-tiba saja bosnya menghampiri Indy. Awalnya mereka hanya ngobrol biasa, tapi lama kelamaan pria yang bernama Dito tersebut mengalami hal aneh. Ia merasakan ada getaran yang tak mampu ditahan dalam dada.

"Ah, Pak Dito bisa aja," balas Indy tersipu malu.

Selama ini Dito memang kerap memerhatikannya dari kejauhan. Dito suka melihat kemolekan serta tubuh indah Indy. Jika dibandingkan dengan istrinya, maka Indy akan memeroleh poin lebih tinggi.

"Kamu mau gak jadi pacar Saya?"

Degh!

Siapa yang tidak kaget bila ada yang menyatakan perasaan secara tiba-tiba? Hal itu dirasakan Indy. Badannya spontan tegak mendengar ucapan Dito.

"Pacar?"

"Iya,"

"Bukannya Pak Dito udah punya istri, ya?" Meskipun tidak saling kenal dengan para pekerja, tapi Ira sesekali ikut suaminya ke café.

"Saya udah gak cinta sama dia,"

"Kenapa, Pak?"

"Ira itu kampungan dan gak bisa dandan. Beda banget sama kamu yang cantik ini,"

Dito mulai memberanikan diri untuk menjawil dagu Indy dengan tangannya sendiri. Wanita yang diperlakukan sedemikian rupa pun tidak melarang. Kebetulan Indy sedang single.

"Kalau kamu mau jadi pacar Saya, ntar jatah bulanan kamu Saya yang tanggung deh, tapi kamu harus tetap kerja di sini ya, supaya gak ada yang curiga," kata Dito lagi.

Mendengar penawaran yang menggiurkan membuat saliva Indy nyaris meleleh. Indy merupakan gadis yang jauh dari orang tuanya dan membiayai dirinya tanpa bantuan dari siapapun. Di sisi lain, Indy juga sudah bosan hidup susah. Otomatis ia tertarik dengan ucapan Dito, meskipun pria itu adalah suami orang.

"Bu Ira gimana, Pak?"

"Gak usah pikirin dia. Selama di sini kita jangan dekat-dekat, ya. Masalah Ira biar saya aja yang urus,"

"Emmm. Ya, udah, tapi Bapak bakal kasih saya jatah bulanan, kan?"

"Iya, asalkan kamu juga ngasih saya imbalan,"

Indy memahami apa yang dimaksud imbalan dengan Dito. Dia pun tidak keberatan dan menganggukkan kepala. Tidak peduli jika harga dirinya akan hancur di hadapan bosnya sendiri. Selagi Indy bisa hidup dalam kemewahan, kenapa tidak?

"Aku mau jadi pacar Bapak,"

"Yess!" Dito bersorak dalam hati.

"Kalau gitu kamu panggilnya Mas, ya,"

"Iya, tapi khusus di café panggil Bapak aja, ya. Takut mereka curiga,"

"Siap, Cantik. Kamu jangan tinggalin Mas, ya. Mas gak mau jauh dari kamu,"

"Iya, Mas. Aku janji,"

Keduanya pun berpacaran tanpa sepengetahuan Ira. Dito adalah pria pertama yang berhasil merenggut kesucian Indy dan dia pulalah yang bertanggung jawab atas diri gadis itu. Lambat laun, mereka semakin mencintai dan tak ingin saling berjauhan, hingga Dito mengalami hal tragis sekarang ini.

FLASH BACK OFF

BUGH!

Dito memukul kemudinya saat peristiwa lampau berlarian dalam kepala. Kelakukan Indy dengan pria asing itu kian terbayang tanpa ingin pergi. Saking sakitnya terkhianati, air mata Dito sampai menetes. Padahal pria itu belum pernah menangis karena cinta sebelumnya.

"Apa kurangnya aku di mata Indy? Bisa-bisanya dia main gila sama laki-laki bajingan itu," kata Dito.

"Mungkin Indy hilang rasa karena aku berhenti ngasih dia jatah bulanan selama sakit, tapi kenapa Indy gak sabaran, sih? Aku mana mungkin lepas tanggung jawab." Lagi-lagi ia bersuara di dalam mobil.

Dito memandang kotak perhiasan bewarna merah yang tersemat di dashbord mobil. Perasaannya semakin tidak menentu. Akhirnya Dito memilih pulang untuk beristirahat di rumah.

Malam harinya pria itu terlihat begitu murung. Sejak tadi ia memainkan nasi tanpa berusaha untuk memakannya. Ira selaku orang yang berhadapan dengan Dito lantas saja dibuat heran. Biasanya Dito selalu tertawa dan banyak berbicara, meskipun Ira tidak tahu kalau semuanya sebatas drama.

"Mas?" panggil Ira.

Suara Ira sukses membuat Dito menghentikan aktivitasnya dan melirik ke arah wanita itu.

"Mas lagi ada masalah, ya?"

"Engga, Ira," lirih Dito.

"Muka Mas kusut banget. Cerita aja Mas kalau ada sesuatu,"

Dito membisu di tempat. Tak lama kemudian, dia bangkit dari kursinya dan meninggalkan Ira. Ira hendak menyusul, sayangnya Dito memintanya untuk berdiam diri.

Dito kembali dengan membawa sebuah kotak merah di tangannya. Pria itu berjalan mendekati Ira.

"Apa itu, Mas?"

Tidak menjawab pertanyaan istrinya, Dito pun langsung menyematkan sebuah cincin di jari manis Ira. Sebagai tambahan ia juga memasang kalung di leher wanita itu. Siapa yang tidak kaget diberi kejutan malam-malam begini?"

"Buat kamu," titah Dito mencoba tersenyum.

"Hah? Kenapa kamu beliin aku perhiasan, Mas? Aku lagi gak ulang tahun kok,"

"Karena Mas sayang sama kamu,"

"Wah. Makasih banyak ya, Mas. Aku suka banget,"

Ira langsung menarik lengan suaminya untuk dijadikan sandaran kepala. Ia tidak menyangka kalau Dito masih bisa bersikap romantis.

"Terpaksa aku kasih perhiasan itu buat Ira. Sayang juga kalau dibuang gitu aja," batin Dito berkata-kata.

"Iya. Kalau gitu Mas tidur duluan, ya. Hari ini capek banget,"

"Nasinya gak dimakan, Mas?"

"Engga. Mas masih kenyang,"

"Ya, sudah. Mas duluan aja, karena aku mau beresin sisa makanan di sini,"

Dito menuju kamarnya untuk melepaskan beban pikiran barang sejenak. Sejak tadi ia menanti pesan ataupun telepon dari Indy, tapi hasilnya nihil. Dito beranggapan jika Indy memang sudah tidak mencintainya dan berniat untuk selingkuh. Barangkali sosok asing itu telah memberinya lebih banyak uang dan kehidupan yang layak.

***

Merupakan hari ketiga bagi Indy setelah aksi bejatnya tertangkap basah oleh Dito. Selama itu pulalah dia tidak meminta maaf dengan menghubungi lelaki tersebut. Indy merasa bahwa kesalahannya begitu fatal dan Dito mustahil memberinya ruang maaf. Lagi pula, Indy masih memiliki jaminan jika ia akan mendapatkan keuntungan banyak setelah berinvestasi pada Gilang, sehingga ia tidak perlu mengharapkan uang Dito lagi. Indy mencoba hidup tanpa lelaki tersebut.

Indy juga bersyukur, karena Gilang benar-benar menepati janjinya untuk tidak memberitahu identitasnya pada Abdi. Indy kerap dirundung ketakutan dan selalu bersembunyi di kamarnya.

Sekarang Indy sedang menanti kehadiran Gilang di beranda rumah. Gilang sudah berjanji akan mengembalikan uang serta memberinya keuntungan hasil investasi kemarin. Nyatanya hingga pukul sepuluh malam Gilang tak juga menampakkan batang hidung.

"Lama banget sih. Aku sampai ngantuk nunggin dia," cercah Indy.

Dia pun mencoba lebih sabar dengan menanti Gilang selama satu jam ke depan. Malangnya sosok yang dinanti tak juga hadir.

"Lebih baik kutelpon aja deh dia,"

Indy meraih gawainya yang berada di atas meja beranda, kemudian menempelkan benda piph itu di telinga. Lalu, akankah Indy memeroleh jawaban dari Gilang?

***

Bersambung