Dan, selama satu minggu berikutnya, meskipun mereka tinggal satu atap, Jolene tidak pernah bertemu dengan Mark lagi, Mark selalu keluar rumah pagi-pagi sekali, ia sudah berangkat kekantor sebelum Jolene turun untuk sarapan pagi dan Mark pulang kerumah larut pada malam saat Jolene sudah masuk ke kamarnya untuk tidur.
Dalam jeda waktu itu, tanpa disadarinya, dengan pelan dan pasti, kehadiran Mark seolah telah merongrong pertahanan hatinya, diam-diam Jolene menyimpan perasaan intense pada lelaki yang baru dikenalnya itu. pesona yang dirasakan Jolene saat pertama kali bertemu dengan Mark seakan tertanam kuat dibenaknya, wajah keras nan tampan dan tatapan mata kelabu pria itu seolah memenuhi alam sadarnya, berhasil mengendalikan tubuh dan jiwanya, menghiasi setiap mimpi-mimpi malamnya, membuyarkan konsentrasi belajarnya, dan fatalnya pikirannya seolah dipenuhi segala hal tentang Mark, setiap hari hatinya merindu ingin bertemu kembali dengan sosok pria idamannya itu.
Jolene tahu perasaan yang dipendamnya pada Mark adalah salah. faktanya ia kini masih terikat dengan Jay sebagai kekasihnya, dan kemungkinan Mark juga demikian, ia mungkin juga sudah menjadi suami dari perempuan lain, atau setidaknya sedang menjalin hubungan serius dengan wanita lain, jadi apa yang dirasakanya kini mungkin bertepuk sebelah, "Huft....", Jolene menghempas nafasnya dengan berat, ia berusaha menghibur diri dan berpikir secara rasional, mungkin ini yang terbaik untuknya, untuk tidak dipertemukan dengan Mark lagi, dengan begitu memudahkannya untuk mengubur harapannya menjadi kekasih lelaki impiannya itu,
Keesokan paginya, saat ia dan ayahnya sedang sarapan pagi berdua, sambil menyeduh kopi hangat untuk ayahnya, Jolene pura-pura bertanya dengan suara tenang,"Sudah dua minggu ini aku tidak pernah melihat tamu kita ?", tetap saja perasaan Jolene masih diliputi rasa penasaran,
Ayahnya yang tampak sibuk dengan ponselnya langsung meletakkan ponselnya dimeja dan membalas menatap kearah putrinya itu dengan hangat, "Akhir-akhir ini Mark bekerja hingga larut malam ",
"Oh begitu ... em-m.. selain bahwa Mark adalah pimpinan dari Lee's Corp dan tinggal di New York, apalagi yang ayah ketahui tentang Mark ?", tanya Jolene dengan santai, ia berusaha keras menunjukkan wajah biasa saja dihadapan ayahnya, melanjutkan perbincangan mereka tentang Mark,
"Menurut ayah. Mark sopan dan jujur, ia sangat cerdas , pemikirannya cemerlang, ia adalah seorang yang genius. buktinya meskipun usianya kini belum genap 30 tahun, ia sudah berhasil menjadi billionaire kaya raya berkat usahanya sendiri, dan kelak jika ia sudah mengambil alih perusahaan kakeknya untuk dikelola... aku yakin, ia juga akan mengubah perusahaan itu menjadi perusahaan raksasa dunia",
Jolene menganggukkan kepalanya dengan lemah, sebenarnya jika tentang hal itu, sejak awal ia sudah tahu,... Mark sudah spoiler sendiri padanya,
Ayah tampaknya dapat membaca raut kecewa diwajah Jolene, sambil tersenyum geli ia berkata dengan intonasi menggoda, "Katakan pada ayah... apa yang ingin kau ketahui...",
Dengan gerakan spontan Jolene mendengakkan wajahnya dan langsung berkata penuh semanggat,
"Apa Mark sudah menikah ?",
"Sepanjang sepengetahuanku ia belum menikah",
"Tapi Ayah bilang..Mark akan mencari apartment? apa dia sudah mendapatkannya ? mungkinkah dia sengaja menyewa apartment agar bisa ditempati bersama kekasihnya...?", dengan samar Jolene berusaha memancing reaksi ayahnya selanjutnya, ia terus berusaha menggali informasi yang ingin diketahuinya,
"Aku tidak tahu tentang itu.. tapi Vina pernah bilang, jika Mark single, ia tidak punya kekasih.. ia typical lelaki yang tidak ingin terikat dalam hubungan,"
'Ahhh benar juga.... Vina adalah temannya.. mereka sudah saling mengenal jauh sebelumnya, tentu Vina lebih tahu segala hal pribadi tentang Mark dibanding ayahnya...', dan entah mengapa mendengar pernyataan ayahnya itu, tiba-tiba hatinya merasa kecewa, setelah melihat kedekatan Vina dan Mark tempo hari, Jolene tahu, ia bukanlah apa-apa jika dibandingkan dengan pesona kecantikan ibu tirinya itu. dimata Mark mungkin ia terlihat seperti gadis yang tidak menarik dan canggung juga masih berstatus mahasiswi. sangat tidak sebanding dengannya.
"Kenapa kau tiba-tiba menanyakkan tentang Mark dengan begitu serius ?... katakan pada ayah dengan jujur, apa kau sedang bertengkar dengan Jay ?," cecar Ayah dengan nada penuh curiga,
"Tidak Ayah... Aku dan Jay baik-baik saja...", jawab Jolene tergagap, "Sungguh....",
Sambil memasukkan potongan omelet kedalam mulutnya ayah menanggapi, "Tapi kulihat Jay sudah jarang main kesini ?",
"Memang aku sengaja melarangnya datang kesini untuk sementara waktu ini ayah ... aku harus konsentrasi menghadapi ujian akhirku",
"Ohh begitu... tetapi joo~ ... tetap saja kau harus tetap menemuinya sesekali, Jay sudah ayah anggap sebagai bagian dari keluarga kita.. jangan sampai kalian bertengkar gara-gara ia salah paham dengan kedekatanmu dengan Mark. kau tidak boleh melukai hatinya joo~", ujar ayahnya tegas, seolah menginggatkan Jolene dengan jelas pada siapa ayahnya itu berpihak.
Jolene tidak menjawab sepatah katapun. saat ini, ia sendiripun tidak mampu mengendalikan perasaan hatinya sendiri, jadi bagaimana mungkin ia dapat berjanji untuk menepati permintaan ayahnya itu.
.
.
Akhirnya ujian akhir selesai. Jolene sendiri diruang keluarga sore itu, ketika Jay menelfon dan mengajaknya dinner untuk merayakan kelulusannya, "Bagaimana kalau kita makan malam di Ritz, aku akan pesan satu meja untuk jam delapan malam?",
Jolene seolah tidak bisa membohongi dirinya sendiri, nyatanya hatinya kini bukan untuk Jay lagi, hanya Mark yang ada dalam pikiran dan hatinya saat ini, maka dengan diliputi perasaan bersalah ia sengaja menggunakan berbagai alasan untuk menghindarinya, "Maafkan aku Jay... tapi aku sedang tidak enak badan sekarang... kepalaku sakit .... sepertinya aku kena flu... ",
"Ahh Baiklah... kalau begitu kita akan menunda perayaan kelulusanmu setelah kau sembuh nanti... jaga dirimu baik-baik... banyak minum dan istirahat yang cukup ", jawab Jay penuh pengertian, meskipun ia merasa aneh dengan perubahan sikap Jolene akhir-akhir ini, ia tetap berusaha mengerti dan memakluminya.
Tidak bisa dipungkiri, perasaan bersalah terus menghantui hati Jolene, ia seperti telah mengkhianati Jay, meskipun kenyataannya ia tidak pernah melakukan apapun dengan Mark,
yang terjadi hanyalah, Mark telah berhasil membawa pergi hatinya bersamanya tanpa dapat dicegahnya.
Jolene menatap kearah layar televisi dengan wajah putus asa....
"Wah... sepertinya ada gadis yang sedang putus cinta nihh... sendirian saja dirumah malam minggu begini... ckckckk kasihan sekali....",
Mendengar suara pria yang sangat dinantikannya itu tiba-tiba muncul dari arah belakangnya, seolah membuat jantung Jolene bagai mau keluar dari tempatnya. Jolene menoleh kebelakang dengan wajah yang bersemu merah, "Kau sudah pulang..",
Tatapan mereka saling bertemu, Mark yang terpana dengan wajah polos gadis cantik didepannya segera menguasai dirinya kembali dan menjawab dengan tenang,"Iya... jadi, apa kau sengaja menungguku pulang ?",
"Apaan sih... gak usah ge-er...", Jolene mengepalkan tangannya yang tampak gemetar,
"Hahaha benarkah ?.... sepertinya kau sangat pemalu sekali... katakan dengan jujur... jangan jadi pengecut",
"Huh terserah ...",Jolene merasa malu setengah mati, ia merasa bagai maling yang tertangkap basah, 'Apakah wajahku tampak jelas menggambarkan kalau aku memang sedang menunggu-nunggu kehadirannya?' batin Jolene ragu, ... ia mulai meragukan dirinya sendiri yang tidak dapat menyembunyikan perasaannya dengan baik.
"Jangan marah... aku hanya bercanda kok ...kau serius sekali,...aku tahu, kau tidak mungkin menungguku... tuan puteri !!, jadi tidak usah merasa malu seperti itu... lihatlah wajahmu sekarang... kau sudah seperti udang rebus saja...", Mark menatap kearah Jolene yang tampak menunduk dan menyembunyikan wajah malunya dengan terus menatap kearah ponsel ditangannya.
"Oiya Kudengar kau sudah selesai ujian hari ini ... maukah kutraktir makan malam untuk merayakan kelulusanmu?",
"Makan malam ?....",
"Iyaa.... em-m kecuali kau sudah ada janji dengan Jay ?",
"Hah... bagaimana kau tahu tentang Jay ?..."
"Ketika aku meminta ijin ayahmu untuk mengajakmu makan malam... ia dengan hati-hati mengingatkanku hehehe...",
Dengan wajah kebingungan Jolene bertanya, "Meskipun kau sudah tahu aku dengan Jay... tapi kau tetap mengajakku ?",
"Kupikir kau sudah dewasa untuk mengambil keputusanmu sendiri... jadi apa kau sudah ada janji malam ini ?",