webnovel

Sebuah Rahasia

"Happy First Wedding Anniversary, Sweetheart," ucapku seraya memberinya sebuah kalung bertuliskan namanya.

T.KENKYO!

Begitu yang tertera pada kalung itu.

"Wooah! Choukawaii," (WOW! How sweet!) katanya memuji hadiah yang kuberikan.

"Boku no soha ni ite kurenai ...." (Maukah kamu berada di sisiku) Dia menatapku saat kukatakan itu.

"... selamanya?"

Dia mengangguk dengan semangat.

"Ai shitemo ii?" (Bolehkah aku mencintamu?) tanyaku lagi

"Mochiron." (Tentu saja) jawabnya

"Ai shiteru yo!" (Aku mencintaimu) kataku lagi.

"Ai shiteru mou," balasnya malu-malu.

Aku memeluknya erat. Sangat erat.

"Nii-san, Kenkyo tidak bisa bernapas."

Aku langsung melepaskan pelukanku.

"Gomennasai, Koibito," ucapku menyesal.

Dia menyerahkan kalungnya, untuk kupakaikan di lehernya.

Aku tersenyum, entah kenapa aku jadi sering tersenyum jika di dekatnya.

Harum mawar yang menguar dari tubuhnya hampir membuatku mabuk. Jangan sampai aku melakukan hal itu padanya meski sebentar lagi dia akan tamat sekolah.

Dan entah kenapa pula kata-kata detektif Kang terus terngiang. Bagaimana jika itu benar? Aku tidak rela! Harusnya aku yang mendapatkan kesucian istriku!

"Kenkyo." Aku dapat merasakan suaraku mendingin saat memanggil istriku.

"Hm?"

"Kamu wangi. Aku mau mandi dulu ya?" ucapku kemudian.

Kheh! Konyol! Tapi hanya itu yang terlintas dalam kepalaku.

Tidak mungkin aku bertanya hal sebenarnya. Lagipula, dia kan tak dapat mengingat.

Kudengar dia terkikik. Entahlah, gadis remaja sekarang memang semakin aneh saja.

"Nani atta no?" (Ada apa?) tanyaku.

Dia menggeleng.

Benar kan? Aneh!

***

Aku melihat Kenkyo sedang menulis di meja rias, yang ada di kamar ini. Entah apa yang ditulisnya, tapi aku melihat ada rona kebahagiaan di wajahnya.

Surat cinta? Mungkin saja. Aku menyeringai ketika memikirkan bahwa memang surat atau puisi cinta yang di tulisnya. Seringaianku melebar saat mencerna bahwa kemungkinan besar itu di tujukan padaku.

Dia belum menyadari keberadaanku yang sejak tadi memandanginya.

Aku berdehem untuk menarik perhatiannya. Dia menoleh dan tersenyum padaku.

"Sedang menulis apa kamu?" tanyaku.

"Rahasia, Sensei!" jawabnya dengan nada kesal yang main-main. Nah, panggilannya kembali tidak konsisten, 'kan?

"Oshite kore!" (Beritahulah) paksaku.

Dan apa-apaan memanggilku dengan sensei? Baiklah, dia memang pernah menjadi siswiku saat aku menyamar sebagai guru Matematika di sekolahnya. Kala itu, Kepala Polisi Takahashi Ryousuke menugaskanku untuk menyelidiki kasus penculikan dan pelecehan sexual dan terror yang marak terjadi di sekolah itu. Dan ternyata, pelaku adalah Kepala Sekolah itu sendiri.

Saat pertama kali aku melihatnya, aku langsung jatuh hati padanya. Istilahnya .... Hitomebore, ya... Cinta pandangan pertama.

Karenanya, aku bisa langsung melupakan mantan kekasihku, Maeda Naomi yang juga bibi temannya, Maeda Suto.

Awalnya, dia memanggil sensei padaku karena aku gurunya, lalu Suto mengajaknya memanggilku Ji-san, aku tidak keberatan.

Lalu, kini Nii-san. Dan sebentar lagi, akan kupastikan dia memanggil namaku saja dengan akhiran -kun.

"Daftar belanjaan yang akan Kenkyo bawa pulang ke Jepang," jawabnya, membuyarkan lamunanku.

Haaah! Aku lupa kalau dia kembaran ibuku. Dan kurasa semua perempuan memang 'shopholic'!

"Besok, kita jadi jalan-jalan kan? Aku mau membelikan okaa-san dan Ryousuke oji-san oleh-oleh."

Yang dimaksud olehnya adalah ibuku dan ayahku. Dia memanggil ibu pada ibuku, dan masih memanggil paman pada ayahku.

"Outou-san," kataku.

Dia bingung, "Jangan panggil chichi dengan oji-san, tapi outou-san. Chichi juga ayahmu, 'kan?" lanjutku.

Dia tersenyum menampilkan deretan giginya.

"HA'I SENSEI!" serunya.

"Shinsuke," ucapku datar.

Lagi-lagi dia kebingungan. Kami-sama! Berapa IQ-nya sebenarnya? Aku menepuk ranjang, menyuruhnya mendekat. Dan memang dasarnya dia penurut, tanpa banyak bertanya dia menghampiriku.

Duduk di sisi kananku.

"Mulai sekarang, kamu memanggilku Shinsuke saja!" Aku menerangkan hal yang membuatnya bingung tadi.

"Tapi ...."

"Jangan membantah!" potongku cepat.

Dia mengangguk perlahan.

"Ha'i Shinsuke nii... eh maksudku Shinsuke-kun."

Aku menyeringai.

Dia menundukkan kepalanya, mungkin dia malu.

Aku mengangkat dagunya, mempertemukan dua bola mata kami. Dia menatapku bingung.

Aku mengelus pipi kanannya, ibu jariku kusapukan pada bibirnya.

Aku sedikit menunduk untuk meraih bibirnya dengan bibirku. Ku kecup sekilas. Dia tampak terkejut, bahkan aku bisa mendengar detak jantungnya Kenkyo..

Aku mempersempit jarak kami. Dia masih tampak terkejut dengan perlakuanku. Bahkan ia menahan napasnya.

"Bernapas, Kenkyo!" ucapku tepat di daun telinganya.