"SAKURAKO!!" teriak Takumi. Ia tak bisa membayangkan jika Sakurako benar-benar akan menghilang.
Mata Takumi tiba-tiba terasa panas dan pedih. Pandangannya mengabur akibat bendungan air mata yang siap jebol kapan saja.
"SAKURAKO!! SETIDAKNYA KAU HARUS BERPAMITAN DULU SEBELUM PERGI!! HUHUHU ..." tangis Takumi pecah. Ia benar-benar takut kehilangan Sakurako.
"Ada apa, Takumi-kun?" ucap sosok gadis bermata lavendel di ambang pintu, Sakurako.
Sakurako melihat keadaan Takumi yang kacau. Ia juga masih melihat jelas jejak air mata di pipi Takumi.
Takumi terlonjak ketika melihat Sakurako masih berada di rumahnya ini. Takumi sangat malu karena ketahuan menangis seperti anak kecil. Ia merutuki tindakannya baru saja.
"Ti-tidak ada. Tidak ada yang memanggilmu!" Takumi melompat ke sofa dan menutupi wajahnya dengan selimut. Benar-benar konyol. Setelah sekian detik, ia memunculkan sebagian wajahnya.
"Hey tunggu! Dari mana saja kau, hah?! Kenapa tidak membangunkanku?! Punggungku rasanya sakit gara-gara ketiduran di sofa."
"Kau tidur seperti orang mati, Takumi-kun." Sakurako duduk di sofa seberang Takumi. Dia jadi ingin tertawa jika mengingat betapa paniknya Takumi tadi. "Oh iya, memangnya di rumah ini ada aturan kalau ke toilet harus pamitan padamu dulu, ya?"
Hening.
"Ohohoho, atau kau baru saja mengira aku sungguhan pergi, Takumi-kun? Ugh, manis sekali~~"
Takumi menutup telinganya rapat-rapat.
"AKU TAK DENGAR. KALAU PERGI, PERGI SAJA!"
Sakurako mengulas senyum termanisnya. Dia sangat bahagia selama tinggal di rumah Takumi ini. Memang Sakurako masih penasaran tentang identitasnya, tapi Sakurako merasa nyaman di sini.
Jika masa lalunya yang akan membuat Takumi membenci dirinya, Sakurako berpikir lebih baik ia tidak mengingat saja masa lalunya. Dengan begini, Sakurako masih bisa terus tinggal bersama Takumi. Bahkan ketika perlakuan Takumi seperti majikan yang selalu menyuruh-nyuruh Sakurako pun, Sakurako tidak keberata.
Namun, jika ada pertemuan, bukankah akan ada perpisahan juga, bukan?
Sakurako bangkit dan bergegas ke dalam kamarnya. Sejak ia tinggal di rumah ini, Sakurako menempati kamar kakaknya Takumi, yang tinggal di asrama sekolahan. Tidak ada yang terjadi pada mereka.
Bukankah Takumi memperlakukan Sakurako sebagai pembantu? Jadi, tidak ada yang perlu ditakutkan bagi keduanya.