Membayangkan ke-enam anak itu berbelanja di suatu mall itu akan sangat menyesakkan pikiran saja. Pastilah akan terjadi keributan layaknya aksi demonstran yang suka menuntut hak-hak mereka yang katanya sering terabaikan. Dan benar, hal itu memang benar-benar terjadi.
Aksi adu mulut, aksi saling tarik menarik troli belanjaan, aksi mengambil barang dengan buru-buru itulah mereka. Sungguh menyedihkan sekali jika dipandang.
"Tuh kan, gue udah bilang kalau mau beli jajan arahnya bukan ke sini, jadi gini kan kudu puter balik!" Aline mencebikkan bibirnya kesal. "Lo si Gle, sok tahu banget. Gue kan lebih sering ke sini, ketimbang lo!"
Glea yang merasa tertampar akan perkataan Aline pun ikut memberontak. "Ya udah si, gue kan dulu ingetnya ada di daerah sinian."
"Udah deh, kalian tuh lagi belanja di mall ya, bukan belanja di pasar. Gak malu apa diliatin cogan?" sahut Streta menenangkan keduanya.
Aruna menatap sekeliling mall sambil mengendus. "Mana ada cogan di sini, baunya aja gak kecium!"
"Iya Ncess, ngaco ya lo!"
"Ada kok, tadi barusan lewat." ucap Streta pias. Entahlah, bagaimana bisa percelotehan ala kadarnya bisa benar-benar dibawa serius oleh temannya. Ini tentang cogan, Ncess Makanya mereka serius! Mungkin.
Setelah puas mengambil barang-barang yang akan dibeli, ke-enam gadis itu lantas berkumpul menjadi satu di tepian kasir. Keenamnya menatap malas kasir yang antreannya bisa sepanjang itu.
"Mentang-mentang tanggal muda, kasirnya jadi panjang gini!" decak Glea sinis yang disetujui oleh kelima sahabatnya.
"Biar gue yang ambil tas!" Maura menyahut, lantas menatap kelima sahabatnya itu. "Tenang tas kalian bakal gue ambilin sekalian kok." sahutnya. Lantas tersenyum.
"Gue ikut!" timpal Aruna langsung menyerbu. "Gue tahu Maura pasti bakal susah bawa tas kalian, jadi alangkah lebih baiknya kalo gue ikut."
"Ya udah ayok!" Aruna dan Maura lantas pergi menghilang, dengan catatan akan mengambil tas masing-masing yang mereka titipkan di tempat penitipan barang. Ya keduanya selamat untuk alasan mengantre.
Kini tersisa keempat gadis itu. Glea, Aline, Audina, dan Streta. "Bisa berdiri satu jam lebih nih kita!" seru Glea kesal, yang direspon oleh kesibukan masing-masing dalam mengotak-atik ponselnya.
"Ah iya gue lupa!" Aline berteriak. "Adek gue nitip beliin pensil warna." sahutnya mendadak. Pandangannya menatap keempat sahabatnya itu. "Jadi gue harus ke lantai tiga dong."
Audina menghela napas, tanda setuju dengan pengakuan Aline barusan. "Buruan pergi sana!" usirnya halus. "Lo gak perlu nunggu antrean ini lagi, kok!"
"Gue juga ikutan!" Glea mengerjap cepat. Tak ingin melewatkan kesempatan untuk pergi dari pengantrean kasir ini. Sungguh melelahkan. "Sumpah si, kaki gue udah gak bisa tahan lagi buat lebih lama ngantre." Senyuman Glea seolah-olah semakin menegaskan bahwa dirinya tengah tersiksa akan ini.
"Lah trus? Kalian ngapain masih pada di sini? Pergi gih!" Audina menaikkan nadanya, mengizinkan Glea dan Aline pergi dengan segala keterpaksaannya. "Kalian tuh buang-buang waktu banget, tau gak!"
Sementara yang dimintai untuk segera pergi hanya terkekeh, "gue pikir lo gak ngizinin Din, oke kalau gitu kita duluan." Aline menyahut, lalu pergi meninggalkan tempat penuh sesak itu, diikuti langkah dari Glea Kattapira.
"Jangan lupa pulangnya tetep tungguin kita!" sorak Audina memperingatkan.
"Baiklah Udin unyu!" Jawaban kompak antara Glea dan Aline.
Pandangan Streta menatap sinis Audina. Sungguh, dia juga ingin segera mengakhiri penderitaannya akan hal ini. "Kaki gue juga pegel kali, udah gak kepengen nunggu lagi." ucapnya terdengar menyolot.
"Lo gak usah lebay Ncess, emang kaki lo doang yang pegel apa?! Kaki gue juga kali!" Audina menyahut ganas. "Lagian lo kan mantan anak PASKIB? Gak usah sok lemah deh,"
Ya semacam tamparan perkataann yang sedikit memicu perdebatan, namun Streta enggan mengubrisnya. Biar bagaimanapun apa yang Audina sampaikan benar. Percaya atau tidak? Streta Alrisa Marganya ini dulunya mantan anak PASKIB.
Berdiri berjam-jam untuk mengantre pembayaran, sungguh itu sangat menyenangkan.
-0o0-
Suasana sedikit kacau kali ini. Selepas keluar dari mall, ke-enam sahabat itu singgah di rumah bertingkat milik Streta yang kali ini dilanda kekosongan. Ralat, selalu kosong lebih tepatnya. Masing-masing gadis sibuk mendinginkan badan, sambil menyeruput minuman berlabel chattime untuk mengairi kerongkongan yang sedari tadi dibiarkan mengering.
"Kebiasaan banget si kita tuh, kalau udah duduk aja langsung lupa segalanya!" Aline menggertak. "Kita kan mau challenge samyang, gimana si?"
"Ntar deh Lin, kaki gue beneran kayak mati rasa si sumpah," usut Streta mengeluh.
"Sepuluh menit lagi ya, kalian harus benar-benar bangkit dari posisi dan menyiapkan segalanya." peringat Aline. Ia lantas pergi bersiap - siap.
Sepuluh menit bagi mereka? Ayolah ini saat yang tepat untuk memejamkan mata sebentar.
Glea terkekeh dengan kelakuan sahabatnya itu yang tanpa disangka justru menjadi kontestan yang kini menjadi sigap menghadapi challenge kali ini. "Persiapan kalah Aline oke juga," ejek Glea. Diikuti gelak tawa dari kelima sahabatnya.
"Biar kalahnya gak kebangetan Gle!" sahut Audina masa bodoh.
"Kayak ada yang ngomongin gue?" Aline kembali entah dari mana. Kelimanya hanya diam saja, tak berkutik. "Waktu sepuluh menit kalian segera habis gengs, jadi sekarang persiapan diri kalian untuk challenge kali ini!"
Audina, Aruna, dan Streta terbangun dari tidur sebentarnya. "Gila kok cepet banget si?" keluh Audina.
"Ya iyalah, secara lo biasa tidur lima abad. Tidur sepuluh menit doang gak akan ada artinya buat lo Din!" sindir Aline ganas.
Audina beralih menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Ia seperti setengah sadar, dan ia tak peduli apa yang Aline katakan barusan padanya.
Streta mengernyit pelan, ia masih ingin tidur sungguh. Lagian dia pikir, tidak ada yang harus dia persiapkan kali ini, gadis itu percaya bahwa dia akan menang.
"Mana samyangnya? Biar gue minta Mbok Inem suruh masakin!" pinta Streta.
"Nih!" Aline menyodorkan enam bungkus samyang. "Emangnya Mbok Inem bisa bikin ginian?"
"Lo tenang aja, gue udah sering nyuruh dia buat bikinin samyang kok." cibir Streta enteng.
-0o0-
Wajah-wajah sedikit menegangkan, tetapi ragu adalah apa yang tampak dari deretan ke-enam gadis itu. Sambil menunggu samyang matang, masing-masing tampak sibuk mempersiapkan diri.
"Anjir gue gak sabar pengen menang!" cerocos Glea tampak percaya diri.
"Gue mah kalo kalah ikhlas bangettt." Aline menyiutkan nyalinya untuk ini. "Semoga aja besok gue masih bisa hidup, itu tuh udah suatu pencapaian prestasi terbaik buat gue dalam menaklukan samyang."
"Gue juga Lin, ikhlas kalo dapet takdir buat jadi orang kalah." Audina menyahut. "Tapi enggak! Gue harus menang kali ini!"
Streta menatap Aline dan Audina sinis. "Drama!" komentarnya.
Streta masih terus saja berpikir, entah kenapa kali ini dia beranggapan akan memenangkan challenge kali ini. Sedikit tak ikhlas juga si dengan anggapan itu, sebab hukuman yang ditawarkan akan challenge ini cukup menggiurkan siapa saja, bukan? Ini akan jadi salah satu alasan dia bisa chatting dengan seseorang yang dia suka. Termasuk Gavin. Tetapi jika seorang Streta Alrisa Marganya yang statusnya penyandang gelar ratu pedas, tetapi kalah dalam challenge kali ini? Itu lebih memalukan. "Apapun itu, gue gak boleh kalah."
Bau aroma bumbu taburan pedas mulai tercium, satu persatu sepiring samyang kian tersaji apik di hadapan masing-masing peserta. Warna merah ala bubuk cabai semakin menambah sisi yang memicu bagaimana samyang ini tercipta sangat pedas. Streta bahkan tak sabar untuk segera menyantapnya.
"Ini udah semua kan Mbok?"
Mbok Inem manggut-manggut, sambil menatap geli makanan yang ada di atas piring tersebut. "Itu mi-nya keliahatan pedes banget ya Non. Non gak boleh makan banyak - banyak ya, gak baik." peringat Mbok Inem.
"Ini bukan kali pertama Incess makan ginian kali Mbok," Streta meraih piringnya. "Mi-nya memang terlihat pedas, tapi enggak saat Mbok udah ngerasain."
"Ih gak berani Mbok makan makanan begituan! Ya udah deh Non, Mbok permisi."
Streta mengangguk, membiarkan Mbok Inem pergi kembali ke dapur. Ia lalu menatap kelima sahabatnya secara bergantian. Wajah-wajah kecemasan terdeteksi sangat jelas untuk mereka.
"Kalian siap?" instruksi Streta. "Lin, gimana? Masih mau minum lagi atau apa gitu? Kan nanti pas lagi makan samyang, gak boleh dibarengi dengan makan atau minum di tengah jalan."
"Kalo ditanya siap enggaknya si, sampai udah ganti seribu tahun gue gak bakal siap. Tapi mau gimana lagi?!"
"Udah lebaynya deh! Sekarang mulai!" Maura menyahut kesal.
"Bentar dulu, kita vidioin pake mode percepat ya biar lucu!" usut Glea, lalu meletakan ponselnya pada salah satu jendela rumah Streta yang memang mengarah pada ke-enam gadis itu.
Dan challenge pun dimulai!