Streta menggulir halaman beranda pada akun instagramnya. Rasanya sudah lama sekali, ia tak melakukan aksi tersebut. Satu persatu entah foto maupun vidio terbaru dari profil yang gadis ikuti terus bermunculan, di berandanya. Jamkos kali ini, membuat Streta terpaksa harus melakukan hal ini.
"Ncess, kantin kuy!" ajak kelima sahabatnya yang sedari tadi asyik menggosip.
Gadis itu menatap kelima wajah sahabatnya bergantian, ada sisi malas yang hinggap dalam tubuhnya. "Ke kantin? Memangnya aman?!" tanya balik Streta.
"Aman kok." Aline menyahut. "Ini kan matematika, jadi masih ada sisa satu jam lagi," tambah Aline lewat argumennya.
"Udah cepet, lo mau ikutan gak!" bentak Glea yang kini mulai tidak sabar dengan sikap ogah-ogahan ala Streta.
"Buruan Ncess, paling juga ntar lo bisa ngeliat Fayzan lagi bucin di kantin," timpal Aruna menambahkan.
Streta tersenyum, sedikit mengalihkan tatapannya pada kelima sahabatnya itu. "Hm, kalian duluan aja deh. Gue nyusul ntar," katanya.
Tanpa basa-basi, kelima sahabat Streta pun segera beranjak dari tempat. Meninggalkan satu orang tersisa. Tentu saja dengan tatapan sedikit kecewa. Sementara gadis itu melengguh, suasana di kelas benar-benar membosankan kala itu. Semuanya selalu sibuk, dan gadis itu merasa sepi.
Terlihat bagaimana barisan tempat duduk yang dikhususkan untuk kaum pria, kini kosong alias nihil. Kesebelas pria memilih lantai sebagai tempat mereka semua duduk, sedang apa mereka? Ada yang hanya sekedar duduk sambil menikmati musik melalui earphone pribadi, atau duduk sambil sibuk bermain game, dan satu. Sedang pulas tertidur. Benar-benar definisi kelas suram.
"Gila si gabut parah," decak Streta kesal. Ia mengacak-acak rambut hitam panjang yang tergerai merasa frustasi. "Mungkin alangkah lebih baiknya kalo gue nyusulin mereka ke kantin!"
Dengan langkah yang sebenarnya tidak terlalu niat, gadis itu terus melaju menuju kantin. Ia bahkan sama sekali tak menatap jalanan yang ia lalui, dia hanya fokus dengan ponselnya. Sampai-sampai ia melewatkan pesona Gavin Nikola Leonardo yang baru saja lewat di hadapannya.
"Gavinnn!" ucap Letsa dengan nada yang sedikit dibuat-buat. Kini gadis dengan rambut semir cokelat-merah sedang merajuk di dekat Streta. "Lo jahat udah ninggalin gue," keluh Lesta lagi.
Itulah yang membuat Streta jadi tahu jika seorang Gavin baru saja melewati dirinya, meskipun pandangannya sedari tadi sibuk pada layar ponselnya. Streta menatap Letsa iba, yang diikuti tatapan tak suka darinya. "Apa lo liat-liat!"
Streta hanya terkekeh. Siapa juga yang sudi menampakki wajah gadis dengan riasan make up kayak mau kondangan aja, dan potongan rambut ikal dengan warna cokelat-merah yang menampilkan kesan rambut rusak. Udah kayak rambut mak ayam.
"Ge, er. Siapa juga yang ngliatin lo!" bela Streta.
Letsa tampak tak terima dengan pembelaan Streta itu. "Tukang bohong, jelas-jelas lo tadi ngeliatin gue detail banget! Udah deh, mendingan lo ngaku. Lo ngiri kan sama kecantikan Lethiansagrela Phevilep?!"
"Lethiansagrela Phevilep yang tercantik, lo punya kaca gak si?" Streta menginvasi lawan bicara. "Kalo lo emang cantik, seorang Gavin Nikola gak akan menghindar kayak tadi saat ketemu lo!" kekehnya, lalu kembali berjalan.
Letsa semakin kesal dibuatnya, ia menghentakkan kakinya pada permukaan lantai. Sesekali dengan bunyi suara yang merusak pendengaran. "Sok kecakepan lo Re! Awas aja ntar ya, gue bakal bales semua ini!" teriak Letsa penuh penekanan.
Streta hanya geleng-geleng kepala tak mengerti, ancaman Letsa seolah-olah bukanlah sesuatu yang harus dia takutkan bukan? Yang dia tahu, selama ini Letsa selalu omong kosong akan ancamannya. "Gue gak peduli, Sa! Oh ya panggil gue Incess, bukan Re!" Streta kemudian segera kembali melaju meninggalkan tempat, dan segera menyusul ke kantin. "Gue duluan."
"Gue gak sudi panggil lo Incess, jijik!" Letsa meneriakkan suaranya, mendapati langkah Streta yang mulai menjauh perlahan.
-0o0-
"Ih tumbenan ada hotplate." Streta yang baru saja datang, langsung menyendok hotplate entah punya siapa.
Audina mendelik, menatap indah kebiasaan buruk yang sahabatnya itu lakukan. "Kebiasaan kan datengnya gak ...." Streta menjeda kalimat Audina. Kemudian langsung tersenyum padanya. "Assalamu'alaikum."
"Waalaikumsalam!" jawab Audina sedikit terdengar ketus.
"Sorry Din telat, btw di mana si yang lain? Kalo gue dateng mesti cuma lo doang yang ngejongrok di sini." Streta mengikat rambut panjangnya yang tergerai.
"Makanya kalo dateng tuh gak usah nyusul, gimana si ah!" Audina menyahut lagi.
Streta menghela napas kali ini, tak ingin memperpanjang urusannya dengan gadis itu. Kini, keduanya saling diam, menenggelamkan kegiatannya masing-masing. Sampai-sampai Aline dan Glea datang kembali tanpa disambut.
"Loh lo udah dateng Ncess." Glea duduk di sebelah Audina. "Tumbenan, gue pikir lo gak mau nyusulin."
"Males gue di kelas, gabut!" jawabnya jujur. "Oh ya, tadi gue nyicip hotplate gak tahu punya siapa."
"Punya gue." Aline menyahut. "Tinggal dimakan aja kali. Kayak sama siapa!"
Streta menyunggingkan senyumnya yang menawan. Dia jadi teringat jika terakhir kali dia yang suka asal makan, dan minum yang membuatnya harus salah meminum es cokelat yang ternyata punya Fayzan.
"Aruna sama Maura mana?" tanya Streta memastikan di mana keberadaan mereka berdua. "Gue gak liat mereka ada di kedai manapun."
"Ada di toilet Ncess!" celetuk Audina geram. "Abis ini, lo bisa diem gak?!"
"Ok," Streta mengalah untuk soal ini. Lebih baik dia diam daripada ributnya akan mengundang suatu pertikaian. "Gue mau beli hotplate dulu, kira-kira masih ada gak ya?"
"Tadi si masih, gak tahu kalo sekarang. Coba aja di cek!" pinta Aline.
Streta mengiyakan, lantas bangkit. Menatap ketiga temannya, berharap ada sebuah keajaiban yang menyertainya kali ini. "Ini gak ada yang punya niatan buat nemenin gue apa?" katanya kemudian, terkesan memaksa.
"Mandiri Ncess, lagian apa susahnya si. Orang lo tinggal ke kedai, pesen. Trus balik lagi ke sini, ntar juga ada yang nganterin," usut Aline.
Jika untuk sistematika itu saja, siapa yang ingin bertanya? Sebenarnya dia hanya tidak ingin terkesan sendirian dalam membeli hotplate. Tapi tetap saja, sahabatnya itu tak akan mungkin ada yang berubah pikiran. Sudah menjawab ajakan darinya saja dia sudah merasa bersyukur.
"Ya udah gue duluan, ada yang mau nitip gak?" tanya Streta sebelum kali terakhir melangkah. Disusul gelengan dari masing-masing sahabatnya yang tersisa. "Ya udah!" Streta kembali menyahut, lantas segera pergi menuju kedai penjual hotplate.
Ketika sampai, gadis itu harus saja mendecakan hatinya kesal. Karena kedai ini sangat ramai, itu artinya dia harus mengantre. Kesal?!
Demi hotplate yang gak pernah gue beli pake duit pribadi, alias selalu saja minta. Gue rela ngantre.
"Ibu hotplate-nya satu ya!" seru Streta meskipun ia pada barisan yang cukup jauh dari jangkauan.
"Pesen hotplate juga ya?" ucap seseorang yang kini mengajak Streta berbicara. "Gak! Udah tau gue lagi ngantre di sini, ya jelas gue pesen lah!" bentrok Streta kesal. Ia kemudian menatap seorang itu. Dan ia tergagap, mendapati jika Gavin-lah yang baru saja mengajaknya berbicara.
"Sorry, kalo gue salah nanya." Gavin kembali berucap.
Streta menggigit bibir bawahnya, merasa tak kuasa dengan perkataan ketus yang barusan terlontar pada pria itu. Ia terkekeh. "Hm bukan gitu Kak, gue yang salah. Tadi, gue pikir siapa, ternyata Kak Gavin. Maaf ya Kak."
Gavin tersenyum ala kadarnya. "Kenapa jadi lo yang minta maaf?"
Streta menggeleng tak mengerti. Apakah kali ini dia salah bicara untuk hal ini? Gavin kini membuat dirinya sedikit gugup akan ini.
"Kenapa? Kok jadi diem?" Sekali lagi Gavin membuat Streta kembali gugup. Kini pikirannya entah tentang apa? "Tunggu, lo Streta kan? Adik kelas yang pernah gue tabrak waktu lo masih kelas sepuluh?" terkanya kemudian.
What the?! Kak Gavin inget gue?!
Streta mengangguk malu-malu, lantas mengiyakan terkaan Gavin. "Kak Gavin masih inget?" Tanpa pikir panjang, dan resiko yang dia terima selepas bertanya tentang ini. Gadis itu tetap bertanya.
"Kenapa gue mesti lupa?" Gavin terkekeh lagi. "Banyak temen-temen kelas gue yang sering ngomongin lo,"
"Ngomongin gue ke Kakak?" Streta terkejut mendengar penuturan pria itu. "Tentang apa?" Tingkat kegugupannya mulai memuncak drastis.
Sementara yang ditanya hanya diam saja, mengamati wajah gadis yang ada di hadapannya yang kini mulai memerah.
"Btw gue udah follback akun instagram lo." Gavin justru mengalihkan topik. "Kalo gitu gue duluan."
Streta masih tak mengerti dengan semua kejanggalan ini? Ada apa dengan dirinya? Dan apa maksud penuturan Gavin barusan padanya?
Apa Kak Gavin tahu kalo gue naksir ke dia?