Saat sarapan sebelum berangkat sekolah.
"Ma, boleh minta bekal lebih? Aku merasa lapar jika bekal yang Mama berikan terlalu sedikit," Malphas meminta ke Lilith saat menyiapkan bekal. Sedikit memperbaiki posisi kacamatanya yang turun.
Hanbi sering kelaparan, ibunya tidak pernah membawakan bekal untuknya, Malphas akan membagikan miliknya .
"Ini sudah mama berikan banyak, apa masih kurang?" tanya Lilith sambil menyodorkan kotak bekal yang belum tertutup.
"Bisakah Mama menambah lagi. Aku sudah tumbuh sekarang, makananku tentu lebih banyak," pinta Malphas. Lilith mengelengkan kepala kaget, kemudian masuk ke dapur. Membawa keluar kotak bekal yang lebih besar dan memindahkannya serta menambah isi bekal Malphas.
Malphas tidak pernah meminta sesuatu kepada orang tuanya, tetapi ia sering merasa kelaparan karena bekalnya selalu dibagi dengan Hanbi, mungkin bukan karena dirinya, tetapi lebih melihat Hanbi masih kurang saat memakan bekalnya. Itulah sebanya, Malphas memberanikan diri meminta lebih.
***
Jam istirahat sekolah, Malphas menghampiri teman barunya, dan mengajaknya menikmati bekal dari Lilith.
Hanbi terlihat sangat menikmatinya dengan lahap, membuat hati Malphas merasa senang.
Kedekatankannya dengan Hanbi membuat hubungannya dengan Abaddon sedikit terganggu.
Setiap jam istirahat, biasanya Malphas menunggu Abaddon menghampiri, bersama Apollyon. Mereka bertiga sering berbagi bekal. Apollyon selalu ingin menikmati masakan Lilith atau masakan Bibi Sierene. Ibu Apollyon tidak pernah membawakan Apollyon makanan yang special.
Keinginan Apollyon terhadap bekal masakan Lilith yang enak menyebabkan Abaddon menguntit Malphas disaat jam istirahat.
"Jadi dia yang menyebabkan kau menjauh dari kami," Abaddon menggeram sambil jarinya menuding Hanbi.
Malphas ketakutan melihatnya, membayangkan Abaddon pernah menghajar anak yang lebih besar darinya saat mengejek Malphas cupu dan tidak menyenangkan. Abaddon tidak tidak peduli dia lelaki atau perempuan. Ia selalu merasa dirinya seperti ayahnya—Azazel—yang harus melindungi semua keluarganya.
"Jangan marah, aku hanya berteman dengannya." Malphas mencoba menekan amarahnya.
"Kenapa kita tidak menikmati bersama bekal kita sekarang," kata Apollyon sambil melirik bekal Malphas dalam kotak besar.
Abaddon menyadari kotak yang bawa Malphas lebih besar dari biasanya, kemudian tersenyum.
"Kau meminta ibumu bekal lebih banyak hanya untuk dia," kata Abaddon tertawa sambil mengejek. Mungkin muka Malphas sudah berubah merah karena malu. Akhirnya ia menunduk dan memperbaiki posisi kacamatanya.
"Kasihan dia sering kelaparan, ibunya tidak pernah membawakan dia bekal," Malphas membela diri.
Hanbi hanya diam, dia tidak berani bersuara melihat Abaddon.
"Ayolah aku sudah lapar, nanti kita terlambat masuk kelas jika tidak segera makan," suara Apollyon menyela menyelamatkan diri Malphas.
Waktu mereka saling berbagi bekal, Abaddon berkata mengancam kepada Hanbi, "Awas jika kau berani memanfaatkan adikku!".
Hanbi hanya mengangguk takut. Meskipun diusia Hanbi lebih tua satu tahun dari usia Malphas, tetapi ia yakin dia tidak tahu maksud ucapan Abaddon, bagi Hanbi urusan perut lebih penting dari pada urusan apapun.
Sejak kejadian itu mereka berempat selalu menikmati bekal bersama di sekolah.
Hubungan Alfozo dan Hanbi juga semakin dekat. Bahkan Abaddon juga membawa bekal lebih untuk dibagi dengan Hanbi. Mereka sekarang bersahabat.
Mereka juga banyak membantu keluarga Hanbi yang miskin, Abaddon sering memberikan baju bekasnya yang sudah kekecilan untuk Hanbi. Hanbi terlihat semakin bersih, walau ia memakai baju lelaki.
Abaddon benar-benar duplikat paman Malphas, di.tengah kesibukan sekolah dan berlatih fisik selalu memperhatikan hal-hal kecil, termasuk kebutuhan Hanbi yang miskin. Abaddon seorang yang baik hati jika tidak menyakitinya, tetapi berubah sangat kejam jika menyinggungnya atau menyinggung semua saudaranya.
Saat pulang sekolah, di jalan mereka melihat ibu tirinya mengendong bayi dan menggandeng Maira yang berusia lima tahun. Wanita itu jalan pincang karena pernah dihukum oleh Azazel. Walaupun pincang, tetapi ibu Maira tetaplah seorang wanita yang cantik, semua istri Azazel adalah wanita yang cantik dan cerdas.
Segerombolan pemuda melecehkan bibinya itu. Karena kesusahan membawa dua anaknya hanya diam tak membalasnya.
Abaddon, Apollyon, Malphas dan Hanbi memandangnya. Wajah Abaddon terlihat geram, mereka berani menyentuh milik ayahnya.
Salah seorang pemuda itu mendorong si kecil Maira hingga terjatuh, Apollyon spontan menghampiri menolong adiknya yang menangis, mata Apollyon melotot marah kepada pemuda itu. Tetapi pemuda itu justru mendorong jatuh tubuh kecil Apollyon.
Abaddon tanpa peduli langsung maju bertarung melawan kelima pemuda yang lebih besar darinya, Malphas dan Hanbi membantunya. Tetapi tidak pernah ikut berlatih bertarung. Mereka terkena pukulan dan jatuh, lecet melawan mereka yang lebih besar.
Abaddon mengalami banyak luka dikroyok lima pemuda yang berbadan jauh lebih besar. Apollyon berdiri menyerahkan Maira yang menangis ke Dyana—ibunya—, Apollyon mengambil pipa besi yang terlihat. Dari belakang, ia memukul tepat di kepala salah seorang dari mereka hingga pecah berdarah dan langsung tergeletak.
Keempat temannya langsung pucat ketakutan melihatnya, kesempatan di pakai Abaddon untuk membalas mereka dengan pukulan. Tapi, itu harus dihentikan sebab suara sirine mobil diikuti para polisi mengehentikan aksi kriminal itu.
Setelahnya, mereka berempat di tahan kantor polisi. Mereka menunggu orang tua mereka datang untuk menyelesaikannya.
Di tengah kesibukan melakukan transaksi penjualan ganja. Anak buah Azazel melaporkan, bahwa anak-anaknya ditahan karena pembunuhan. Seorang pemuda bernama belakang Costa Valerdio terbunuh. Azazel tidak ingin putranya membuat kesalahan kepada keluarga itu yang akan dijadikan alasan untuk membalas atas apa yang ia lakukan kepada Oeillet—putri mereka—. Kemarahannya memuncak dan terpaksa datang ke kantor polisi.
Azazel melihat empat pemuda bertubuh besar berjejer di seberang anak-anak dan temannya.
Wajah Abaddon terlihat pucat tampak kemarahan terlihat di matanya, semakin menunjukan kemiripannya. Jason—putranya dari Dyana—dan lainnya terlihat gemetar ketakutan.
Melihat Azazel datang, Malphas menangis memohon pertolongan. Tetapi, Azazel mengabaikannya.
Ia berjalan dan menerima laporan kematian seorang pemuda karena dipukuli anaknya, entah anak yang mana. Membuat amarahnya memuncak.
"Apa yang kalian lakukan, kalian harus bertanggungjawab atas perbuatan kalian," marah Azazel langsung mendaratkan pukulan ke pipi Abaddon.
Abaddon diam tidak membalas tetapi matanya menunjukan kemarahan seperti pisau yang menikam jantung Azazel.
Diabaikannya Apollyon yang gemetar ketakutan, otak Azazel berpikir mental Apollyon bukan seorang Demon.
Justru Malphas menarik perhatiannya, dia menangis dan berteriak marah, "Kami tidak bersalah." Mata Malphas seperti mata Abaddon seolah menancapkan pisau ke hatinya.
Ditariknya remaja kecil itu ke tempat yang sepi, Azazel merengkuh untuk menenangkannya. Sekali lagi, Azazel harus adil, tapi ia merengkuh Malphas karena ia tahu Malphas tidak mungkin berbohong kepadanya. Dia tetap menangis dan mengulang kata tidak bersalah, yang semakin lama semakin pelan, akhirnya suaranya menghilang.
Azazel tetap merengkuh, menepuk pelan bahu Malphas, "Ceritakan apa yang terjadi."
Malphas menceritakan semuanya..
Hati Azazel lega mendengar cerita Malphas. Seorang lagi dari darah dagingnya muncul sebagai penerus Demon, Apollyon anak dari Valerie wanita yang paling dicintainya menunjukan dirinya seorang Demon sejati. Selama ini ia menganggap Apollyon seorang yang lemah, mengingat lagi masa Apollyon baru lahir saat diberikan jari di telapak tangannya, saat itu si bayi Apollyon mengenggam dan melemparkan tangan Azazel dengan tenaga bayinya, hal itu diulang beberapa kali reaksinya tetap sama. Saat itu ia berpikir dia tidak seperti Abaddon dan Malphas yang mengenggam keras tidak mau melepaskan.
Saat Malphas direngkuh dan menuntunnya kembali ke ruangan tadi, Azazel bertemu dengan petugas, "Mereka anak orang penting pak," petugas itu berujar.