webnovel

Gejolak Cinta Wanita Simpanan

GEJOLAK CINTA WANITA SIMPANAN Gendis Arumi Bagaskara yang haus akan kasih sayang dari seorang laki-laki. Dengan latar belakang keluarga broken home ia tumbuh menjadi pribadi yang kuat namun tetap ada kelemahan yang tersimpan di dalam dirinya. Menikah dengan di landasi perjodohan hingga melahirkan seorang putra tetapi dia tidak menemukan cinta dari suaminya sampai akhirnya sang suami meninggal dunia. Sepeninggalan Adtya kini ia hidup membesarkan anak semata wayangnya. Selama hidup menjadi janda tekanan batin semakin terasa, untunglah dia memiliki sahabat yang senantiasa menemani di kala suka dan duka. Seiring berjalan nya waktu dia mulai menemukan cinta yang selama ini di impikan, seorang pria tampan dengan hati yang lembut juga penuh perhatian. Namun sayangnya pria itu sudah memiliki istri sehingga ia harus merelakan hidupnya terperangkap menjadi simpanan dari seorang pengusaha. Kehidupannya menjadi simpanan tidaklah mudah, gejolak batin yang ia rasakan semakin hebat ketika dia ingin memiliki cinta dan tubuh pria itu seutuhnya. Sesak yang amat berat terasa didada setiap kali keinginan itu muncul dalam benaknya, keinginan yang begitu menyiksa karena sudah pasti ada hati yang tersakiti. *** Rayyan Danuja Wijaksana, seorang CEO dari perusahaan ternama yang bergerak dibidang property. Ia memiliki seorang istri, namun setelah sepuluh tahun menikah mereka tetap tidak dikaruniai anak. Takdir mempertemukan Rayyan dengan seorang wanita yang tanpa diduga dapat mengubah hati dan perasaannya. Ia menyukai wanita itu. Rayyan tahu bahwasannya perasaan yang dimilikinya ini adalah perasaan terlarang, namun ia memiih mengabaikannya dan tetap menyukai wanita itu. Sehingga ia memilih untuk membuat wanita tersebut menjadi simpanannya. Akankah Gendis bahagia dengan cintanya? Atau ia malah akan menyesalinya!

Winda_Gemini · 现代言情
分數不夠
28 Chs

Egoisnya Bhanuwati.

Mbak Sunarsih hanya diam terpaku, di sisi lain dia senang bahwa anaknya dengan otomatis akan mendapatkan pendidikan yang baik nantinya.

Namun disisi lain dia memikirkan bagaimana kondisi sawahnya jika dia ikut ke Surabaya. Suaminya juga sudah pasti tidak akan mengizinkan rencana ini.

"Mbak… kenapa kamu jadi kebingungan seperti ini!" ucap Gendis.

"Apakah ada hal yang membebanimu?"

"emm… Begini Non, saya sedang memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi."

"Saya sangat senang dan ingin sekali ikut ke Surabaya, karena Arka sudah pasti mendapatkan pendidikan yang baik di sana."

"Namun saya bingung bagaimana dengan sawah yang sedang suami saya kerjakan? Karena itu adalah sawah yang diwariskan oleh orang tua saya."

"Jika kami ikut ke Surabaya otomatis sawah itu tidak ada yang mengurusnya Non. Padahal itu adalah satu-satunya harapan kami untuk masa tua."

Bhanuwati menghela napas ringan setelah mendengar perkataan Sunarsih. Dia begitu polos sehingga membuat Bhanuwati dan Gendis tersenyum setelah mendengar perkataanya.

"Sunarsih, jika itu yang membuatmu berat untuk ikut bersama kami. Bagaimana jika aku mempekerjakan orang yang bisa merawat sawahmu?"

"Sehingga sawahmu tetap terawat dengan baik." Mbak sih bingung mendengar pernyataan dari Gendis.

"Maaf Non maksudnya bagaimana?" tanyanya.

"Sawah mbak sih kita suruh orang lain yang merawat dan hasilnya tetap menjadi punya Mbak Sih dan suami. Untuk membayar upah yang merawat sawah biar saya yang membiayai." Ucapnya.

"namun mbak harus bicarakan dulu dengan suami, apakah dia menyetujui rencana kita ini atau tidak." Lanjutnya.

Mbak sih sesekali menganggukkan kepalanya saat mendengar Gendis menjelaskan maksud ucapnnya, dan kali ini mbak sih mengerti apa yang di maksud oleh Gendis.

"Kalau begitu saya permisi untuk menemui suami saya dulu ya Non dan Nyonya! Mudah-mudahan dia bersedia." Ucapnya sembari tersenyum.

Dengan langkah yang ringan dan hati yang penuh harap terhadap suaminya. Dia benar-benar berharap kalau suaminya akan menyetujui rencana majikannya ini.

Sehingga masa depan puteranya juga akan sangat cerah karena mendapatkan pendidikan terbaik di sana.

Sementara itu Bhanuwati memiliki kecemasan terhadap Gendis, dia melihat dan mendengar kesedihan anak dan cucunya itu.

"Oh ya, Bagaimana dengan Nehan? Apakah dia sudah merasa lebih baik sekarang?"

Gendis menarik napas dalam dengan sangat berat, " Ya begitulah ma, dia sangat merindukan mas Adtya." Ucap Gendis dengan tatapan kosong, dia sedang membayangkan jauh kemasa lalu saat Aditya masih hidup.

"Kamu harus kuat agar dapat menguati Nehan, dia anak yang begitu pintar sehingga bisa menutupi kesedihannya dari pandangan kita."

"Ya ma! Mulai sekarang aku akan lebih dan lebih extra lagi untuk memperhatikannya dan akan berusaha untuk memahani perasaannya."

"Sepertinya… dia sangat menyukai Rayyan!" ucap Bhanuwati.

"Maksud mama?"

"Ya… Rayyan memang laki-laki yang baik dan juga sopan. Aku melihat Nehan begitu menyukainya !"

"Bukan begitu ma, dia hanya merasa nyaman karena perhatian yang diberikan Rayyan terhadapnya, sehingga rindu yang sangat dalam terhadap papanya bisa terobati dengan kehadiran Rayyan."

"Ya… mama pikir tidak masalah jika mereka bisa sering bertemu kedepannya. Karena Rayyan juga menyayangi Nehan dengan tulus." Bhanuwati berusaha menjelaskan kepada puterinya.

"Ucapan mama memang benar, namun jika terus menerus mereka bertemu dan sering bersama maka akan semakin sakit hatinya Nehan nantinya."

"Ma! coba mama bayangkan jika mereka menjadi semakin dekat dan saat isterinya tahu lalu tidak mengizinkan suaminya untuk menemui anak seorang janda bagaimana hancurnya hati anakku nanti?"

"Aku takut dia akan semakin terluka nantinya."

"Apa Nehan saja yang terluka? Atau mungkin kamu sedang menghindari perasaanmu sendiri Ndis? Memang dia laki-laki yang memiliki isteri akan tetapi kalian masih bisa berteman." Ucap Bhanuwati.

"Ma aku tidak memiliki perasaan apapun padanya dan akan berusaha seperti itu sampai kapanpun."

"Ma aku akan kembali ke kamar untuk istirahat, dan aku sangat berharap mbak sih membawa kabar baik saat kembali nanti."

"Iya, mama juga mengharapkan hal yang sama!"

Setiba dikamarnya Gendis kembali memikirkan ucapan Bhanuwati. "Apa mama bisa membaca pikiran orang? Sejak kapan mama bisa menebak tentang isi hatiku!" batinnya.

Terdengar suara deringan ponsel keheningan saat ini, " Halo." Terdengar suara seorang wanita dari seberang telepon.

"Halo Mama." Sahut Gendis saat menerima telepon yang tidak lain dari ibunya Aditya.

"Nak kapan kalian akan kembali ke Surabaya? Mama sudah sangat merindukan pangeran kecil." Ucapnya sembari tertawa kecil.

"Kemungkinan besok ma! Nehan juga sudah sangat merindukan Opa dan Oma nya."

"Kalau begitu besok mama dan papa akan menjemput kalian di bandara."

"Oh… jangan ma. Jika kami sudah tiba dirumah akan saya kabari mama! Jadi mama dan papa tidak perlu menjemput di bandara."

"Baiklah kalau mau kamu seperti itu, tetapi kamu harus janji untuk langsung menghubungi mama secepatnya."

"Baik ma."

"Ya sudah mama tutup dulu ya telpon nya. Kamu semua disana sehat-sehat ya.. dan jangan lupa untuk mengabariku besok saat sudah tiba di Surabaya."

Setelah menyelesaikan ucapannya Gendis memutuskan panggilan telponnya.

***

"Mas Rayyan kami akan langsung kerumah terimaksih sudah menemani mas Gala untuk ke Malang." Ucap Ayesha.

"Iya sama-sama, oya saya boleh minta nomor kontak Oma nya Nehan?"

Manggala dan Ayesha saling pandang karena bingung atas permintaan Rayyan. " Kenapa kalian bengong? Aku tidak ingin mengganggu Gendis karena nanti takutnya dia tidak nyaman.!"

"Emm, saya akan berikan nomor kontak Gendis saja, karena ibu jarang mau merespon telpon dari orang lain."

"Kalau nomor kontak Gendis aku takut nanti dia malah akan marah sama kamu.!

"Kalau itu kamu jangan takut Yan, isteriku ini ahlinya untuk bertengkar dengan Gendis dan pasti ujung-ujungnya mereka akan baikan lagi."

Mendengar perkataan Manggala mereka bertiga pun tertawa bersama.

"Oh ya, mas Rayyan jika aku memberikan nomor kontak Gendis padamu aku harap isterimu tidak akan salah paham untuk hal itu!" Ayesha memastikan bahwa Gendis tidak akan terkena masalah apapun.

"Selama ini dia tidak pernah mengiharaukan apapun tentang yang ku lakukan, lagipula aku hanya ingin berkomunikasi dengan Nehan karena aku sudah terlanjur berjanji padanya."

"Ok baiklah sekarang aku akan langsung mengirimkannya padamu."

Ayesha mengambil ponselnya lalu mengirimkan nomor kontak Gendis pada Manggala agar dapat diteruskan kepada Rayyan.

"Mas Gala tolong kamu kirimkan nomor Gendis yang aku kirim padamu ke mas Rayyan, karena aku tidak punya nomor kontak mas Rayyan."

Ayesha tersenyum sembari tersipu malu kepada kedua pria tampan yang ada dihadapannya saat ini.

Setelah itu mereka berpisah di bandara Rayyan yang telah dijemput oleh supir pribadinya langsung bergerak menuju kantornya untuk melakukan pertemuan dengan relasi yang telah membuat janji.

Sementara itu Manggala dan Ayesha pulang kerumah untuk beristirahat sebelum Manggala melanjutkan pekrjaan yang sudah di jadwalkan siang hari.