Disiang hari yang cerah dihari minggu, hari yang indah untuk tidur siang sembari menunggu jam makan malam. Namun, Raina justru dikagetkan dengan suara klakson mobil yang meminta dibukakan pintu pagar, segeralah Raina buka tirai penutup jendela kamarnya. Terlihatlah HRV merah metallic memasuki halaman rumah Raina, mobil yang tidak asing dipikiran Raina. Matanya yang kantuk seketika terbelalak, Raina langsung berlari kelantai pertama rumahnya. Hingga tak terasa kakinya tergores ujung meja sebelah tempat tidurnya. Perasaannya bercampur aduk, seketika hidupnya penuh harap disetiap langkah kaki menuju ruang tamu. Terlihat seorang wanita berambut hitam turun dari mobil, bajunya berwarna abu-abu dipadukan oleh celana hitam panjang dengan sepatu sneakers putih. Imajinasi Raina hancur ketika melihat seorang wanita berusia ibunya turun dari mobil, rambutnya hitam pekat dengan masih tergerai. Wanita itu tersenyum ke arah Raina, seperti ada yang tak asing lagi dari pandangan Raina. Baju abu-abu hadiah ulang tahun ibu Raina yang dibelikan ayahnya ketika sedang perjalanan bisnis ke Hongkong kini wanita itu kenakan.
"Loh, ini baju ibu" kata Raina sambil memegang baju yang wanita itu kenakan.
"Kamu apa-apa an, Raina!" bentak ayahnya yang keluar dari rumah.
"Ini emang baju ibu!" jawab Raina dengan membentak ayahnya juga.
"Masuk, Raina! Ini bukan urusan kamu!" kata ayah Raina dengan suara yang membantak Raina.
"Lepas! Ini baju ibu, kamu nggak pantes pake ini. Wanita murahan!" kata Raina dengan terus menarik pakaian wanita itu.
Dengan penuh amarah, Rudi Adiwiyata menarik dan sedikit melempar putrinya didepan wanita yang belum diketahui identitasnya oleh Raina. Raina yang jatuh tersungkur langsung berdiri dan pergi menuju kolam renang dibelakang rumahnya. Raina menangis sejadi-jadinya. Tangis yang tidak mengeluarkan suara, namun membuat nyeri ulu hatinya. Mba Ipah yang tahu akan hal itu pun pergi menghampiri Raina dengan membawa kotak P3K. Tanpa bersuara, Mba Ipah membersihkan luka pada lutut Raina, tak lupa pula luka goresan dibagian paha kanan kaki Raina. Tangannya yang mendapat beberapa goresan kecil pun ikut diobati oleh Mba Ipah. Sakit hati Mba Ipah melihat majikan yang ia rawat sedari kecil malah dilukai oleh ayah kandungnya, air matanya berlinang membasahi tangan Raina. Mereka saling menutupi tangisan mereka dan terus membuang muka. Raina yang menangis dengan terus berpura-pura bermain hp dan Mba Ipah yang mengobati luka Raina dengan terus meneteskan air mata. Bukan karena mereka tidak peduli satu sama lain, justru karena mereka saling menyayangi, tidak ingin terlihat menangis oleh satu dengan lainnya. Mba Ipah yang tidak kuat menahan tangis akhirnya memeluk tubuh Raina dan mereka pun saling menangis dibahu satu sama lain.
Senin pagi yang membosankan, hari yang paling dibenci oleh semua orang yang bekerja dan pergi sekolah. Jalan macet dimana-mana, tidak ada yang mau mengalah dan memberi jalan. Semuanya ingin buru-buru sampai kantor, semuanya ingin sampau diekolah tepat waktu. Karena hari senin ialah jadwal upacara yang dilaksanakan pukul 06.30 WIB hingga 07.00 WIB. Semua siswa dituntut berangkat lebih pagi agar tidak terlambat mengikuti upacara, untunglah hari ini Ana sudah duduk dikursi kelasnya menunggu aba-aba upacara yang menyuruh semua siswa berkumpul dilapangan. Ana yang duduk didekat jendela melihat mobil mini cooper berwarna merah memasuki halaman sekolah, hatinya merasa lega karena mengetahui Raina berangkat sekolah tepat waktu. Buru-buru Ana keluar kelas dan menunggu Raina diujung tangga atas.
"Kemana, An?" tanya Yasha.
"Keluar bentar. Oh ya, mending Sekha ijin nggak ikut upacara deh. Kamu kan baru sembuh, Kha. Lagian ada-ada aja, susu basi diminum, keracunan kan. Hadeeh" kata Ana menjawab Yasha dan sedikit menggoda Sekha yang sudah mulai masuk sekolah.
Ana pun langsung keluar dari kelas membawa topi, untuk berjaga-jaga agar ia tidak perlu kembali ke kelas lagi saat harus disuruh turun ke lapangan.
"Kamu kenapa, Ra?" tanya Ana khawatir melihat mata Raina yang sembap.
"Nggak papa, An. Udah bel tuh, sana upacara. Aku mau ke UKS" kata Raina dengan senyum tipis di bibirnya.
Ana yang masih penasaran akhirnya turun dengan terpaksa. Ia khawatir dengan sahabatnya. Matanya yang sembap membuat Ana bertanya-tanya 'apa dia sakit?', 'apa dia baru putus sama Bian?', 'bukannya malah dia yang pengen putus?'. Pertanyaan itu terus berputar dikepalanya hingga ia tidak mendengarkan ceramah dari kepala sekolah saat upacara. Hingga upacara selesai, Ana masih belum bisa menemukan jawaban dari beberapa pertanyaannya mengenai keadaan Raina. Ia berjalan sembari melamun menuju kelasnya, sambil terus mengirim pesan kepada Raina, beberapa pesan yang mengajak Raina untuk jajan bersama dikantin saat jam istirahat hingga menanyakan makanan yang ingin Raina makan hari ini. Namun pesan itu hanya menumpuk dipesan keluar, tanpa menerima jawaban apapun. Ana hanya berpikir positif karena ia mengirim pesan pada jam pelajaran masih berlangsung. Hingga akhirnya bunyi bel istirahat berbunyi, Ana terus mengirim pesan dan menelpon Raina, namun tetap saja. Raina tidak menjawab satu pesanpun dari Ana, hingga akhirnya Ana memberanikan diri menyusul Raina kekelasnya. Hanya sekedar memastikan keadaan Raina, karena kalaupun Raina marah dengan Ana. Raina tidak sampai hati mendiamkan Ana. Hingga sampai lah Ana didepan kelas Raina, namun Ana masih ragu untuk mengintip kedalam kelas Raina. Hingga akhirnya tiba-tiba,
"Eh sorry, sorry" kata Ana yang tidak sengaja menabrak sesorang.
"Eh, Ana" kata Gaska yang tidak sengaja tertabrak Ana.
"Oh, Gaska" kata Ana dengan wajah malu-malu kucing.
"Iya, kenapa nggak jadi masuk?" tanya Gaska.
"Iya, nggak enak sama Raina. Barangkali ganggu dia" jawab Ana tanpa menatap wajah Gaska.
"Raina nggak dikelas kok, kirain nyariin aku. Ekhm" kata Gaska menggoda Ana.
"Ngapai juga nyari kamu, emang Raina dimana?".
"Ya kan kali aja, di UKS kayanya. Kata guru sih ijin karena sakit perut, hari pertama period katanya" kata Gaska menjelaskan.
"Oh, yaudah. Aku ke UKS aja deh, makasih ya" kata Ana sembari berjalan meninggalkan Gaska.
"Eh, Ana!" seru Gaska memanggil Ana.
"Iya" jawab Ana sembari menoleh ke arah Gaska.
"Lain kali, kalo diajak ngomong itu natap yang ngajak ngomong ya. Hehehe" kata Gaska pada Ana yang hanya dibalas senyuman cuek oleh Ana.
Segera Ana menuju UKS untuk menemui Raina. Terlihat seorang siswa tertidur diruang UKS dengan wajah lesu dan mata yang sembap.
"Begadang main game pasti ini anak, alesan aja sakit. Padahal mah mau tidur, hehehe" kata Ana sambil terkekeh melihat Raina yang terlihat tidur pulas dikasur UKS.
"Ini susu coklat sama roti coklat kesukaan kamu ya, jangan lupa dimakan. Biar nggak mati kelaperan, hehehe" bisik Ana pada Raina sembari terus terkekeh melihat temannya.
Ana pun kembali kekelasnya dan mengikuti jam pelajaran yang tersisa. Raina yang ternyata pura-pura tidur mencoba duduk diatas kasur dengan mengambil makanan yang diberikan Ana diatas meja. Raina memakan roti coklat itu dengan air mata yang mengalir dari matanya, tangisnya tertahan hingga tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Segera ia buka hpnya dan mulai mengirim pesan kepada seseorang.
Dengan langkah lunglai, Ana berjalan menuruni busway yang ia gunakan pulang bersama adiknya. Sedikit berjalan menuju rumahnya, jalannya cukup lebar dan dapat dimasuki mobil atau kendaraan roda empat lainnya. Samar-samar dari kejauhan, Ana melihat mobil terparkir dihalam rumahnya yang cukup luas.
"Kak Rainaaaa!!!" teriak Alma berlari menuju pemilik mobil itu.
"udah disini ternyata kamu?" tanya Ana kepada Raina yang sedari tadi duduk dikursi rotan samping rumah Ana.
"Baru sampe kok, ini makan dulu" kata Raina sembari memberikan sebungkus ice cream kepada Ana.
"Makasih Kak Raina. Alma boleh makan ini kak?" tanya Alma kepada Ana.
"Boleh, tapi ganti baju dulu ya. Biar seragamnya nggak kotor" jelas Ana kepada adiknya.
"Oke, siap laksanakan" jawab Alma sembari berjalan masuk membawa ice cream
"Aku tidur sini ya?" tanya Raina kepada Ana.
"Hah? Aku nggak salah denger?" ledek Ana.
"Boleh apa nggak? Kalo nggak ya aku tidur dihotel aja sih" tanya Raina datar.
"Kamu nggak lagi demam kan?" ledek Ana lagi.
"Boleh nggak?" tanya Raina yang mulai kesal.
"Iya, iya ah. Pendek amat sih ususnya. Hahaha" jawab Ana sembari terkekeh.
"Btw, makasih ya susu sama roti coklatnya".
"Kok kamu tau?" tanya Ana malu.
"Kata perawat UKS" jawab Raina berbohong.
Sedang asyiknya mereka bercerita, tiba-tiba turunlah hujan deras yang membuat Ana kalangkabut karena teringat jemurannya. Ana berlari menuju tempat jemuran baju, Alma yang menyadari turunnya hujan juga berlari membantu kakaknya mengangkat semua jemuran sembari bermain air hujan. Raina yang melihat hal itu malah ikut bermain air hujan. Ana yang menyadari adik dan sahabatnya asyik bermain hujan, segera menaruh jemurannya dan ikut bermain air hujan. Sesekali memang perlu bersenang-senang, meskipun hanya bermain hujan. Tapi bila dilakukan bersama orang tersayang memang terasa lebih hangat, dinginnya hujan terkalahkan oleh hangatnya kasih sayang diantara mereka.
Hari pun berganti malam, suara jangkrik dan beberapa serangga terus berbunyi. Memekakan terlinga siapa saja yang mendengarnya. Raina akhirnya tidur bersama Ana dan Alma, sebenarnya masih ada satu kamar kosong yang bisa digunakan Raina. Namun, raina lebih memilih tidur berhimpit himpitan dengan Ana dan Alma, mereka tidur diatas dan kasur yang sama. Namun, Raina belum bisa menutup matanya, ia teringat kejadian kemarin minggu. Ia masih penasaran dengan perempuan yang datang kerumahnya, lalu mengapa ayahnya tega melakukan itu kepadanya. Badannya sudah lelah akibat membantu Ana berjualan di angkringan, namun maniknya masih saja terbelalak, pikirannya terus berputar-putar hingga membuatnya pusing. Akhirnya Raina bangun dari tempat tidurnya dan duduk diruang tamu milik Ana, sedikit mencari udara segar dan menjernihkan pikirannya. Berusaha mencari jawaban atas semua pertanyaannya.
"Kenapa, Ra? Nggak enak ya? Kasurnya keras. Apa nyamuknya banyak?' tanya Ana menyadarkan lamunan Raina.
"Nggak kok, belum ngantuk aja" jawab Raina merasa tidak enak dengan Ana.
"Kamu kenapa, Ra? Katanya kita nggak boleh ada yang ditutup tutupi".
"Masuk angin dong ntar, hahaha" jawab Raina bercanda.
"Serius, Ra" kata Ana dengan ekspresi serius.
"Kemarin ayahku bawa perempuan kerumah, kayanya ayahku bakal nikah lagi deh" kata Raina menduga-duga
"Maaf, mamah kamu kemana?" tanya Ana mencoba berhati-hati agar tak menyinggung perasaan Raina.
"Ibuku sakit, ibuku masuk rumah sakit jiwa. Ibuku shock mendengar kabar kecelakaan adik-adikku. Ayahku yang membuat ibuku sakit, dia menyalahkan ibuku atas semua yang terjadi. Saat itulah kerjasama perusaan ayahku dengan investor Korea digagalkan. Ibuku hancur, dia hampir kehilangan 2 anak kembarnya. Saat itu memang keluargaku diambang perceraian, ayahku sibuk dengan bisnis dan ibuku sibuk mengurus almarhum kembaranku yang jatuh sakit. Kedua adik kembarku, Raka dan Rana waktu itu pulang sekolah lebih awal. Seperti biasa, Ibuku mengurus kembaranku, ayahku sibuk kerja dan aku yang saat itu masih SMP lagi ikut jam tambahan karena mau kelulusan. Ibu udah bilang ke ayah untuk jemput Raka dan Rana. Tapi ayah lupa, dia malah asik main golf dengan rekan kerjanya. Akhirnya Raka dan Ran pulang kerumah dengan berjalan kaki, entah apa yang mereka lihat dijalan. Tiba-tiba Raka dan Rana menyebrangi jalan yang lumayan ramai saat itu, hingga tiba-tiba sebuah mobil melaju dan menabrak mereka berdua. Rana masuk kedalam kolong mobil itu dan Raka terpental cukup jauh hingga tak sadarkan diri dan Rana koma saat sampai dirumah sakit. Akhirnya mereka berdua dinyatakan koma tanpa ada harapan hingga sekarang" jelas Raina panjang lebar kepada Ana.
"Trus, yang tadi kamu bilang itu gimana maksudnya? Ibu kamu kan masih ada, kenapa ayah mu mau menikah lagi?" tanya Ana penasaran.
"Ya mungkin ayah udah nggak sanggup biayain rumah sakit ibu, Raka dan Rana sekaligus" jawab Raina dengan dugaannya.
"Yang bikin aku sakit hati, wanita itu pakai pakaian kesukaan ibuku yang dibelikan ayahku waktu ayahku perjalanan bisnis ke Hongkong" jawab Raina dengan penuh amarah.
"Kamu udah tanya ke ayah mu, bahwa dia itu siapa?".
"Nggak, aku tahu kok. Dia pasti calon istri ayah yang baru, ayahku aja tega dorong aku sampe jatuh. Nih liat" kata Raina sembari menunjukkan luka dilutunya.
"Ya ampun, kamu kok punya luka gini nggak diganti perbannya?" kata Ana khawatir
"Bentar, aku ambil kotak P3K dulu".
"Heh, nggak usah".
"Nggak papa, lanjut aja ceritanya. Aku dengerin kok" kata Ana sambil menenteng kotak P3K miliknya.
"Ya karna itu, makanya aku males pulang kerumah. Pasti aku bakal liat ayah sama perempuan itu mesra mesraan, jijik banget aku, Na".
"Trus, kamu bakal selamanya tinggal disini?".
"Emang nggak boleh ya?".
"Ya bukan gitu, aku takut ayah mu tahu. Trus bikin rame disini, malu sama tetangga" kata Ana sembari mengobati luka dikaki dan tangan Raina.
"Nggak mungkin sih, ayah ku nggak peduli. Mau aku nggak pulang selamanya pun nggak bakal dicariin, kecuali Mba Ipah".
"Siapa itu Mba Ipah?" tanya Ana penasaran.
"Dia anak dari orang yang ngerawat ibuku dari kecil. Dia juga yang ngerawat aku sama kembaranku dari kita lahir, karena ibuku kewalahan ngurusin aku dan kembaranku saat itu" jelas Raina.
"Udah, selesai. Udah, kamu mau sampe kapanpun disini nggak papa. Aku malah seneng ada temen ngobrol malem-malem. Cuma, akan lebih baik kalo kamu selesein masalah kamu dulu, nggak enak tau lari dari masalah. Ya?".
"Iya, udah sana kamu tidur dulu. Aku bentar lagi nyusul, aku mau kabarin Mba Ipah dulu".
"Oke, aku duluan ya".
Ana pun pergi kekamarnya dan memutuskan tidur terlebih dahulu, sedangkan Raina mencoba menghubungi Mba Ipah. Namun, karena terlalu malas pergi kekamar Ana, Raina memtusukan tidur diruang tamu Ana dengan bantal kursi seadanya.
Hari berganti dan semuanya berjalan dengan semestinya. Seperti biasa, Ana bangun agak awal. Menyiapkan sarapan, peralatan sekolah Alma dan dirinya. Serta mulai membangungkan Alma dan Raina yang semalam tidur dirumahnya. Alma yang biasa bangun pagi langsung pergi kekamar mandi dan bersiap-siap berangkat kesekolah. Rana yang sangat sulit dibangunkan mulai membuat Ana geram. Yang awalnya Ana bangunkan dengan suara, sekarang Ana menghampiri Raina yang tidur diruang tamu. Dibukalah selimut Raina dan mulai diguncanglah tubuh Raina. Namun, betapa kagetnya Ana saat menyentuh tangan Raina yang terasa panas.
"Oalah, deman ternyata ini anak. Yaudah, aku coba minta tolong Yasha atau Sekha buat bikini kita surat ijin dulu ya, Ra? Sekalian aku anterin Alma sekolah, pulangnya aku beliin kamu obat".
"Nggak usah, An. Aku nggak papa".
"Nggak papa gimana? Jidat mu bisa buat nyeplok telor kok" kata Ana sembari mengirim pesan kepada Yasha dan Sekha
"Bentar ya, Ra. Aku anterin Alma dulu" kata Ana sembari berjalan keluar rumah menggandeng Alma.
Ana pergi meninggalkan Raina sendirian dirumah, ia pergi mengantar Alma ke sekolah dan pulangnya ia membeli obat penurun deman di apotek dekat sekolah Alma. Ana bergegas pulang membawa bubur untuk sarapan Raina. Sesampainya dirumah, Ana langsung membangunkan Raina untuk makan bubur dan minum obat yang dibelinya tadi.
"Ra, bangun. Ra, makan dulu nih. Minum obat, abis itu tidurnya dikamar aja. Disini banyak angin" kata Ana membangunkan Raina.
"Makasih ya, An. Aku ngrepotin kamu terus" jawab Raina sambil beranjak dari tidurnya.
"Nggak kok, Ra. Ini makan dulu, bentar ya. Aku ambilin minum" kata Ana sembari mengambil air minum dimeja makan yang tak jauh dari ruang tamu.
"Kamu juga makan dong, An. Ini buburnya bagi dua, aku nggak suka bubur soalnya".
"Iya, ini aku mau ambil makan. Kamu habisin aja buburnya. Aku tadi pagi bikin telur dadar buat Alma, tapi makannya nggak habis. Makanya ini mau aku habisin" kata Ana.
Mereka menikmati sarapan bersama dan Raina pun segera masuk kekamar untuk istirahat setelah meminum obat yang dibeli Ana. Ana yang memutuskan tidak berangkat sekolah memilih untuk membersihkan rumahnya sedikit demi sedikit sembari mengompres dahi Raina agar demamnya segera turun. Tanpa terasa, hari mulai siang dan Alma sudah pulang dari sekolah. Ana yang kelelahan lupa menjemput Alma dan tertidur diruang tamu, sedangkan Raina yang merasa demamnya sudah reda, keluar dari kamar dan melihat Ana yang kelelahan sedang tertidur diruang tamu. Dilirknya jam dinding milik Ana, jam sudah menunjukkan pukul 12.00 WIB. Waktunya untuk makan siang, namun Ana belum memasak nasi dan lauk pauk. Karena takut Alma pulang dan kelaparan, Raina memutuskan memesan makan lewat jasa ojek online langganannya. Ia memesan beberapa makanan yang cukup untuk dirinya, Ana dan Alma makan siang dan makan malam. Sembari menunggu pesanannya datang, Raina memutuskan untuk duduk dikursi rotan samping rumah Ana. Tiba-tiba datang sebuah sepeda motor berwarna coklat masuk ke halaman rumah Ana. Raina pikir, itu ojek online yang membawa pesanan makanannya. Namun ternyata salah, itu adalah Gaska. Teman sekelasnya yang memboncengkan Alma, mengantarkan Alma pulang kerumahnya.
"Kak Rainaaa!!!" seru Alma yang turun dari motor dan berlari menuju Raina.
"Jangan lari, Al. Kok Alma bisa sama kamu sih?" tanya Raina kepada Gaska.
"Panjang ceritanya, ntar aku certain sambil makan. Ini aku bawa makanan banyak" kata Gaska kepada Raina.
"Lah, aku pesen makanan di ojek online" kata Raina.
"Nggak papa, buat ntar malem aja. Sekarang kita makan ini, mana Ana?" tanya Gaska.
"Bentar, aku panggil dulu".
Raina pun masuk kedalam rumah Ana dan mencoba membangunkan Ana.
"Ana, bangun. Na, bangun. Ada Gaska diluar".
"Ngapain dia kesini? Kamu ngechat dia?' tanya Ana sembari membuka matanya.
"Dia nganterin Alma pulang".
"Oh, iya. Alma. Dimana dia?" tanya Ana yang menyadari sesuatu
"Didepan, udah yuk. Cuci muka kamu, kita makan sama Gaska diluar. Mumpung cuacanya adem" kata Raina yang berjalan menuju meja makan mengambil teko air dan beberapa gelas.
Ana langsung pergi kekamar mandi dan mencuci muka lalu segera kesamping rumahnya untuk makan bersama pujaan hatinya. Ana yang baru bangun dari tidurnya merasa kaget melihat banyaknya makanan dibangku rotan miliknya.
"Kok banyak banget sih?" tanya Ana kebingungan
"Iya. Jadi kan gini, tadi aku liat jam kok udah waktunya makan siang. Tapi kamunya masih tidur dan belum masak gara-gara ngurusin aku. Inisiatif dong aku pesen makanan di ojek online. Eh Gaska dateng nganter Alma sambil bawa fried chicken sebasket. Ini ayam bakarnya buat ntar malem aja ya, An? Kita makan ini dulu aja, ngehormatin Gaska yang bawa" jelas Raina pada Ana.
Ana yang nyawanya belum sepenuhnya kumpul hanya mengiyakan perkataan Raina, mereka makan makanan yang dibawa Gaska sambil bercerita macam-macam. Mulai dari hal receh yang membuat tertawa hingga membicaran organisasi atau tugas disekolah.
"Oh ya, Gas. Tadi kamu belum jawab pertanyaanku. Kamu kok bisa anterin Alma kesini, emang kamu tau kalo Alma itu adiknya Ana?" tanya Rain yang teringat pertanyaanya tadi.
"Tadi itu Yasha kekelas kita, Ra. Dia bawa surat ijin, katanya kamu sakit. Trus iseng aku tanya dong. Kok bukan Ana yang bawa suratnya, kan dia sohib kamu banget. Eh Yasha jawab, katanya Ana juga sakit. Hari ini ijin juga, heran dong aku. Masa sih, sedeket itu kalian sampe sakit aja barengan. Yaudah dong aku tanya rumah kalian ke Yasha, Yasha bilang dia nggak tau rumah Raina sama Ana. Dia cuma tau kalo adeknya Ana sekolah di SD 04 Garuda, yaudah aku samperin aja" jelas Gaska.
"Trus, kamu tau dia adek aku itu gimana?" tanya Ana penasaran.
"Ya kan aku sering liat wajah anak ini di SGnya Raina. Hafal lah" jawab Gaska.
Mereka asyik bercerita hingga Gaska tahu bahwa kekasihnya, Zoya sudah menelponnya terus menerus. Zoya yang merasa gondok pun mengirim pesan berantai hingga puluhan pesan. Namun, Gaska masih belum menyadari itu. Zoya yakin bahwa Gaska sedang bersama Ana, hingga akhirnya Zoya berencana untuk mempermalukan Ana didepan teman-temannya disekolah
Hari pembalasan Zoya datang. Dimana Gaska tidak berangkat sekolah karena ijin acara keluarga dan kelas Ana sedang ada pelajaran olahraga dan mengharuskan semua murid turun ke lapangan. Tentu saja jauh dari jangkauan Rain yang sedang belajar dikelasnya dan Zoya bersama satu temannya Myta berpura-pura sakit dan ijin ke UKS. Disinilah pembalasan Zoya, Ana memasuki ruangan kamar mandi sendirian diikuti oleh Zoya. Myta ditugaskan berjaga didepan ruang kamar mandi, untuk berjaga-jaga jika siswi lain yang akan masuk kekamar mandi. Zoya langsung menyiramkan air kepada Ana yang sedang berdiri didepan kaca, sontak Ana kaget dengan apa yang dilakukan Zoya kepadanya.
"Maksudnya apa kak?" tanya Ana bingung.
"Kamu masih tanya maksud aku? Dasar cewek murahan!" kata Zoya memaku Ana.
"Tolong ya kak, dijaga omongannya" jawab Ana tidak terima.
"Kamu tau kan kalo Gaska itu pacar aku?" tanya Zoya dengan mata melotot ke arah Ana.
"Iya, tau kak" jawab Ana.
"Heh, kamu itu anak orang miskin. Anak sial, kamu yatim piyatu kan? Itu semua karna kamu bawa sial. Jadi mereka semua itu mati gara-gara kamu!" bentak Zoya kepada Ana.
"Tolong ya kak, kakak bisa kok ngomong baik-baik. Bilang aja mau kakak apa? Jangan bawa-bawa almarhum dan almarhumah orang tua aku. Mereka nggak salah apa-apa kak" jawab Ana dengan mata berkaca-kaca.
"Mereka salah, mereka salah ngelahirin anak nggak tau malu kaya kamu!".
"Stop kak, stop!" kata Ana dengan nada membentak sembari berjalan meninggalkan Zoya dikamar mandi.
Ana meninggalkan Zoya dengan luka batin yang teramat dalam. Ingatannya tentang orang tuanya pun muncul kembali. Ia kembali menyalahkan dirinya atas meninggalkan kedua orang tuanya. Tanda sadar, air matanya mengalir dari sela-sela kelopak matanya. Hatinya sakit, teramat sakit hingga membuatnya tak mampu berkata apa-apa lagi. Ia juga tak ingin kehilangan kedua orang tuanya, namun garis Tuhan sudah menggariskan itu semua. Bagian tersakit yang Ana alami ialah mendengar orang tuanya dimaki-maki meskipun sudah tiada. Biarlah dirinya dimaki-maki, asal bukan orang tua atau adiknya. Sejak saat itu, Ana memutuskan melupakan Gaska dari hati dan pikirannya.
Team Zoya atau team Ana nih?
Yang ikut geram sama tingkahnya Zoya, jangan benci dulu deh. hati-hati, benci jadi cinta lhooo. xixixi