webnovel

Expensive Baby

"Maukah kau tidur dengan suamiku hingga hamil dan melahirkan anaknya?" Elena Wasley bertemu kembali dengan kembarannya, Elise. Dia meminta bantuan Elena untuk mengandung anak dari suaminya, Brian Fernandez. Tentu saja, Elena menolak karena sebentar lagi dia akan menikah dengan kekasihnya, Diego Orlando. Tapi semua berubah karena satu insiden tak terduga. Elena mau mengandung bayi itu dengan meminta bayaran mahal. Membuat Brian dan Elise membuat perjanjian tertulis untuk kesepakatan bersama Elena itu. Di sisi lain, Tiara Jackson -mantan tunangan Brian masih mengharapkan pria itu menjadi miliknya. Dia bertekad menyingkirkan Elise dan bayi itu dengan berbagai cara untuk mendapatkan Brian. Apa alasan Elise meminta Elena mengandung anak Brian? Mengapa Elena menyetujui perjanjian gila itu? Bagaimana reaksi Diego jika mengetahui semuanya?Apa yang akan dilakukan Tiara untuk menyingkirkan Elise dan bayinya? Bisakah bayi itu terlahir ke dunia dengan selamat? Bagaimana akhir dari cerita ini saat cinta menggoyahkan segala?

MaylisaAzhura · 现代言情
分數不夠
211 Chs

Bab 36

"Pergi kemana kau? Berlari tanpa memedulikan kehamilanmu? Pergi begitu saja tanpa mengatakan sepatah katapun padaku? Dan tak bisa dihubungi sama sekali?!"

Elena hanya diam dan menundukkan kepalanya. Elise yang berdiri tak jauh dari sana, bingung harus bagaimana bersikap. Dia tau Brian sangat marah besar saat ini. Elise juga tau betapa Brian gelisah memikirkan Elena. Tapi dia juga tak tega melihat Elena dimarahi dan dibentak oleh Brian seperti itu. Bagaimanapun hal itu bisa mengguncang Elena dan membuat kondisi wanita hamil itu terguncang.

Elise mendekat dan mengusap pundak Brian yang tegang, "Brian."

Brian menepis tangan Elise. Dia sangat kesal dan marah saat ini.

"Sudah dua kali kau bersikap seperti ini. Apa kau pikir kesepakatan kita ini hanyalah main-main? Apa aku harus mengikat dan mengurungmu, agar kau tak bisa berbuat sesuka hatimu seperti kemarin lagi?!"

Elena hanya diam dan menunduk dalam namun hal itu semakin memancing emosi Brian. "JAWAB AKU, Elena!" teriak Brian kencang di depan Elena.

Sontak saja airmata Elena jatuh dan wanita itu menangis sesugukkan. Dia mengigit bibir bawahnya, mencoba menahan suara isakkan. Tapi percuma, semua itu tak berguna, karena Elena malah semakin menangis kencang dan tak bisa membendung kesedihannya.

Elise dengan cepat mendekati Elena. Merangkul kakak kembarnya itu dan menenangkannya.

"Brian, sudahlah. Elena baru saja pulang. Dan dia sedang hamil. Jangan membuatnya stress dan tertekan dengan amukan amarahmu."

Melihat Elena yang menangis dan mendengar nasihat Elise. Brian membuang wajahnya, menarik napas panjang dan menghebuskannya dengan perlahan, menekan amarahnya.

Setelah emosinya bisa ditahan, Brian kembali menoleh pada wanita kembar itu. Matanya menatap Elena dengan khawatir karena wanita itu masih saja menangis.

"Dengar, aku benar-benar tak suka kau berbuat semaumu seperti kemarin. Ada anakku yang kini bergantung padamu."

"Aku tak mau mereka terluka ataupun kehilangan mereka. Dan kumohon jangan membuat aku selalu berpikiran buruk tentangmu, hanya karena kau tak bisa dihubungi seperti kemarin." Brian berucap dengan nada yang lembut namun tegas.

"Maaf," cicit Elena di sela isak tangisnya.

Setelah mendengar jawaban elena itu Brian berbalik pergi. Dia sudah terlambat untuk datang ke kantor. Sepertinya dia harus menanyakan mengenai penyelidikan yang dilakukan detektif suruhannya mengenai Elena.

....

Saat Brian tiba di kantornya, dia bukan pergi ke ruangannya terlebih dahulu, pria itu langsung menuju ruangan Fredy.

"Aku baru saja ingin menghubungimu."

Fredy mengangkat ponsel. Dia memang ingin menghubungi Brian beberapa saat yang lalu, sebelum Brian datang dengan tiba-tiba ke ruangannya.

"Mana laporan penyelidikan detektif?" todong Brian tanpa basa-basi.

Kening Fredy mengerut bingung dengan pembicaraan Brian yang tiba-tiba ini.

"Dimana laporannya? Jangan bilang jika detektif yang kau sewa belum menyetorkan hasil penyelidikannya?"

"Tunggu, aku tak mengerti apa yang kau bicarakan?"

"Sialan, kau Fredy. Jangan memancing amarahku. Sejak pagi aku ingin menonjok sesuatu. Aku membicarakan penyelidikan tentang kembaran Elise, Elena Wesley."

"Ah tentang laporan itu. Aku masih tak percaya Elise memiliki seorang kembaran. Aku ingin bertemu de—"

"Fredy, di mana laporannya?" potong Brian cepat, dia kesal dengan Fredy. Tangan Brian sudah gatal ingin memukul pria itu, jika dia masih saja berbelit dan tak menjawab pertanyaannya.

"Bukankah aku sudah memberikan laporannya padamu."

Kening Brian mengerut bingung. Benarkah?

"Apa? Kapan kau memberikannya?"

"Apa kau lupa, sebulan yang lalu aku sudah memberikan laporan itu padamu."

Kening Brian mengerut semakin dalam. Dia sama sekali tak ingat Fredy pernah memberikan laporan penyelidikan mengenai Elena.

"Aku tak ingat kau pernah memberikannya."

"Sebulan yang lalu aku sudah memberikannya padamu. Tapi saat itu kau sedang sibuk menerima telpon dan memintaku meletakkannya di atas mejamu saja."

"Lalu dimana laporan itu sekarang?" Fredy menggedikkan bahunya.

"Mana ku tau. Aku sudah menyerahkannya padamu."

"Argh sialan!" Umpat Brian langsung pergi meninggalkan ruangan Fredy. Dia sangat kesal.

Brian berjalan cepat memasuki ruangannya. Berdiri dengan memutar otaknya untuk mengingat kejadian itu, saat Fredy memberikan laporan itu padanya. Tapi dia benar-benar lupa. Tak habis akal, Brian mulai mencari laporan itu di tumpukan file yang ada di mejanya.

Saat sekretarisnya masuk , Brian juga meminta wanita itu untuk membantunya mencari. Brian juga menyuruh Fredy mencari map biru berisikan laporan penyelidikan tentang Elena.

Sudah sejam namun mereka sama sekali tak menemukan map yang berisi laporan hasil penyelidikan mengenai Elena. Brian juga sudah memaki-maki Fredy yang tak mengingatkannya akan berkas penting itu.

Bahkan saat dia menanyakan apakah detektif itu punya copy-an data lagi menganai laporan itu. Fredy menggeleng. Bukan karena detektif tak memiliki copy-an data itu melainkan sang detektif tak bisa dihubungi karena sedang menyelidiki kasus kliennya yang lain.

"Sialan! Dimana laporan itu?!" Maki Brian kesal.

....

Elena kembali menjenguk Diego hari ini. Dia sudah berhenti bekerja di Wonderfull Cafe. Dia tak enak dengan Shelina karena selalu datang terlambat. Jadi saat Shelina berbicara padanya, dia memutuskan untuk berhenti bekerja saja. Dia tak mungkin tetap bekerja dengan perut yang semakin membesar dari hari ke hari.

Elena juga belum mengatakan tentang hal itu pada Elise, jadi saat wanita itu pergi menjenguk Diego, Elise sama sekali tak bertanya apapun. Wanita itu kembali fokus dengan hobby melukisnya.

Elena tersenyum saat memasuki ruang rawat Diego. Pria itu kini sudah jauh lebih baik.

"Bagaimana keadaanmu hari ini Kak?"

"Jauh lebih baik setelah melihatmu datang." Elena tersenyum lebar dengan godaan yang Diego ucapkan.

"Apa kau tidak bekerja lagi hari ini?"

Elena tersenyum lembut. Dia sudah memikirkan segalanya. Kebohongan yang akan dia katakan pada Diego agar bisa menggilang beberapa bulan karena kehamilannya pasti tak akan bisa ditutupi lagi dari pria itu.

"Tidak, Shelina memberikanku cuti beberapa minggu sebelum mengirimku ke luar kota untuk mempelajari membuat kue lain. Agar aku bisa memberikan variasi menu di Cafe."

"Kau akan pergi keluar kota?" Diego tak percaya. Ada rasa tak rela yang menyusup di hatinya. Dia tak ingin Elena pergi meninggalkannya. Diego merasa jika kepergian wanita itu seakan meninggalkannya untuk selamanya. Entahlah, Diego merasakan perasaan tak rela. Ini pertama kalinya Elena akan pergi lama dan berpisah darinya.

"Ya, Shelina ... dia membiayaiku untuk ikut kursus memasak selama enam bulan di luar kota." Elena sudah memperhitungkannya. Enam bulan lagi dia akan melahirkan, setelah itu dia akan kembali menemui Diego dan mengatakan semua yang terjadi.

"Dan kau akan meninggalkanku selama enam bulan lamanya?" Diego tak percaya itu. Enam bulan adalah waktu yang lama. Bagaimana bisa dia tahan untuk berjauhan dengan Elena selama itu. Elena sudah menjadi bagian dari hidupnya. Tak bisa melihat wanita itu sehari saja sudah membuat Diego khawatir, cemas, gelisah dan merindu.

Elena menatap mata Diego dengan sendu. Dia juga tak menginginkan hal ini. Wanita itu ingin ada di samping Diego, membantu terapy pemulihan dan menyemangatinya untuk segera sehat kembali.