Satu sekolah heboh, dengan berbondongan lari ke arah area parkir karena tahu kalau El akan segera memasuki gedung sekolah dengan motor kesayangannya. Jangankan motor, pemiliknya saja sudah menjadi kesayangan para cewek-cewek. Sosok yang paling ditunggu-tunggu akhirnya datang, tapi kali ini membawa berita heboh yang menggemparkan para murid.
"ANAK BARU BERANGKAT SEKOLAH BARENG EL!"
"WAH JANGAN-JANGAN MEREKA UDAH GAJIAN!"
"JADIAN, SARAP."
"KEREN JUGA TUH CEWEK BISA NAIKIN MOTORNYA COWOK YANG JADI IDAMAN SATU SEKOLAH!"
"OMG, GAK KUAT MASIH PAGI UDAH LIAT BEGINIAN!"
"GILA, BENER-BENER GILA! JANGAN SAMPAI DEH PRISKA TAU HAL INI."
Telat. Di tepi area parkir sudah ada Priska dengan kedua anteknya yang berdiri menatap tidak suka ke arah Nusa yang kini sedang di bantu turun dari atas motor besar milik El, tatapannya sangat tajam dan terlihat pancaran ketidaksukaan dari dalam sana.
"Perlu dikasih pelajaran kayaknya." gumam Priska menatap Disty dan Nika secara bergantian, ia menaikkan senyuman miring yang terlihat sangat cocok menjadi pemeran antagonis jika di angkat sebagai pemeran film.
Dua orang yang selalu menemani Priska dari kelas awal masuk ke sekolah ini ya adalah Disty dan Nika. Mereka juga mengambil andil dalam setiap pembullyan yang Priska lakukan. Ibaratnya, mereka adalah kaki tangan cewek dengan obsesi tingginya terhadap El. Tanpa mereka berdua, Priska bukanlah apa-apa karena tidak ada yang membantu perlakuan seenaknya dalam mem-bully.
Kembali lagi ke Nusa dan El.
Nusa meniup poninya yang berjatuhan ke wajahnya dengan hembusan angin dari dalam mulutnya. Ia menyalahkan El karena tidak membawa helm lain untuk dirinya pakai, dan sepertinya salahnya juga terlalu grogi saat El berada tepat di rumahnya tanpa mengingat mengambil helm miliknya terlebih dahulu. Jadilah tatanan rambutnya yang terlihat sedikit kusut.
"Lo berantakan."
El mengambil sebuah sisir kecil yang biasa ia taruh di dalam saku baju seragamnya, biasa cowok pasti suka mengantungi sisir kecil. Ia membawa sisir itu ke rambut halus yang menjuntai kebawah milik Nusa. Berkat dari tindakan El ini mengundang banyak perhatian dan pekikan tidak tertahan dari banyak murid, semuanya iri dengan perlakuan El yang memperlakukan Nusa secara spesial.
"Sorry." gumam El sambil menarik tangannya untuk menaruh sisir ke dalam saku. Ia langsung saja membenarkan letak tas, lalu berjalan meninggalkan area parkir dan juga Nusa yang masih mematung di samping motornya.
Nusa mengerjapkan kedua bola matanya karena masih terkejut dengan perlakuan El, lalu tersadar dengan keadaan sekitar yang kini dirinya menjadi pusat perhatian semua orang. Ada yang menatapnya tidak suka, sinis, bahkan ada juga yang terang-terangan mengejek dirinya.
"Dateng sama El ya, Sa?"
Nusa melihat Mario yang berjalan ke arahnya dengan langkah kaki yang sangat santai. Terlihat cowok itu membawa bola basket di genggaman tangan kanannya. Pasti anak cowok pun pagi-pagi sudah beraktivitas, padahal jam pelajaran saja belum berbunyi.
"Eh Rio, iya nih bareng El, kenapa?"
"Kenapa lo bilang? Aduh Nusa mati deh lo di serbu sama penggemarnya El, secara dia kan kayak artis nomor satu di sekolah ini."
"Ih kenapa sih emangnya gak boleh? kan cuma berangkat bareng, lagipula El kok yang mau."
"Bukan gak boleh, tapi lo itu pantesnya berangkat sama gue. Mario tampan sejagat raya."
Mario terlihat memukul dadanya dengan gerakan pelan, ia seperti membanggakan dirinya dengan ucapan yang sama sekali tidak berbobot itu. Kirain ingin mengeluarkan kata-kata mutiara untuk menyuruh Nusa menjauhi El, malah mengatakan hal seperti itu.
"Kepedean kamu, kirain aku kamu mau mengatakan hal yang penting." ucap Nusa sambil terkekeh kecil, ia membenarkan letak dasinya lalu menatap Mario kembali dengan seulas senyuman. "Reza mana?" tanyanya.
"Tadi dia boker dulu di rumahnya, ya gue tinggal aja lah daripada kelamaan ya gue kan gini-gini anti telat, Sa. Gue juga males banget nungguin orang boker, kayak gak ada kerjaan aja."
Mereka mulai berjalan meninggalkan area parkir dengan Mario yang terus-menerus melayangkan tatapan sinis untuk para siswi yang secara terang-terangan mengejek Nusa, ia menjadi pelindung di saat ucapan yang tak seharusnya di lontarkan untuk gadis lugu ini. Ucapan yang beberapa terdengar cukup menyindir itu membuat Nusa sedikit menundukkan kepalanya.
"Tuhkan, tadi El sekarang Mario, besok siapa lagi, Reza?"
Nusa mengangkat kepalanya saat mendengar salah satu suara dari cewek yang entahlah ia tak melihat wajahnya, menatap Mario dengan sorot mata yang sebentar lagi akan mengeluarkan kristal bening dari pelupuk matanya. "Mario, aku mau ngambil buku dulu di perpustakaan, nanti tolong izinin pelajaran pertama ya. Dadah, sampai jumpa di kelas nanti." ucapnya sambil melambaikan tangan.
"Eh--"
Belum sempat Mario menahan tubuh Nusa, cewek itu sudah berlari kencang mengarah perpustakaan. Ia menghela napasnya. Baru kali ini El dekat dengan seorang cewek, dan baru kali ini juga ada cewek yang mampu masuk ke dalam hidup El selain Alvira.
Memangnya salah ya masuk ke dalam kehidupan El?
Sedangkan di satu sisi..
(Sudah 15 menit setelah kejadian meninggalkan Mario sendirian dengan alasan ingin ke perpustakaan)
Nusa kini sudah duduk di salah satu kursi panjang yang terdapat di dalam perpustakaan, mengambil tempat paling dalam dan ujung supaya tak terlihat keberadaannya. Ia menundukkan wajah sambil meremas kedua jemarinya dengan erat, bening air mata mulai membasahi permukaan tangannya.
Anggap saja Nusa sebagai sosok yang perasa, dan itu benar. Selama ini selalu ada Rehan untuk dirinya, menjaga dan melindungi. Ia sama sekali tidak pernah diperlakukan kasar, apalagi di perlakukan serendah tadi, terlebih oleh semua orang yang berada di sekolah ini. Ralat bukan semua orang, tapi sebagian orang yang menaruh rasa idola pada El.
"Kan Nusa gak ada niatan buat berangkat sama El. Salahin aja El kenapa datang ke rumah Nusa secara tiba-tiba nyuruh Kak Rehan nganterin pesanan, kan jadinya Nusa gak ada yang anter. Mau naik ojek atau taksi, nanti Kak Rehan ngomel-ngomel lagi. Serba salah kayak Raisa,"
Nusa menggerutu kecil, isak tangisnya pun terdengar samar-samar karena kalau sampai terdengar jelas takut di tegur oleh penjaga perpustakaan.
"Cengeng."
Nusa mendongak kepalanya, lalu melihat tubuh atletis milik El sudah berada di hadapannya sambil menjulurkan segelas teh hangat untuk dirinya.
"Bara?"
"Bolos ya lo?"
"Eh enak aja, aku tuh mau ambil buku paket. Tapi kata Bu Rinda tunggu sampai tadarus selesai dulu, aku di--"
"Bawel."
El meletakkan sebuah bungkus tisu kecil ke hadapan Nusa, melihat meta sembab cewek tersebut mengingatkan dirinya pada Alvira yang sama cengeng-nya. "Ingus lo." ucapnya masih dengan wajah yang sangat datar.
Akibat dari ucapan El, Nusa dengan segera menghapus jejak air matanya dengan buru-buru lalu meraih bungkusan tisu yang tadi diberikan El kepadanya.
Dalam diam, El memperhatikan gerak gerik Nusa. Melihat cewek itu membersihkan cairan kental yang sedikit keluar dari dalam hidungnya. Ya wajar saja, toh Nusa habis menangis.
"Makasih ya Bara." ucap Nusa dengan nada bicara yang terdengar sangat tulus.
"Hm."
Nusa meminum teh hangat tersebut tanpa mengalihkan pandangan sedikitpun dari wajah El. Wajah tampan itu tidak pernah bosan untuk di pandang, dan dirinya suka menatap lama-lama dan wajar saja cowok ini menjadi idam-idaman hampir seluruh murid cewek di sekolah. Dari hari ke hari, rasa penasarannya semakin membesar ingin mengetahui setidaknya sedikit tentang El.
"Kamu kok kesini? khawatir ya sama aku?"
"Pede lo."
"Terus apa kalau bukan khawatir? sampai bawain teh segala sama tisu,"
"Di suruh,"
Nusa menaikkan sebelah alisnya. "Di suruh siapa?" tanyanya dengan heran, pantas saja El bisa berperilaku seperti ini.
"Mario."
Nusa menekuk senyumnya, lalu menaruh gelas teh kembali ke atas meja. Ia pikir El menemuinya atas inisiatif dari cowok itu sendiri, tapi ternyata tidak dan sepertinya ia tidak boleh mengharapkan apapun mengenai seluruh sikap El kepadanya. Ia menopang wajah dengan tangan kanan, memperhatikan El dengan tatapan sangat lekat.
"Ngapain si lo?"
"Bara, aku mau tanya sesuatu, boleh gak?"
"Hm."
"Jawab jujur ya soalnya aku penasaran banget nih, tenang aja aku gak sedih kok kalau Bara kesini di suruh Mario."
"Ya, intinya?"
"Bara tuh ada hubungan apa sih sam--"
"Eh El, kenapa kamu ada disana sama Nusa?"
Mereka berdua serempak menoleh ke sumber suara yang memotong ucapan Nusa. Disana sudah berdiri Bu Rinda dengan lima tumpuk buku baru di tangan, sepertinya beliau ingin menyusun buku baru di rak sesuai dengan kategori.
Nusa dengan canggung menggaruk pipinya yang tidak gatal, ia takut guru yang menjaga perpustakaan itu menaruh salah paham terhadap dirinya dan juga El.
"Eh ini bu El mau ambil buku paket dia yang tertinggal di aku." ucap Nusa seadanya membuat Bu Rinda hanya mengangguk paham lalu melanjutkan kegiatannya, melangkahkan kaki menjauh untuk memulai menyusun buku sesuai kategori.
Nusa menghela napasnya. Lalu kembali menatap El yang terlihat santai tanpa adanya mimik panik seperti yang ia perlihatkan tadi. "Kok Bara biasa aja sih?"
El menaikkan sebelah alisnya. "Emang harus gimana?"
"Ya ngapain kek gitu. Panik atau seenggaknya bantu jawab pertanyaan Bu Rinda tadi, hampir aja Bu Rinda naruh pikiran curiga."
"Oh."
"Kok oh doang sih?"
"Oh gitu."
"Bara kok jadi ngeselin?"
"Hm."
Sudah, tidak berguna juga jika berbicara pada El yang jelas-jelas kosa katanya hanya sedikit. Nusa meniup poninya dengan sebal, lalu menatap El lagi seperti awal tadi. "Bara kenal Kak Rehan?" tanyanya. Ia kelewat penasaran dan akhirnya ingin tahu jawaban versi cowok yang berada dihadapannya.
Ah iya hampir saja El lupa. Tadinya ia juga ingin sekalian menanyakan hal ini, tapi kelupaan. Bagaimanapun, ia juga merasa penasaran. Hei, El juga manusia sama seperti yang lainnya. Hanya beda dalam segi sifat dan perilaku saja.
"Rehan karyawan di kedai kopi Uncle gue."
"Kok Bara gak bilang kalau kenal sama Kak Rehan? dia tuh kakak aku, tau. Berarti selama ini aku ceritain tentang kamu, dia tau dong!" ucap Nusa dengan menggebu-gebu, panik takut Rehan membocorkan kalau dirinya kesal dengan El. Pasti kalai bercerita selalu mendengus sebal
"Cerita tentang gue?"
"Ups." Nusa menutup mulut dengan spontan. Ia merutuki dirinya sendiri karena terlalu bersemangat dalam berbicara. Mau di taruh mana wajahnya nanti?
"Ah itu, aku cuma bilang kalau duduk sama cowok."
El menyipitkan mata, lalu bangkit dari duduknya. "Oh, gue duluan." ucapnya sambil pergi meninggalkan Nusa yang kini sudah menepuk keningnya.
"Ih Nusa bodoh, nanti kan Bara jadi ke-geeran!"
...
Next chapter