Pergi menjauh dari bumi berjuta-juta kilometer. Tak tahu arah, tak tahu waktu. Di dalam kapal luar angkasa yang aku sendiri belum tahu kemana arah tujuannya. Perasaanku campur aduk. Mencemaskan kehidupan keseharianku, rutinitas keseharianku. Sekolah, belajar, bermain, makan malam bersama orangtuaku. Apa kabar ayahku? Apa kabar ibuku? Dan juga bagaimana dengan teman-temanku, sahabatku, dan seluruh orang terdekatku?
Kedatangan meteor itu adalah momen terakhir yang kusaksikan di bumi sebelum tersadar disini. Kini kududuk di salah satu bangku panjang. Menunggu kondisi kapal pulih. Bersama seorang anak perempuan yang baru saja kutemui. Luna namanya. Tak ada percakapan di antara kita.
Sepuluh menit, dua puluh menit, bahkan sampai setengah jam pun tak ada percakapan. Sesekali Aku menatapnya. Raut malu terlukis di wajahnya. Aku sebenarnya mau membuka pembicaraan. Hanya saja itu seakan tertahan dalam mulutku. Namun, menunggu seperti ini hanya membuatku bosan. Tak ada hal yang bisa kulakukan selain melamun menatap sebuah tabung reaktor bening, memperhatikan gelembung yang keluar dari bawahnya.
Aku memutuskan membuka pembicaraan.
"Hei! Kamu sedang memikirkan apa?"
Dia menoleh, lalu menggelengkan kepala dan kembali mengeluarkan tatapan kosong ke depannya seakan tak tertarik dengan pertanyaanku. Aku memang tak pintar untuk membuka pembicaraan, apalagi dengan teman sebayaku. Aku kembali memikirkan pembicaraan selanjutnya.
"Apakah kamu tinggal di kapal ini? Atau hanya menumpang perjalanan?" Tanyaku.
Dia pun menoleh.
"Tidak.. Aku tidak tinggal di kapal ini" jawabnya malu-malu.
"Aku disini bersama Ibuku sedang dalam perjalanan mengungsi ke planet lain" tambahnya.
"Memang apa yang terjadi dengan planetmu?" tanyaku.
"Kata Mamaku planet kita diserang. Aku dan Mama naik kapal ini buat pindah ke planet lain"
"Diserang sama siapa?"
"Tidak tahu. Mamaku memberitahuku tidak lebih dari itu"
Sampai disitu aku berhenti bertanya. Mungkin hal ini yang membuat Luna sulit kuajak bicara. Raut wajahnya berubah menjadi cemas. Aku masih belum mengerti masalah apa yang terjadi di planetnya. Siapa yang menyerang? Apa yang penyerang itu inginkan dari planet itu.
"Ngomong-ngomong planetmu dimana? Apa namanya?" tanyaku.
"Mereka dari planet Udo. Planet itu diserang oleh kelompok Semut Besi"
Kapten Zai tiba-tiba sudah disini. Mungkin baru selesai mengisi bahan bakar dan memperbaiki mesin.
"Planet Udo adalah tempat penyimpanan dan perlindungan seluruh elemen. Semua itu disimpan di sebuah menara penyimpanan untuk mencegah kelompok-kelompok gelap menyalahgunakannya. Suatu hari, kelompok gelap Semut Besi menyerang menara itu. Mereka mendapatkan sebagian dari batu elemen itu dan menyerang kota di sekitarnya. Terpaksa warga kota itu mengungsi. Dan disini kami ditugaskan membawa mereka mengungsi ke planet yang lebih aman" jelasnya.
Aku mengangguk, seakan mengerti muka permasalahan yang terjadi. Kapal sedikit bergetar yang menandakan telah lepas landas. Kami bergerak menuju planet tujuan. Tiba-tiba aku teringat sesuatu, tentang kehidupan seharianku.
"Kapten, sepertinya aku harus pulang ke tempat asalku. Keluargaku mungkin cemas mengkhawatirkanku. Begitu juga dengan teman-teman, guru, dan yang lainnya. Apakah ada cara untuk kembali?"
"Tapi Mr. Andes membutuhkanmu untuk proyek ini~maksudku misi ini"
"Sebentar saja.. Aku kembali pada malam hari setelah aktivitas keseharianku selesai. Mungkin hanya selama 5 hari tiap minggunya."
"Itu cukup sulit untuk dilakukan! Aku tidak tahu kapan Mr. Andes membutuhkanmu, Ai. Bisa saja pada saat kau tak disini. Kami tidak bisa melakukannya tanpa dirimu"
"Bisakah kita bertemu dengan Mr. Andes lebih dulu untuk membicarakannya? Mungkin Dia punya keputusan yang lebih baik"
"Baiklah. Dia sekarang ada di ruang perawatan kapal. Lewati saja lorong di depan ini sampai bertemu akuarium besar. Tepat di seberangnya ada pintu menuju ruangan itu. Aku tidak bisa ikut denganmu karena masih harus mengurus di ruang kemudi kapal. Ajak saja anak kecil tadi"
Hah? Dimana anak kecil itu? Baru sebentar aku bercakap dengan kapten Zai dia sudah lenyap. Aku mendengus.
"Dimana anak kecil tadi Kapten? Dia pergi saat kita sedang mengobrol tadi"
"Tidak tahu. Memang anak kecil itu sering kali berlarian ketika bosan. Mungkin hanya sebentar sampai tubuhnya lelah. Anak itu tidak suka di dalam ruangan tanpa melakukan apapun"
Anak kecil itu memang terlihat tak tertarik dengan pertanyaanku tadi. Mungkin untuk menghilangkan perasaan cemasnya dengan berlarian di luar. Belum sempat aku bergerak, aku melihat sesuatu di lantai. Sesuatu yang persis seperti yang kulihat di penginapanku. Jejak kaki merah. Jumlahnya banyak sekali dan tak beraturan. Mungkin itulah jejak kaki anak itu. Berlarian kesana kemari sampai tak tersadar terinjak sesuatu di kakinya.
Aku pun terbang melesat menuju lorong yang diberitahukan tadi. Aku sudah terbiasa melaju kencang di udara. Aku masih menyisakan pertanyaan di benakku. Jika jejak itu benar milik anak itu, untuk apa dia ke penginapanku? Saat keadaan darurat pula.
Aku pun meneruskan perjalanan. Lorong ini memiliki jendela di sepanjang salah satu sisinya, menyajikan tempat seperti sebuah taman bunga besar di tengah kapal. Bunga-bunga disini jenisnya sama seperti yang ada di bumi. Hanya saja ukurannya 5 kali lebih besar. Aku tak pernah melihat bunga mawar atau melati sebesar ini sebelumnya. Di tengahnya terlihat sebuah pohon besar dengan daun yang berwarna ungu. Terlihat juga beberapa orang yang sedang menyirami Bunga-bunga itu.
Beberapa saat kemudian aku sudah sampai di ujung lorong. Ada sebuah lift menuju ke bawah. Menaiki lift dengan kondisi sedang terbang ternyata tak semudah yang kukira. Aku harus berpegangan pada sebuah pegangan dan menurunkan bahuku untuk menurunkan sedikit tubuhku yang berkejaran dengan langit-langit lift. Saat keluar dari lift, pemandangan lorong berubah menjadi dikelilingi air. Inilah akuarium besar yang dimaksud kapten. Spesies ikan ini juga hampir sama seperti di bumi. Ikan air tawar dan air laut bisa disatukan disini. Mereka mungkin punya air khusus yang bisa membuat mereka ditaruh di satu tempat.
Tak jauh dari lift terdapat sebuah pintu menuju ruang perawatan. Aku memasuki pintu itu dan seketika mataku melebar. Ini tak terlihat seperti ruangan perawatan seperti di rumah sakit. Ini lebih mirip hotel mewah dibandingkan itu. Beberapa kasur besar dengan meja kaca yang mewah. Aku melihat Mr. Andes berbaring di kasurnya tak jauh dari pintu masuk.
"Mr. Andes!"
"Panggil aku Tn. Andes, Ai. panggilan itu biasanya untuk para tamu kehormatan dari planet lain. Ngomong-ngomong ada perlu apa kesini, Ai? Aku masih dalam pemulihan"
Aku pun menceritakan maksudku seperti yang kusampaikan kepada kapten Zai.
"Baiklah, itu mungkin bisa dilakukan. Hanya saja butuh perhitungan yang pas"
"Apa maksudnya?"
"Aku punya sepasang sepatu waktu yang membuatmu bisa kembali ke planet asalmu. Namun, Kamu mungkin akan melewatkan beberapa hari setelah meteor itu jatuh atau mundur beberapa hari sebelum meteor jatuh. Maka dari itu butuh perhitungan untuk sampai kesana dengan waktu yang pas"
"Tidak apa. Setidaknya itu bisa mengantarku pulang dan mungkin kembali kesini kapan pun"
"Sebentar.. Akan kuhubungi keponakanku untuk mengambil sepatu itu. Tak butuh waktu lama. Dia senang sekali berlarian"
Beberapa saat kemudian muncul seorang anak kecil mendobrak pintu ruang perawatan dengan sangat kuat. Salah satu pintunya terlepas dan terjatuh hingga pembuat kami sedikit kaget dan berteriak.
"Ini sepatunya paman"
"Luna.. Sudah berapa kali Paman bilang jangan mendobrak pintu. Sudah berapa pintu yang kau rusak, ditambah dengan jejak kaki kotormu itu yang membuat lantainya bau. Kau harus mandi setelah ini"
"Baik paman" Jawabnya lalu meninggalkan kami.
Jejak kaki merah mengotori lantai ruamgan. Anak kecil itu ternyata adalah keponakan Tn. Andes yang sangat lincah. Mungkin persis sepertiku waktu kecil.
"Sekarang coba pakai, Ai. Ukurannya akan menyesuaikan kakimu"
"Sudah tuan"
"Baiklah. Sekarang coba atur tempatnya ke planet asalmu dan waktunya menyesuaikan waktu di tempat asalmu"
Aku mencoba mengutak atik tombol di sepatu itu. Tulisan dengan bahasa yang tak kumengerti membuatku pusing. Aku berusaha mengatur waktunya sesuai waktu bumi. Waktu disini seperti 2 hari di bumi memudahkanku untuk mengaturnya.
"Nah, sekarang tinggal lokasinya"
Belum sempat aku mendengar perintahnya aku tak sengaja menekan sebuah tombol. Aku yang masih duduk seketika lenyap dari hadapan Tn. Andes. Dimana aku sekarang?