webnovel

Dibatas Senja

Lusi Aryani, 20 th, Mahasiswi FEB, semester IV, gadis dengan penampilan sederhana karena kondisi ekonomi keluarga yang hanya dibilang cukup namun keinginan begitu kuat untuk melanjutkan pendidikan berbekal dengan prestasinya. Dia ingin merubah kehidupan keluarganya, sesuatu yang harus diperjuangkan tidak menyerah untuk meraih harapannya. Janggan Pringgohadi, Mahasiswa Tehnik Arsitek semester 8, anak tuan tanah di salah satu kota kecamatan di Yogyakarta, anak panggung, tentu banyak penggemar, dijodohkan dengan Jihan anak temen orang tuanya. Bagaimana sikap janggan atas perjodohannya sedang dia mulai tertarik dengan lusi anak FE depan kostan. Apakah mungkin keluarga Janggan merestui hubungan mereka jika orang tuannya tahu Lusi bukan dari keluarga yang selevel dengan mereka. Bagaimana jika ternyata Janggan memilih mengikuti keinginan keluarganya. Disini kisah mereka diuji hingga dibatas perasaan Lusi dan Janggan, Dibatas Senja

Tari_3005 · 现代言情
分數不夠
91 Chs

Bab 74

"Mau nemenin mas ke kafe dak, ada temen mas lagi nunggu di kafe, Hanif sama Sarah juga, adek udah kenal mereka kan, daripada di rumah nanti curiga mas ketemuan sama putri, ayo ikutan ?" Ardan coba merayu Lusi yang masih cemberut, "Dedek rayu umi biar dak marah sama Abi" ucap Ardan lucu sambil mengelus perut sang istri, apa wanita hamil mood nya berubah ubah ?, harus ekstra sabar ngadepinnya, karena emosi yang naik turun. Maklum gaes pengalaman pertama jadi calon ayah, Ardan mesti banyak baca artikel cara menghadapi istri yang lagi hamil, berikutnya Ardan juga harus menyiapkan segala keperluan untuk menyambut calon penghuni baru yang tentunya akan menjadi kebahagiaan tersendiri buat keluarganya.

"pingin nemenin mas, tapi adek masih capek, pingin tiduran" jawab Lusi sambil menguap, rasa lelahnya setelah perjalanan kemaren dari Lamongan belum hilang, mungkin karena dia dak sendiri yang menuntutnya untuk banyak istirahat.

"Adek nanti bisa tidur di rumah kita di samping kafe, sudah bisa ditempati kok meski belum lengkap, tapi untuk sekedar menginap di sana boleh, mas selalu menjaga biar tetap bersih " Ardan tetap merayu istrinya, dia pingin menemui Hanif tapi dak pingin terjadi salah paham lagi dengan istrinya.

"Baiklah, adek ganti baju dulu bentar mas" akhirnya Ardan bisa bernapas lega karna Lusi mau ikut, "bawa jaket ya, jangan lupa mukena, jaga jaga siapa tahu kita tidur di sana, soalnya belum mas sediakan kebutuhan adek di rumah sana" ucap Ardan sambil mengawasi Lusi yang lagi mengenakan hijab siap pake, Ardan tersenyum sendiri melihat penampilan istrinya yang terlihat lebih dewasa dengan hijabnya. Ardan membantu Lusi mengambil tas cangklong dan memasukkan mukena beserta sajadah ke dalamnya. Lusi memoles sedikit lipstik di bibirnya biar dak terlihat pucat dan tampak kelelahan. Lusi ingin tampil cantik karna dia yakin Putri masih menunggu suaminya di kafe, dasar Bu dosen satu ini dak mau menyerah juga udah tahu yang dideketin tuh udah punya bini, yang punya laki tuh sahabat, sebel deh.

"Sudah cantik dek, yok berangkat, Jaketnya sudah ?" Ardan kembali mengingatkan wanitanya, "kalo malem di sana dingin karna datarannya lebih tinggi, di banding rumah bunda" Lusi sebel sejak kapan suaminya jadi cerewet banget mengingatkan ini itu, harus begini mesti begitu.

"Sudah mas, iya, jaket dah adek bawa nih, apalagi sayangku" tanpa nunggu jawaban ardan, Lusi melangkahkan kakinya ke luar kamar dak mau lagi denger ceramah sang suami. dia yang ngajak bisa bisa yang batalin sendiri kalo dak dituruti kemauannya.

"Bilang sayang mbok yang mesra, bukan diucapin sambil ngedumel dek," ungkap Ardan sambil geleng geleng kepala liat istrinya yang berlalu begitu saja ninggalin Ardan yang akhirnya melangkah mengekori Lusi.

"Kalian mau ke mana" sapa bunda melihat menantu dan anaknya yang sudah rapi keduanya, "mau ke kafe bun, ada teman mas Ardan di sana," Lusi mencium punggung tangan mertuanya, yang disusul Ardan dibelakangnya melakukan hal yang sama.

"Ada Hanif bun sama istrinya di kafe, kalo nanti sampe malem belum pulang, kami rencana nginep di rumah sana Bun," Ardan menjelaskan ke bundanya, karna tahu kebiasaan bundanya akan nunggu jika penghuni rumah belum komplit, kadang ayah atau Ardan yang lembur kerja sampe malem, bunda dak akan tidur duluan.

"Dak papa, yang penting jaga istrimu, ada cucu bunda juga yang mesti kamu jaga dan," kata bunda sambil menepuk pundak anak lelaki satu satunya.

"Siap bun, udah tugas ardan jaga istri dan anak Ardan Bun" jawab ardan kemudian tak Lupa ngucapin salam saat keluar rumah.

"Assalamualaikum" Ardan melambai ke arah bundanya," waalaikumsalam, hati hati nak" pesen bunda pada kedua anak dan menantunya.

Beberapa saat kemudia terdengar suara deru mobil meninggalkan rumah bunda.

-------------------

Hanif dan istri serta anaknya yang berusia satu tahun dalam gendongan si istri sudah berada di kafe milik Ardan di dekat kampus sejak 30 menit yang lalu.

"Bos mu belum datang juga mas, " tanya Hanif pada pegawai kafe yang nganterin pesenan mereka, "mohon maaf pak Hanif, kami sudah menghubungi pak Ardan, masih otw katanya pak Hanif diminta nunggu 5 menit lagi" pelayan kafe itu mengangguk pelan dan beranjak meninggalkan Hanif setelah selesai menyuguhkan pesenan Hanif ditambahkan dengan beberapa camilan tambahan request dari Ardan sebagai suguhan tamunya.

"Mas, mas ini camilan banyak banget, siapa yang mau habisin," ucap Hanif menghentikan langkah pelayan dari nametag yang bernama agung.

"Hidangan sudah sesuai permintaan pak Ardan, silahkan dinikmati, pesan pak Ardan, bapak bisa pesan yang lainnya sambil nunggu pak ardan," sikap pelayan yang ramah hingga menarik perhatian Hanif.

Dari jauh Hanif melihat mobil kijang yang diyakini milik temen dekatnya masuk ke halaman kafe, dasar tuh anak meski dah berhasil dak juga ganti mobilnya, batin Hanif.

Hanif beranjak berdiri dari tempat duduknya keluar menghampiri sahabatnya yang sudah agak lama dak berjumpa sejak pernikahan sahabatnya itu. sementara sarah istrinya tetep duduk karna sibuk dengan si kecil yang mulai belajar jalan dengan cara jalannya yang ajaib oleng kanan dan oleh ke kiri dan jika terjatuh bukan nangis malah ketawa.

"Assalamualaikum," ucap Hanif sambil memeluk sahabatnya.

"Waalaikumsalam, maaf nif harus nunggu lama," Ardan membalas pelukan hangat sahabatnya.

"ayo masuk," ujar Ardan menyilahkan tamunya. "kamu dan, sebenarnya yang tuan rumah aku apa dirimu sih, mestinya tuan rumah tuh datang duluan nungguin tamunya datang, malah ke balik, " mereka tertawa bareng, "gimana kabarmu lus, sudah betah belum sama si ardan" guyon Hanif yang dibales dengan tonjokan ringan Ardan di lengan sahabatnya.

"Lagi dak terlalu baik kak, ada yang lagi genit" Lusi cemberut sambil nglirik lelaki di sampingnya yang salah tingkah dengan ungkapan istrinya.

"oh ya, Alhamdulillah nif, aku dah mau nyusul kamu sama Sarah, bentar lagi kita jadi orang tua, kalian dak nambah adek nih" Ardan berusaha mengalihkan pembicaraan istrinya, dan pada akhirnya terkekeh melihat Hanif yang melotot gimana tidak anak pertamanya baru berusia satu tahun lebih dua bulan, bisa dak keurus, meski dia tidak menyarankan istrinya untuk menggunakan alat kontrasepsi, karna baginya anak adalah amanah dan harus dijaga sepenuh jiwa dan raganya.