webnovel

Dibatas Senja

Lusi Aryani, 20 th, Mahasiswi FEB, semester IV, gadis dengan penampilan sederhana karena kondisi ekonomi keluarga yang hanya dibilang cukup namun keinginan begitu kuat untuk melanjutkan pendidikan berbekal dengan prestasinya. Dia ingin merubah kehidupan keluarganya, sesuatu yang harus diperjuangkan tidak menyerah untuk meraih harapannya. Janggan Pringgohadi, Mahasiswa Tehnik Arsitek semester 8, anak tuan tanah di salah satu kota kecamatan di Yogyakarta, anak panggung, tentu banyak penggemar, dijodohkan dengan Jihan anak temen orang tuanya. Bagaimana sikap janggan atas perjodohannya sedang dia mulai tertarik dengan lusi anak FE depan kostan. Apakah mungkin keluarga Janggan merestui hubungan mereka jika orang tuannya tahu Lusi bukan dari keluarga yang selevel dengan mereka. Bagaimana jika ternyata Janggan memilih mengikuti keinginan keluarganya. Disini kisah mereka diuji hingga dibatas perasaan Lusi dan Janggan, Dibatas Senja

Tari_3005 · Urban
Not enough ratings
91 Chs

Bab 75

Akhirnya Ardan dan Lusi bergabung dengan keluarga Hanif yang sedang menikmati pesenan snack mereka,

"Assalamualaikum, kak Hanif, Mbah zarah," Lusi memberikan salam dan mengerakkan tangan kanannya menyalami zarah istri Hanif dan disambut dengan pelukan hangat zarah, wanita berhijab panjang sampai lutut yang sedang menggendong anak lelaki berusia setahun.

Lusi pun menyilahkan duduk dan menikmati kembali hidangan kafe yang sudah disediakan di meja panjang untuk mereka berempat.

Mereka saling bercerita tentang kegiatan masing masing, mulai pekerjaan sampai hal hal ringan lainnya.

"Nif yayasan pendidikan milik orang tua lo, masih di pegang Abi sendiri ?" tanya Ardan mengingat istrinya masih pingin kerja dan waktu itu dia berfikir biar kerja ikut keluarga Hanif tentu setelah melahirkan nanti.

"Gak dan, Abi udah nyerahin ke kakakku, aku ikutan bantu juga sih walaupun dak sepenuhnya" jawab hanif sambil mengambil buah hatinya dari gendongan uminya, "Umi kenapa Arsyad belepotan gini sih pipinya, siniin tisu basahnya biar Abi bersihin," ucap Hanif, Sarah pun menyerahkan tisu basah yang diambilnya dari dalam paper bag yang berisi perlengkapan bayi nya. Ardan mengamati keluarga kecil temen dekatnya dengan senang membayangkan nantinya dia dan keluarga kecilnya akan seperti mereka, Ardan, Lusi dan baby mereka. Reflek Ardan mengelus perut Lusi yang duduk di sebelahnya dengan lembut, "dedek yang pinter ya, jangan nakal kasihan bunda," Ardan mendekatkan wajahnya di perut Lusi mengajak bicara buah hatinya yang ada di dalam perut istrinya berharap janin itu mendengarnya, "mas jangan gini ah, malu sama mas Hanif sama mbak zarah lo," Lusi beringsut menghindari wajah suaminya yang begitu dekat membuat merinding di sekujur tubuhnya.

"Baiklah sayang, nanti aja adegan kita lanjutin kalo di rumah, mas ngerti kok," Ardan mengerling manja pada Lusi, Hanif tergelak, dan membuat baby nya menangis keras mendengar gelak tawa abinya.

"Abi, Arsyad kan jadi nangis, kaget suara Abi yang keras," zarah mencubit kecil lengan suaminya, dan menggendong baby arsyad dan menepuk nepuk pantatnya ringan menenangkannya.

"Maaf umi, gara gara pasangan mesum di depan nih, si arsyad jadi nangis belum tahu ya gimana rasanya begadang sampai pagi kalo anak kalian dak tidur tidur," semprot Hanif pada pasangan suami istri yang lagi berniat tidak senonoh di depan umum.

"ia ia nif segitunya kau, tahulah kita lama dak kumpul bareng baru beberapa hari nih kami nikmatin waktu berdua," ucap Ardan melas sambil mengecup mesra tangan sang istri.

"Salah sendiri siapa suruh pisahan, dak enak kan suami istri jauhan, udah deh kalian ngumpul aja di Semarang, gampang mah nanti aku bilang sama Abi dan kakak untuk Lusi biar gabung di yayasan kami," kata Hanif menenangkan kedua temen dekatnya, memang apa enaknya suami istri saling jauh, meski dengan alasan memenuhi kebutuhan keluarga karna yang namanya cukup atau tidak penghasilan mereka tergantung mereka sendiri gimana mengaturnya. Tapi namanya manusia sifat kurang akan selalu ada, bagi Hanif keluarga lah yang utama, istri mestinya menjadi tanggung jawab suami, kalo pun istri bekerja hanya sebagai penambah kebutuhan mereka bukan yang utama, apalagi zarah yg ibu rumah tangga tulen alias menantu kesayangan sang Abi, bisa diceramahi tujuh hari tujuh malam kalo sampai sang menantu Abi kerja, hemmm padahal kasihan juga mungkin hanya sebagai pengisi waktu biar ilmu yang pernah didapat sang istri bisa bermanfaat kan pahala juga noh, tapi ya begitu deh bagi Abi cucu nya yang harus dinomor satukan karna masih butuh ASI ekskusif katanya, namanya juga menantu kesayangan bahkan menurut Hanif sebenarnya yang anak nih siapa coba yang menantu sapa bisa berbalik begini, mungkin itulah kelebihan wanita bisa melahirkan alias menjadi penerus dari sang keturunan keluarga.

Saat lagi pada asyik ngobrol ngobrol seorang wanita cantik menghampiri mereka. "Assalamualaikum semua, wah boleh gabung dong daripada saya sendirian bengong di sana, " Lusi langsung menatap tajam ke arah sang suami, "waalaikumsalam, monggo silahkan mbak, " jawab zarah yang tidak kenal siapa wanita cantik tanpa hijab ini, meski dalam hati bingung juga kenapa sang pemilik cafe beserta istri seperti dak welcome padanya.

"Wah gimana kabarnya lus, lama juga kita dak ketemu, " ucap wanita itu yang ternyata putri temen kuliah Lusi seangkatan waktu itu, dan Lusi masih sangat ingat kalo temennya ini sangat memuja mas Ardan suaminya.

"Kabar baik put, lho kok bisa disini sangat kebetulan sekali, di cafe mas Ardan, apa ada janji sama suami saya, Bu Putri mohon maaf kelupaan ibu atasan suami saya, mungkin ada yang mau dibicarakan silahkan ibu bisa ngobrol dengan mas Ardan, saya kebetulan mau istirahat pulang, silahkan ibu Putri," Lusi pun menyalami putri dan undur diri pamit juga dengan Hanif dan Zahra, putri tak lupa mengucapkan salam dan meninggalkan para tamunya, sedangkan Ardan bingung dengan situasi yang dihadapi, dengan kenekatan Putri yang ternyata masih menunggunya di cafe, Ardan harus mencari cara bagaimana nanti menjelaskan ke istrinya.

Perempuan hamil dengan segala perubahan mood yang dipengaruhi adanya perubahan hormon, nasib para suami yang harus siap sedia terus mengerti tanpa jeda, ini kata hati para wanita yang bisa jadi sedikit ajang manfaat ngerjain suami dalam tanda petik rasain emang enak dak ikutan hamil cuma pingin hasilnya bagus doang he he he.