Hari ini masih terlihat cerah, walau hari sudah menjelang sore, secerah hati Marpuah yang Emak, eh, Maminya sudah pulang.
Kepergian sang Mami-Emak-nya membuat dia merasa kurang terurus, yah walaupun ada Maminya juga penampilannya masih gak keurus sih, tapi kalau ada Mami setidaknya ada yang menghidangkan makanan kesukaannya di meja makan. Karna selama dua hari ini Marpuah hanya makan Undomie toping nasi.
Kalau ada si Mami alias Jeng Oktaf, meja makan selalu penuh dengan aneka makanan kesukaan Marpuah.
Dan perut Marpuah pun senantiasa buncit karna terisi penuh oleh makanan-makanan langka.
"Pu'ah! Anak Mami yang cantik mirip Raisa sini dong!" teriak Jeng Oktaf memanggil putri semata wayangnya.
"Iya, Mi! Ada apa?" tanya Marpuah.
"Ini, oleh-oleh dari Kalimantan, tolong di anterin ke tetangga sebelah ya," ujar Jeng Oktaf.
"Oleh-oleh dari Kalimantan?" Marpuah tampak bingung, "loh bukanya Mami kemarin manggung di Jonggol ya?" tanya Marpuah memastikan.
"Iya, sama aja kan masih berdekatan," jawab Jeng Oktaf.
"Loh, kok deketan sih, Mi? Bukanya Kalimantan itu nama provinsi yang berbatasan dengan Korea Utara ya?"
"Ya, bukan dong, Pu'ah, Kalimantan itu pulau yang letaknya deket sama pasar minggu?"
"Iya, yang arah ke bandung, 'kan ya?" tanya Marpuah.
"Iya betul!" jawab Jeng Oktaf yang sok tahu.
Dan dari percakapan tersebut dapat kita simpulkan mencintai pelajaran Geografi ketika duduk di bangku sekolah menengah memang sangat di perlukan.
Marpuah menggaruk-garuk kepalanya, dan kebetulan dapat kutu.
"Itu apaan?"
"Kutu, Mi,"
"Kamu kutuan?!" Tanya Jeng Oktaf dengan mata melotot.
Dan Marpuah pun tampak sedikit ketakutan tapi ia paksakan mengangguk. Karna bohong sama orang tua itu dosa.
"Iya, Mi" jawab Marpuah ragu-ragu takut maminya marah.
"ASTAGA!" Jeng Oktaf sampai menepuk keningnya sendiri saking syoknya.
"MAMI BANGGA, NAK!" ujar Jeng Oktaf sambil menepuk pundak Marpuah.
"Mami dulu seumuran kamu juga banyak kutu kok, malah Mami sengaja pelihara, soalnya kata orang dulu banyak kutu banyak rezeki," tutur Jeng Oktaf yang tidak jelas sumber beritanya dari mana.
"Yaudah, ini tolong anterin oleh-oleh ini ke markas Kill Rabbits ya, biar kata muka mereka ancur-ancur tapi mereka tetap tetangga kita jadi kita harus rukun," ujar Jeng Oktaf.
"Tapi, Mi, Pu'ah gak mau ketemu ama mereka, soalnya mereka suka godain Pu'ah, mentang-mentang Pu'ah cantik, Pu'ah kan takut goyah, soalnya hati Pu'ah cuman buat Juju seorang," tutur Marpuah.
"Apa?!"
Mata Jeng Oktaf pun sampai melotot tajam dan nyaris copot, karna mendengarnya ucapan Marpuah.
"Mereka berani godain kamu?!" tanya Jeng Oktaf memastikan.
"Iya, Mi, terakhir Bang Diblue ngajakin Pu'ah, nikah,"
"Hah?!"
"Mami 'hah-nya' biasa aja dong, Mami, kan abis makan jengkol sekilo!" Marpuah menutup hidungnya.
"Kan udah di netralisir nyemilin kencur dua kilo, jangan ngaco deh, ngatain mulut Mami bau!" sangkal Jeng Oktaf.
"Terus, Pu'ah, jadi anterin oleh-olehnya enggak nih?"
"Enggak jadi, biar Mami aja yang nganterin!"
"Loh, kenapa, Mi?"
"Mami, takut nanti anak Mami yang cantik ini di godain cowok-cowok berwajah abstrak!"
"Mereka, kan ganteng, Mi,"
"Genteng dari mananya? Semua cowok kamu bilang ganteng, terakhir kemarin tukang sedot WC juga kamu bilang ganteng, padahal mukanya juga masih gantengan si Chucky!"
"Tapi, Mi—"
"Udah kamu di rumah aja, biar Mami yang nganterin!" tegas Jeng Oktaf.
Dan Jeng Oktaf pun langsung menenteng keresek berisi oleh-oleh itu. Dia tak sabar ingin segera sampai di rumah tetangganya itu.
Sambil berjalan menuju rumah Rudolf, Jeng Oktaf terus mengoceh-ngoceh tidak jelas.
"Enak aja, anak gadis gue main di goda-godain, sementara Emaknya yang cantik ini enggak!"
Tok tok tok!
"Permisi!" teriak Jeng Oktaf.
Ceklek!
"Eh, Tante Oktaf, tumben kesini ada apa?" sapa Qimons dengan ramah.
"Eh, kebetulan ada si bontot, Qimons," Jeng Oktaf pun langsung tersenyum sok manis, sambil merapikan rambutnya yang warna-warni mirip anak ayam punya bocah.
"Di mana, Kaka-kakanya?" tanya Jeng Oktaf basa-basi.
"Ada, Kaka-kaka lagi ada di dalam, itu apaan Tante?"
"Oh, ini oleh-oleh dari Timor Leste," jawab Jeng Oktaf.
(Padahal sebelumnya bilang dari Kalimantan) penyakit akut Jeng Oktaf adalah pelupa dan gak mau kalah, jangan kan sama orang lain, sama anak sendiri saja juga gak mau kalah.
"Buat aku, Tante?"
"Iya, dong Qimons, by the way, itu kumis makin subur aja?" Jeng Oktaf mencabut kumis Qimons satu helai untuk mengecek.
"Kamu pakek Aak Doyok ya?"
"Enggak, Tante, cuman pakai minyak bulus,"
"Loh, minyak bulus bukanya buat gedein itu, Tante juga pakek, makanya Tante, seksi banget kan?" Jeng Oktaf langsung berpose ala-ala Kim Kardashian.
"I-iya, Tante," jawab Qimons terpaksa sekaligus untuk mempersingkat waktu.
Dan di saat mereka berdua sedang asyik mengobrol, tiba-tiba Didi Blue dan Rudolf pun datang.
"Ada apa nih?" tanya Rudolf yang sok Cool.
"Ini, ada Tante Oktaf, lagi nganterin oleh-oleh, Kak," jawab Qimons.
'Asyik, abis ini bakal di godain tiga cowok sekaligus, siapa tahu bisa dapet Papi baru buat Pu'ah, jelek gak apa-apa deh, kan lumayan, nanti bisa di suruh jagain sendal kalau lagi manggung,' batin Jeng Oktaf sambil tertawa ceringisan.
"Maaf, Tante Oktaf, itu isinya apa ya?" tanya Didi Blue.
"Oh, kamu mau lihat, boleh silakan di buka,"
Didi Blue yang seorang pemakan segala, langsung membuka isi keresek itu.
Dan tanpa ragu-ragu setelah membuka keresek itu, Didi Blue mulai mengeksekusi oleh-oleh itu.
"Wah, ternyata isinya ciki," ujarnya sambil melahap makanan itu.
"Tapi, kok, rasanya agak aneh ya, Tante?" tanya Didi Blue.
"Ah, masa sih, si Pu'ah doyan banget tuh," jawab Jeng Oktaf singkat.
"Eh, btw, kok ada gambar kucingnya ya?" ujar Qimons yang merasa penasaran.
"Ah, mungkin kemasannya biar kelihatan unyu kali," sahut Didi Blue, dan dia sudah terlarut lupa segalanya kalau bertemu makanan.
"Bagi dong, Kak," Qimons juga turut menimbrung makan bersama Didi Blue, sementara Rudolf masih bertingkah sok cool, sambil memelintir-melintir rambut keritingnya.
"Ngomong-ngomong, apa benar selama ini kalian suka godain anak, Tante?" tanya jeng Oktaf yang secara terang-terangan.
"Hah?!" Rudolf, Qimons dan Didi Blue pun langsung melongok kaget.
Tak sadar makanan dari dalam mulut Didi Blue sampai muncrat di wajah Jeng Oktaf yang super glowing, karna efek skin care kiloan.
"Biasa aja dong, 'hahnya' kalian mirip dugong tau!" ujar Jeng Oktaf.
"Atas dasar apa, Tante Oktaf ngomong begitu? Soalnya kita najis banget sama Pu'ah?" ujar Qimons yang sangat syok mewakili saudara-saudaranya.
"Ya, Pu'ah yang bilang sendiri, lagian wajar sih, soalnya anak Tante kan cantik banget, kalau senyum aja manisnya mirip Amanda Manopo, jadi wajar sih kalau kalian jatuh cinta. Tapi masalahnya anak Tante itu udah punya pacar lo, mending kalian mundur aja," pungkas Jeng Oktaf.
"Ta-tapi—"
"Udah, Qimons ngaku aja, dan buat kalian dari pada godain Pu'ah mending godain Maminya Pu'ah aja, kan sama-sama cantik," ucap Jeng Oktaf sambil mengedipkan mata dengan cepat.
Dan tentu saja, hal itu membuat Qimons dan juga Rudolf merasa merinding. Rasanya hampir mirip di gerayangi kuntilanak satu kampung.
Sementara Didi Blue masih asyik menyantap makanannya walau rasanya semakin lama semakin kacau, tapi dia tak peduli.
Dan perlahan-lahan, Didi Blue merasa aneh dengan tubuhnya.
Didi Blue mengalami perubahan hormon secara mendadak, dari yang awalnya normal sekarang menjadi gelisah dan suka mencakar-cakar tembok sendiri.
Kebetulan saat ini dia merasa perutnya sedang mulas parah, tapi bukanya lari ke toilet, Didi Blue malah lari ke halaman depan rumah, kemudian mengorek-ngorek pot bunga.
Dan pada akhirnya dia pun ....
Sya la la la la, miauww....
Preet pret preetet ...!
To be continued
Sekali lagi Author bertanya apa kalian masih juga belum mendapat faedah dari cerita ini?
Sama, Author juga belum.