" Gue pulang."
Viona yang tengah berdandan itu lantas terkejut. Ia memukul Carrie yang berada di sebelahnya sebagai ganti ia memukul Alaska. Kelakuan Viona itu membuat Carrie menatap Viona tajam tetapi tidak dihiraukannya sedikit pun.
" Sabar, Car. Lo emang tampol-abel," ujar Vilo .
Alaska langsung duduk di sebelah Carrie, ia menyenderkan punggungnya di senderan sofa. Dirinya melihat semua anggotanya dengan tatapan serius.
" Gue di suruh jadi penjaga Wakil ketua Rose Gold."
" WTF?! Lo serius bos?" tanya Vilo. Ia fikir, Alaska mungkin akan di suruh masuk kelompoknya atau menyerahkan Ocean kepada mereka, tetapi kenyataannya sangat tidak masuk akal sama sekali.
" Lo pikir gue orangnya suka bercanda?!" sahut Alaska menatap Vilo dengan sinis.
Vilo seketika tersenyum kecil melihat tatapan sinis Alaska. Dirinya merasa seperti dikuliti hidup-hidup oleh Alaska.
" Tapi beneran bos. Itu permintaan yang nggak masuk akal sama sekali, bukannya Rose Gold punya orang-orang kuat buat menjaga Wakil ketua mereka?" sambung Viona. Gadis itu memang selalu berbicara sesuatu yang menurutnya masuk akal.
" Siapa Wakil ketua Rose Gold?" tanya Carrie. Pertanyaan Carrie memang yang paling berbobot diantara yang lain. Pantas pangkat dia tidak pernah naik.
" Nggak tau gue," jawab Alaska.
" Kok Lo nggak tau bos, terus gimana cara jaganya?" sahut Viona sembari menatap Alaska heran.
" Nggak tau," jawab Alaska seadanya.
" Bos, sekali aja nggak bikin orang kesel, bisa? Dari tadi kita tanya dan jawaban Lo nggak tau mulu," ujar Millan. Penasehat Ocean itu memang sangat berbanding terbalik dengan wajahnya yang kalem bak air mengalir, tapi kenyataannya kata yang keluar dari mulutnya tak kalah tajam dengan pisau yang siap menembus hati seseorang.
" Ada apa, nih?" Veronika Willio Argantara. Adik dari Vian dan Viona itu baru keluar dari tempat penyimpanan pistol setelah mendengar suara Millan. " Ada masalah apa lagi?"
" Tuh, Leader kebanggaan Lo di suruh jaga wakil ketua Rose Gold, tapi dia nggak tau siapa sosok di balik sang Wakil ketua Rose Gold," jawab Millan, menjelaskan semuanya.
" Siapa yang nyuruh?" ujar Vero sembari menatap kedua kembarannya.
" Leader Rose Gold. Karena Alaska kalah tanding kemarin malam," jawab Vian beralih mijitin Viona.
" Gue kira Rose Gold cuma punya ketua tanpa wakil," kata Vero menatap Alaska.
" Menirut kabar burung yang beredar, sang Wakil ketua Rose Gold dari era dulu sampai sekarang memang di rahasiakan dari dunia, hanya orang tertentu yang bisa melihatnya apalagi berbicara sama dia," Alaska berpindah dari yang tadinya duduk sekarang tiduran di sofa.
" Lo kalo mau tidur bilang dong, kaget gue," ujar Viona, si korban dari tindakan Alaska.
Millan yang mendengar ucapan Alaska tiba-tiba teringat sesuatu. " Rumornya sampai anggota Rose Gold sendiri tidak tau siapa wakil ketua mereka, kecuali para anggota inti."
Carrie mengangguk. " Bener. Sampai-sampai dia mendapat julukan ' The Shadow ' saking misteriusnya."
Viona tiba-tiba berfikir. " Dia itu laki-laki atau perempuan ya?"
Lantas semua yang mendengar ucapan Viona pun beralih menatap Viona. " Apa?!! Gue cuma nanya."
" Nggak. Tapi bisa-bisa Lo sampai kepikiran tentang gander," sahut Vero.
" Itu hal yang lumrah, you know." Viona mendengus kesal.
" Udahlah, kenapa kalian yang ribut sih, Alaska aja santai tuh." Abbella Chasandra. Satu-satunya cewe yang dari tadi diam, dan cuma menyimak itu akhirnya angkat bicara. Ia menunjuk Alaska yang sedang tertidur pulas di atas sofa dengan selimut bergambar buah strawberry menutupi tubuhnya
•••
Di suatu ruangan yang berada di markas Rose Gold, suasana mencekam masih menyelimuti Ruangan yang serba hitam tersebut. Sejak pagi tadi, seseorang yang berada di dalam ruangan tersebut masih menunjukkan hawa membunuhnya, lantaran sang lawan bicara dengan seenaknya mengatur hidupnya tanpa menunggu keputusan darinya terlebih dahulu.
" Gue kan selalu bilang sama Lo, kalo mau buat keputusan bicara dulu sama gue, jangan ambil keputusan seenaknya."
Hans, si lawan bicara menghembuskan nafas kasar. Ia sebenarnya tidak rela membiarkan adik tercintanya dijaga oleh orang lain, tetapi karena tradisi Rose Gold ia harus merelakannya. Itulah sebabnya ia baru menjalankan tradisi tersebut dikarenakan sangat susah mencari seseorang yang memenuhi persyaratan, ia selalu menemukan orang yang serakah, egois, tempramental dan kasar bahkan Hans sampai menghilangkan nyawa banyak orang untuk menentukan seseorang yang tepat.
" Kamu cuman di jaga, bukan mau dikawinin," ujar Hans memberi alasan.
" Tetap aja!! Semua kegiatan gue akan di awasi, dari a sampai z. Apalagi kalo dia sampai ngatur-ngatur gue? Emangnya Lo tega kalo gue kesiksa?" Ia masih emosi ternyata, gadis itu menancapkan pisau yang sedari tadi ia pegang ke meja kayu di depannya.
" Mau bagaimana lagi, ini udah tradisi. Gue cuma bisa menurut tanpa menuntut." Hans mengambil pisau yang menancap tersebut kemudian mengelusnya dengan lembut.
Averly Charlotte A. Sang wakil ketua Rose Gold yang dalam masa jabatannya ia tidak pernah menunjukkan wajahnya bahkan gerakannya tidak dapat di lihat oleh siapa pun, sampai semua orang lupa bahwa Rose Gold masih memiliki Wakil ketua.
" Gue gak mau kakk!!!" teriak Lyly dengan nada prustasi.
Hans tersenyum, kemudian ia beralih duduk di samping Lyly. " Demi Kaka Ly, kamu udah Kaka kasih waktu selama satu tahun. Kamu tau kan kalo dalam tradisi kita wakil ketua akan dijaga oleh orang yang bukan anggotanya kalo sang wakil ketua sudah menjabat selama satu tahun."
" Gitu ya." Lyly mencebikkan bibirnya.
Hans mengulas senyum tipis. " Iya. Jadi, mau kan?"
Lyly menatap ke arah lain. " Iya, Gue mau. Jadi gue dijaga siapa?"
" Leader gang Ocean, Alaska Darren," jawab Hans sambil menyerahkan kertas biografi Alaska.
" Alaska?" beo Lyly. Ia membaca biografi Alaska.
" Iya. Alaska saingan kamu waktu lomba LCC di Singapura tahun lalu, kamu masih ingat?" tanya Hans dengan wajah berbinar.
" Nggak."
Hans tersenyum tipis. " Jadi aku sudah menemui keluarga Alaska, buat mindahin sekolah Alaska ke sekolah Kamu dan kabar baiknya mereka setuju."
" Diem dulu, gue mau baca biografinya." Lyly fokus membaca biografi Alaska, sampai-sampai wajahnya terkadang merenggut bingung dan kembali datar lagi.
" Jadi dia sekolah di SMA Sagitarius, peraih rangking 1 paralel tapi terlalu sering membolos. Leader Ocean, pemilik panti peduli kasih dan anak seorang CEO PT ARENJAYA, jadi besok Alaska akan di pindah-"
Sebelum Lyly menyelesaikan ucapannya, pintu ruangan mereka terbuka dan terlihatlah seorang pemuda berjaket hitam di ambang pintu.
" Sorry ganggu waktu kalian, gue cuma menuhin panggilan Hans buat datang ke sini," ujar Alen seraya menutup pintu.
" Nggak apa Len. Lo bawa apa yang gue minta?" tanya Hans beralih ke kursi kerjanya.
Alen mengangguk, ia meletakkan selembar kertas beserta amplopnya ke meja Hans.
" Duduk dulu Len," suruh Hans tanpa melihat ke arah Alen. Ia terlihat fokus menulis rangkaian kalimat di atas kertas, bolpoin yang ia gunakan bergerak membentuk pola abstrak mengikuti kemana jarinya bergerak.
Hans tersenyum senang melihat rangkaian kalimat yang dibuatnya, kemudian ia menyerahkan kertas tersebut setelah ia masukkan ke dalam amplop. " Antarkan hadiah ini ke markas Ocean."
Alen mengangguk. " Baik." Kemudian ia pergi setelah membawa amplop tersebut.
" Jadi apa yang Lo tulis?" tanya Lyly setelah pintu tertutup.
" Hanya permintaan untuk bertemu," jawab Hans apa adanya.
" Kapan?"
Hans mengetuk-ngetuk bolpoinya. " Tengah malam nanti."
" Lo gila Hans. Besok ada upacara besar-besaran di SMA Sagitarius." Lyly menghela nafas.
Hans mengerutkan keningnya. " Emang kenapa?"
" Dalam biografi yang Lo kasih sama gue, Alaska termasuk anggota OSIS bukan? Jadi dia pasti harus nyiapin keperluan upacara besok," ujar Lyly menjelaskan.
" Apa gue peduli?" ujar Hans sambil membereskan kertas yang berserakan di atas mejanya.
" MASALAHNYA UPACARA BESOK SMA ARIES IKUT GABUNG SAMA SMA SAGITARIUS dan gue nggak suka kalo ada acara yang nggak berjalan lancar," teriak Lyly seraya melempar bantal yang ada di pangkuannya ke arah Hans.
" I don't care Ly."