Kamis pagi ini Reina libur kuliah karena dia sengaja memadatkan jadwal kuliahnya dihari-hari lain. Rencananya Reina akan berleha-leha di rumah sambil membersihkan rumah. Waktu sudah menunjukkan pukul 7 pagi dan rumah Reina sudah kosong dari penghuninya selain Reina. Bunda dan yanda sudah berangkat kerja dan Aditya adik Reina sudah berangkat ke sekolahnya pagi sekali tadi. Reina menyapu rumahnya lalu mengepel dan membersihkan debu-debu dipajangan koleksi bundanya. Ini sering sekali ia lakukan kalau Reina tidak sedang ada kegiatan lain. Lalu ia membuat sarapannya sendiri, semangkok mie instant lengkap dengan bakso dan telur. Ketika sedang asyiknya makan, ada yang memencet bel rumahnya diluar pagar depan. Pintu pagar sengaja tadi dia kunci, sehingga kalau ada orang masuk dia akan tahu. Kemudian Reina bangkit dari duduknya dan menuju pintu depan yang ia biarkan terbuka. Dia melihat Pras sedang menunggunya di depan pintu pagar. Reina meraih kunci pintu lalu membukakan pintu untuk Pras. Pria itu lalu menutup pintu pagar kembali dan berjalan mengikuti Reina yang telah lebih dulu masuk ke rumah.
"Duduklah. Kamu mau minum apa? Uda sarapan?", tanya Reina.
"Kalo boleh kopi. Kamu uda makan juga? Aku sih kebeneran belum makan", ujarnya lalu duduk di kursi tamu.
"Ya uda. Mau makan mie instant? Aku buatin. Tunggu ya", ujar Reina lalu masuk menuju dapur.
Kemudian dia membuatkan secangkir kopi dan semangkuk mie untuk Pras dan menyuruhnya duduk di ruang makan. Lalu melanjutkan memakan mienya yang sudah mulai dingin. Pras menyantap mienya dengan lahap dan sebentar saja semangkuk mie itu habis dia lahap. Lalu setelah meminum air putih, dia meminum kopinya. Kemudian Reina membereskan meja makan dan ketika dia akan mencuci piring bekas makan mereka, tiba-tiba Pras telah memeluknya dari belakang.
"Maafkan aku yang uda ngecewain kamu lagi", bisiknya ke telinga Reina.
Reina melepaskan pelukan Pras dan berbalik ke arah pria itu. Pras kembali menariknya kedalam pelukannya.
"Lepaskan aku", ujar Reina agak kesal.
"Aku engga akan lepaskan kecuali kamu maafkan aku", ujar Pras yang semakin mempererat pelukkannya.
"Ya uda. Lepaskan. Aku maafkan", ujar Reina lalu Pras melepaskan pelukannya dan menatap kedua mata Reina dengan dalam.
"Masih ada kemarahan dimata kamu", ujar Pras.
"Kamu kira hal itu bisa dengan mudah dimaafkan?",balik tanya Reina.
"Iya, aku tau kalau aku kelewatan. Tapi aku engga bisa menyakiti Requele juga, karena dia benar-benar memerlukan teman kemarin", ujar Pras menjelaskan.
"Emang engga ada teman lain?",tanya Reina sinis.
"Requele bukan orang yang mudah bergaul dengan orang lain. Dia pernah punya trauma beberapa tahun lalu, diculik dan nyaris diperkosa orang waktu aku terlambat menjemputnya dari les piano. Bagusnya polisi tepat waktu menemukannya sehingga hal buruk itu tidak terjadi pada Requele. Aku amat bersalah sama dia makanya aku selalu berusaha memperlakukannya dengan baik seperti sebuah porslein agar tidak mudah pecah dan retak. Tapi belakangan ini aku sepertinya harus berusaha membuatnya mandiri lagi karena aku punya tanggung jawab pada seseorang yang mulai masuk ke hatiku", ujar Pras menjelaskan.
Terselip rasa bersalah Reina karena dia sempat marah pada Requele dan Pras.
Reina memeluk Pras dan membisikkan kepada pria itu, "Maafkan aku yang tidak mengerti kalian".
Lalu Pras mencium kening Reina dan kemudian mencium bibir Reina lembut sekali. Lalu Reina melepaskan dirinya dan mundur beberapa langkah dari Pras. Pras salah tingkah lalu dia berbalik menuju ke ruang tamu untuk duduk manis di sana sementara Reina pura-pura sibuk membereskan cucian piringnya yang tertunda tadi. Setelah selesai, Reina lama sekali berdiri di tempat cuci piring baru kemudian setelah memantapkan hatinya, dia berjalan menuju ruang tamu. Sesampai di sana, dia tidak menemukan sosok Pras yang ada hanya sebuah note kecil diatas meja.
"Maafkan aku. Aku harus pergi", itu saja tulisan Pras.
Reina langsung menduga bahwa Pras pergi menuju tempat Requele, seperti kemaren yang pergi tanpa memberitahukannya. Reina meremas kesal kertas note itu lalu dia mengunci pintu pagar dan mengunci pintu depan rumahnya. Dia masuk ke kamarnya, menyetel lagu yg volumenya lumayan di keraskan lalu dia menangis sekerasnya.