webnovel

Cinta Diujung Kabut

Rukha memutuskan berangkat ke Yogyakarta untuk belajar Seni Batik Tulis agar ia mendapati perhatian dari sang Ayah. Disana Rukha bertemu dengan seorang pemuda bernama Ghandy yang tidak lain adalah anak dari Larasati seorang seniman Batik Tulis yang nanti nya akan melatih Rukha. Mereka saling memendam rasa yang mendalam. Kisah lampau yang telah lama terkubur kembali terkuak ketika Rukha menceritakan kepada Larasati tentang alasannya belajar Seni Batik Tulis. Rahasia besar satu-persatu terungkap, membuat semua orang terjerat dalam belenggu perasaan yang menyakitkan. Sanggupkah Rukha dan Gandhy menghadapi kenyataan pahit cinta yang telah menjerat bagai akar beringin tak berujung? Bagaimana hidup ini bisa begitu kejam dalam mengisyaratkan sebuah cinta. Ikuti kisah Rukha dan Gandhy yang penuh Tragedi dan air mata. -KembangJati-

KembangJati · 现代言情
分數不夠
24 Chs

Kampung Batik Giriloyo

Kampung Batik Giriloyo yang terletak di jalan Imogiri Timur km 14, Wukirsari, Imogiri, Bantul, Yogyakarta menjadi tempat pilihan Rukha untuk mempelajari Seni Batik Tulis, karena kampung ini merupakan sentra Batik tertua dan terbesar di Yogyakarta.

Terlihat becak yang masih berjalan, menyisiri desa Giriloyo.

"Sebentar lagi kita akan sampai dirumah ku Rukha." Kata Ranti.

Rukha membalas dengan senyum kecilnya.

"Aku berharap kau akan menyukai tempat ini, agar kau bisa menetap lebih lama."

Ucap Ranti dengan penuh semangat.

"Ranti," panggil Rukha.

" Terimakasih, maaf sudah merepotkan mu." Lanjut Rukha.

"Aaahh… kau tidak perlu berterimakasih, aku senang bertemu dengan mu. Dan bisa saling mengenal."

Ranti menjawab dengan senyum lebarnya.

"Ndok, teman mu ini dari luar negeri ya?"

Tanya tukang becak pada Ranti.

"Oh, tidak Pak. Dia dari Bandung." Jawab Ranti

"Tapi dia tidak terlihat seperti gadis Bandung ndok." Ucap tukang becak heran.

"Aaaa, iya Pak. Rukha keturunan Indo-Turki." Jelas Ranti

"Wahh, pantas saja. Pasti Ayahnya kepincut gadis Bandung Hehehehehe, siapa yang tidak tertarik dengan gadis geulis disana."

Celetuk tukang becak.

"Bukan pak, bukan Ayah Rukha yang dari Turki. Tapi Ibu Rukha." Jelas Ranti lagi.

"Haaa, oh maaf ndok. Bapak pikir Ayahnya. Karena biasanya anak lebih mengikuti gen Ayah." Celetuk tukang becak.

"Ah, tidak juga pak. Yang mirip

Ibu juga banyak." Ucap Ranti.

"Iya ndok. Kan bapak bilang tadi biasanya, Berarti tidak semua. Hehehehehehe. Tapi, kau mirip dengan Ayahmu kan.

"Bapak melihat mu seperti melihat pak Basri menggunakan wig. Hehehehehhehehe." Canda tukang becak.

Becak yang ditumpangi Rukha dan Ranti adalah milik seorang pria paruh baya bernama Basri Mahajana. Ia adalah Ayah dari Ranti.

Puluhan becak disewakan olehnya, ada yang dihitung perhari atau perminggu. Sesuai dengan perjanjian awal setiap tukang becak yang mau menyewa.

Membutuhkan waktu 45 menit untuk sampai ke kampung Batik Giriloyo dari stasiun Tugu.

Tidak ada angkutan umum, apalagi becak yang mengantarkan penumpang sampai kesana.

Pak Tono ( tukang becak ) mengantar mereka karena Ranti adalah anak dari tokenya.

"Hmmm iya juga ya. Bapak bisa saja." Ucap Ranti sambil tertawa kecil.

Rukha menyaring perkataan sibapak tukang becak.

'Tapi aku sama sekali tidak mirip dengan Ayahku.' Ucap Rukha dalam hati.

"Rukha lihatlah."

Ucap Ranti pada Rukha sambil menunjuk pendopo yang didatangi beberapa orang wanita.

"Itu salah satu pendopo tempat wanita-wanita dikampung ini belajar mencanting Batik." Jelas Ranti.

Rukha melihat dan memperhatikan kagum.

"Nanti kau bisa melihat lebih banyak, aku akan membawa mu ke beberapa tempat berlatih mencanting, aku juga akan mengenalimu pada seseorang yang sangat ahli dibidang ini." Tambah Ranti.

Rukha tersenyum dan mengangguk sambil memandang Ranti.

"Haaaaa!" Ucap Ranti sambil memetikan jari nya, mengingat sesuatu.

"Besok malam akan ada pertunjukan musik Tradisional, dan biasanya setiap persatuan sanggar akan menggelar pameran Batik untuk memamerkan hasil-hasil karya perajin Batik. Tidak hanya itu Rukha, kau juga bisa mencicipi segala aneka makanan tradisional Yogyakarta. Acara ini diadakan satu tahun sekali, dan kau datang diwaktu yang tepat."

Jelas Ranti dengan semangat, ia terlihat antusias untuk mengajak Rukha, memperkenalkan budaya yang ada dikampungnya.

"Geredheg….gredheg…." Bunyi hempasan becak. Karena jalan yang dilalui berbatu dan tanah merah yang keras.

"Maaf ndok, karna jalannya seperti ini. Jadi kalian seperti menaiki kuda. Heheheheheheh." Jelas Pak Tono.

"Makanya angkutan umum tidak ada yang mengantar penumpang sampai ke desa ini." Timpal Ranti.

Rukha dengan spontan menoleh kearah Ranti dan memandangnya. Ranti juga menoleh kearah Rukha.

"Hehhehe, terkhusus untuk kita Rukha. Ini adalah Pak Tono, orang yang kenal dengan Ayah ku. Dengan khusus Pak Tono mau mengantar kita, Iya kan pak…

Jelas Ranti, seolah tahu apa yang dipikirkan Rukha.

"Lantas, kalau pengunjung yang mau kemari, Mereka akan menggunakan apa? Tanya Rukha.

"Biasanya para pengunjung akan merental mobil dari kota Yogyakarta. Atau kalau kita mau pergi keseputaran desa. Kita bisa menggunakan delman." Jelas Ranti.

Giriloyo merupakan desa yang masih sangat asri. Banyak terdapat pohon-pohon besar dan rindang.

Rumah-rumah joglo dengan ke khas-an Yogyakarta masih banyak dijumpai.

"Rukha rumah ku sudah terlihat. Itu yang ada pohon cemara besar."

Rukha melihat kearah yang ditunjuk oleh Ranti. Ia memandang kagum dengan apa yang dilihatnya.

Rumah yang sungguh indah dari tampak depan.

Ukiran dengan bermacam motif menghiasi pilar-pilar rumah.

"Kita sudah sampai ndok." Ucap Pak Tono

Sudah terlihat Ayah dan Ibu Ranti menunggu diteras rumah sambil menikmati teh.

Mereka langsung berdiri dari duduknya ketika melihat Rukha dan putrinya turun dari becak.

"Mas, mereka sudah sampai." Ucap Ningrum.

Ningrum merupakan ibu Ranti. Teman semasa muda Hanum, bisa dibilang teman pertama Hanum ketika ia berada di Indonesia, tepatnya di daerah Solo.

Ningrum dan Basri berjalan menyusul anaknya kedepan halaman.

Rukha turun perlahan dari becak yang disusul oleh Ranti.

Ia melihat dua orang berjalan menuju kearah mereka. Rukha langsung bisa menebak bahwa mereka adalah Ibu dan Ayah Ranti.

Rukha menundukan kepala perlahan sambil tersenyum kepada kedua orang tua Ranti.

"Kalian sudah sampai, syukurlah." Ucap Ningrum sambil tersenyum.

"Rukha ini ibu dan Ayahku." Jelas Ranti

Rukha tersenyum memandang Ibu dan Ayah Ranti. Ia menyalami kedua Orang tua Ranti.

"Kau sungguh cantik seperti ibumu Rukha." Ucap Ningrum dengan senyumnya.

Rukha membalas perkataan Ningrum dengan senyuman.

"Terimakasih hmm…," Rukha terdiam dari ucapannya. Ia terlihat bingung harus memanggil kedua orang tua Ranti dengan sebutan apa.

"Panggil saja Ibu, Ibu dan Bapak."

Tegas Ningrum yang mengetahui Rukha bingung untuk menuturkan mereka.

"Dan kau tidak perlu berterimakasih Rukha, karena kami senang dengan kedatangan mu. Kau tidak perlu sungkan." Jelas Ningrum.

"Ia Rukha, anggap lah ini rumah mu sendiri." Timpal Basri.

"Ternyata kalian seumuran." Ucap Basri, melihat Rukha dan anaknya yang memang terlihat jelas sebaya.

"Haaa iya Pak. Kami seumuran." Ranti menjawab sambil tersenyum lebar pada Bapaknya.

"Baguslah Ranti, kau tidak perlu lagi membuat Bapak mu ini pusing untuk meladenkan

mu bermain." Ucap Basri menggoda anaknya.

"Kau menyelamatkan ku Rukha." Basri berkata dengan nada pelan seolah berbisik, namun masih didengar oleh Ranti dan Ibunya.

Basri dan Ningrum tertawa mengingat perilaku anak gadisnya yang masih seperti anak-anak.

Ranti tersenyum malu.

Rukha bisa merasakan kehangatan didalam keluarga mereka.

Ia memperhatikan Kedua orang tua Ranti yang terlihat harmonis. Ia juga memperhatikan paras Ranti dan Basri.

'Ranti terlihat sangat mirip dengan Ayahnya.' Ucap Rukha dalam hati.

"Ya sudah, Ranti kau antar Rukha ke kamarnya biarkan dia istirahat. Pasti sangat lelah menempuh perjalanan jauh." Ucap Basri.

Ningrum menuntun Rukha kedalam rumah yang disusul oleh Ranti sambil menjinjing tas Rukha.

Basri berjalan sambil mengambil uang dari saku bajunya, menemui Pak Tono.

***

" Ini kamar mu Rukha, kau bisa menggunakan lemari itu untuk mengisi baju dan peralatan mu."

"Terimakasih Ranti."

Ranti mengangguk dan tersenyum.

" Ya sudah, kau beristirahatlah. Pulihkan tenagamu untuk berjalan besok malam diacara pertunjukan Seni." Ucap Ranti

Rukha mengangguk dan tersenyum pada Ranti.

Ranti berjalan keluar dan menutup kamar Rukha.

Rukha menarik napas panjang, ia memejamkan matanya sejenak.

' Ibu, aku merindukan mu.' Lirih Rukha dalam hati.