webnovel

Cinta Diujung Kabut

Rukha memutuskan berangkat ke Yogyakarta untuk belajar Seni Batik Tulis agar ia mendapati perhatian dari sang Ayah. Disana Rukha bertemu dengan seorang pemuda bernama Ghandy yang tidak lain adalah anak dari Larasati seorang seniman Batik Tulis yang nanti nya akan melatih Rukha. Mereka saling memendam rasa yang mendalam. Kisah lampau yang telah lama terkubur kembali terkuak ketika Rukha menceritakan kepada Larasati tentang alasannya belajar Seni Batik Tulis. Rahasia besar satu-persatu terungkap, membuat semua orang terjerat dalam belenggu perasaan yang menyakitkan. Sanggupkah Rukha dan Gandhy menghadapi kenyataan pahit cinta yang telah menjerat bagai akar beringin tak berujung? Bagaimana hidup ini bisa begitu kejam dalam mengisyaratkan sebuah cinta. Ikuti kisah Rukha dan Gandhy yang penuh Tragedi dan air mata. -KembangJati-

KembangJati · Urban
Not enough ratings
24 Chs

Apa kau sedang kehilangan sesuatu nona?

Bagaimana tidur mu Rukha, apa kau tidur dengan lelap?" Tanya Ningrum sambil menyiapkan sarapan dimeja makan.

Rukha menggangguk dan melemparkan senyumannya pada Ningrum.

Mata Rukha memperhatikan sekitar, ia mencari keberadaan Ranti yang tidak terlihat dimeja makan.

"Dik, coba kau lihat anak gadis mu dikamarnya. Mungkin saja dia belum bangun dari tidurnya." Ucap Basri.

"Ini juga akibat kau yang selalu memanjakannya mas." Timpal Ningrum.

Ranti anak gadis yang manja, ia selalu dimanjakan oleh Ayah dan Ibunya.

Sudah menjadi kebiasannya terlambat untuk sarapan, bahkan terkadang ia tidak ikut sarapan bersama karena belum bangun tidur.

"Ibu Ningrum," panggil Rukha disaat Ningrum mau beranjak kekamar Ranti.

"Iya Rukha, apa kau membutuhkan sesuatu?"

"Tidak bu," Ucap Rukha sambil menggelengkan kepalanya.

"Bolehkah aku saja yang memanggil Ranti?"

Lanjut Rukha.

"Tentu saja boleh Rukha." Jawab Hanum sambil kembali duduk ke kursinya.

"Tapi, kau harus dengan keras memanggilnya, Kalau tidak dia tidak akan bangun." Jelas Ningrum sambil tersenyum.

Rukha menganggukkan kepalanya.

"Dimana kamar Ranti bu?"

Tanya Rukha sambil meperhatikan sekitar ruang yang ada dirumah itu.

"Ahh, iya. Kamar Ranti tepat didepan kamar mu Rukha." Jawab Ningrum.

Rukha berjalan menuju kamar Ranti.

Tok…tok…tok…

"Ranti," panggil Rukha dengan lembut.

Tok… tok..

Rukha tetap mengetuk pintu kamar Ranti walau tidak ada jawaban dari temannya itu.

"Ranti," panggilnya sekali lagi.

Ia mencoba menekan knock pintu kamar dan ternyata kamarnya tidak terkunci.

Rukha diam sejenak didepan pintu kamar Ranti, ingin beranjak masuk namun bimbang, karena merasa tidak sopan.

"Ranti, Bapak dan ibumu sudah menunggu untuk sarapan." Ucap Rukha sekali lagi.

Ranti tetap tidak menjawab.

Rukha memutuskan untuk membuka pintu kamar, karena ia mengingat pesan Ningrum, dengan langkah yang ragu ia masuk sambil melihat keberadaan Ranti.

Kamar yang tertata indah, namun sedikit berantakan.

Terlihat semua interior dari kayu jati yang terukir.

Rukha sudah menganggumi rumah ini sejak awal kedatangannya.

Setiap ruang dibangun dengan kayu yang terukir indah. Pajangan-pajangan unik yang memiliki nilai seni, menghiasi rumah dengan kesan keindahan.

Walau rumah yang tidak begitu besar seperti rumahnya, ia merasa rumah ini memiliki kehidupan.

Rukha melihat kearah sudut sebelah kiri, bagian depan dari arah pintu. Tampak tempat tidur jati yang ditutup kelambu putih.

Terlihat seprei tempat tidur yang kusut setelah ditiduri dan ia tidak melihat Ranti.

Rukha melihat-lihat kesekitar kamar, pandangannya tertuju kearah meja yang berada dibawah kaki tempat tidur, tepatnya dibagian sudut bawah sebelah kiri, dari arah pintu ketika masuk, ia melihat foto-foto yang ditempel dengan rapi di dinding dan dihiasi lampu.

Ia memperhatikan foto-foto itu. Foto yang menunjukkan kehangatan Ranti dan kedua orang tuanya.

Pandangannya terus berjalan melihat foto yang lainnya. Hingga ia terfokus pada satu foto.

Dalam foto itu ia melihat Ranti membentang kain Batik bersama teman-temannya, ia memperhatikan satu-satu persatu teman Ranti. Hingga pandangannya melekat pada seorang pemuda yang tidak asing bagi dirinya, berdiri tepat disamping Ranti.

"Sepertinya aku pernah melihatnya." Ucap Rukha sambil memandang foto yang sekarang ada ditangannya.

"Tapi, bagaimana mungkin. Aku tidak pernah mengenal orang lain selain keluarga ku digudang ulat sutra."

Ucap Rukha kembali mengingat ia tidak pernah keluar dari kampung kelahirannya.

Rukha menganggap semua pekerja yang bekerja pada Darto adalah keluarganya. Walau ia tidak banyak berbicara pada mereka.

Ia masih memandang lekat pemuda yang ada didalam foto bersama Ranti.

"Rukha," sapa Ranti yang baru saja masuk ke kamarnya.

"Ranti," balas Rukha. Ia masih berdiri didepan meja dan memegang foto yang dilihatnya.

"Maaf Ranti, aku masuk ke kamar mu tanpa izin." Lanjut Rukha sambil meletakkan foto itu diatas meja.

"Ahh, tidak apa-apa Rukha, kau pasti disuru Ibuku untuk membangunkan ku."

Jawab Ranti yang sama sekali tidak marah karena Rukha sudah masuk kedalam kamarnya.

"Kau melihat foto-foto itu? Ahh, betapa malunya aku karna terlihat seperti anak kecil yang digendong oleh Bapaknya."

Ucap Ranti sambil memanyunkan mulutnya.

Dibeberapa foto memang terlihat potret kehangatan antara Ranti dan Ayahnya. Ranti yang digendong belakang oleh Basri, seperti sedang bermain pesawat terbang. Potret yang memperlihatkan keceriaan mereka.

Rukha tersenyum kecil.

'Kau tidak perlu malu Ranti, tidak semua orang bisa berada diposisi mu. Termasuk Aku.'

Lirih Rukha dalam hati sambil memandang Ranti, dan menahan rasa ketir dihatinya mengingat hubungannya dengan Sang Ayah.

"Lihatlah kedua gadis ini, kalian mengobrol sampai lupa kalau sarapan yang ibu buat akan segera dingin." Ucap Ningrum yang menyusul mereka kedalam kamar Ranti.

"Ayolah, sebelum Bapak mu menggendongmu dari sini." Lanjut Ningrum sambil meledek anak gadisnya yang manja.

Mereka pun tertawa kecil sambil beranjak dari kamar Ranti, yang disusul oleh Rukha.

*****

Suasana malam yang terlihat meriah. Lampu yang dipasang disetiap bazar menerangi lapangan bola yang luas.

Bazar dibagi menjadi dua sisi kanan dan kiri, sehingga dibagian tengah menjadi jalan bagi para pengunjung yang akan berkunjung keacara pesta Rakyat yang diadakan satu tahun sekali, setiap habis panen dan penjualan kain Batik ke kota Yogyakarta.

Terlihat semua orang sibuk pada kegiatannya masing-masing. Ada yang menata kain Batik digantungan, melipat kain Batik, meladenkan para pengunjung, bahkan ada yang sibuk melihat semua barang yang dipamerkan.

Tidak hanya kain Batik, ada juga bazar yang menyediakan makanan-makanan khas Yogyakarta, seperti bazar gudeg, bakpia phatok, nasi tiwul, yangko, sate dan banyak kuliner lainnya.

Pesta Rakyat juga menampilkan pertunjukkan seni, seperti tarian, teater tradisional dan musik tradisional yang dimainnkan oleh para seniman daerah.

Para pengunjung sudah mulai memadati lokasi pameran dan pertunjukan. Terlihat para seniman juga sudah mulai berdatangan untuk mempersiapkan pertunjukan mereka.

"Ramai sekali," ucap Rukha sambil meliahat kearah lokasi pameran.

"Pasti akan ramai Rukha. Ini acara yang diadakan satu tahun sekali dikampungku. Bukan hanya warga kampung sini, bahkan kampung-kampung sebelah pun juga ikut berdatangan." Jelas Ranti dengan bangga.

"Kita turun disini saja Pak." Ucap Ranti pada kusir delman.

Kusir menarik pangkal kuda, memberikan isyarat pada kudanya untuk berhenti. Sembari terdengar suara khas hentakan kaki kuda.

"Ini pak," ucap Ranti sambil memberi uang pada kusir.

"Nuwun ndok." Jawab kusir

Ranti turun dengan sigap, ia langsung membalikkan badannya dan menjulurkan tangannya pada Rukha, untuk membantu Rukha turun dari delman.

Rukha tertegun melihat kesekelilingnya, keramaian yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

Semua orang seakan sedang berkumpul disana, ada yang pergi bersama keluarga, teman sebaya bahkan ia melihat nenek-nenek dan kakek-kakek kuat berjalan menyisiri bazar-bazar pameran.

Mereka mulai berjalan memasuki kawasan pameran, Rukha melihat kain Batik yang banyak terpajang disetiap bazar.

Langkah mereka terus menyisiri bazar. Disebalah kanan susunan bazar kain Batik Tulis, dibagian sebelah kiri susunan bazar kuliner khas Yogyakarta.

"Rukha, apa kau tidak lapar?" Tanya Ranti.

Rukha tidak menjawab, membuat Ranti menoleh dan melihat temannya sedang fokus melihat salah satu kain batik dibazar yang sedang mereka lewati.

Ranti menarik tangan Rukha untuk masuk kebazar itu, agar Rukha bisa lebih jelas melihatnya.

"Kau suka dengan kain ini Rukha? Kita bisa membelinya jika kau ingin." Jelas Ranti.

Rukha tetap memandang kain Batik itu dengan seksama. Ia menyentuh dan meraba setiap pola jalinannya.

'Mengapa sangat terlihat mirip.' Ucap Rukha dalam hati.

Melihat Rukha yang masih sangat fokus pada kain itu, Ranti memutuskan untuk ke bazar yang berdada didepan mereka, membeli Yangko, kue khas Yogyakarta yang terbuat dari tepung ketan, berbentuk kotak dan memiliki rasa yang manis. Karena ia merasa lapar.

"Ada yang bisa dibantu non?" Ucap seorang penjaga bazar.

Dengan reflek Rukha menoleh ke penjaga bazar, sambil menggelengkan kepalanya.

Ia membalikkan badannya, menoleh lagi kanan dan kiri menyadari bahwa Ranti tidak ada bersamanya.

Rukha mempercepat langkah, mencari Ranti.

Ia berjalan kedepan, mengikuti arah bazar. Tanpa disadari ia melewati Ranti yang sedang menunggu jajanannya dibungkus.

Rukha mulai khawatir dan tampak bingung karena ia tidak menemui Ranti, sampai ia tepat berada didepan panggung pertunjukkan.

Tidak ada yang meperhatikan kebingungannya, karena semua orang sibuk dengan kegiatannya masing- masing.

"Apa kau sedang kehilangan sesuatu nona?"

Tanya pemuda tampan yang datang dari arah belakang Rukha.