Menjadi seorang istri adalah sebuah kebahagiaan tersendiri buatku, walaupun suamiku hanya tukang kebun tapi aku sangat bersyukur. Namaku Heni dan suamiku bernama Heri. Kehidupan seks kami pun begitu luar biasa, hampir setiap hari mas Heri menggenjot aku penuh semangat. Hal itu kami lakukan karena kami ingin segera punya momongan, satu hal yang paling aku suka adalah ketika berhubungan badan dengannya adalah pada siang hari.
Keringat dari sekujur tubuh mas Heri benar-benar membangkitkan gairahku, istirahat setelah berkebun membuat dirinya begitu perkasa dan aroma tubuhnya yang jantan tidak dapat aku tahan untuk aku hirup. Bahkan kadang kala beberapa kali ketika dia datang aku langsung endus keringat pada ketiaknya, seketika itu juga vaginaku mulai basah maka tentu saja ranjang butut kami menjadi sasaran berikutnya.
"Terus mas, aku masih ingin!"
"Ahh..ahh.. masa udah ga tahan."
Aku pejamkan mata tanda kekurang puasnya aku, hal itu bukan tanpa alasan karena hampir dari awal menikah mungkin dapat dihitung berapa kali aku orgasme. Aku tidak menyebut suamiku lemah, tapi mungkin dia tidak sanggup mengimbangi aku kalau sudah sangat bergairah.
Suatu hari kami kedatangan kakak iparku yaitu mas Herman, dia ingin tinggal disini karena dia diusir oleh istrinya. Alasannya tak muluk-muluk rupanya uang yang diberikannya tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, selain itu juga dia masih memiliki hak atas rumah yang aku tempati bersama mas Heri. Maka kami pun setuju untuk menerima mas Herman, walau bagaimanapun dia adalah kakak iparku dan kakak kandung dari mas Heri.
Singkat waktu hari sudah pagi dan sudah menjadi kebiasaan kalau pagi hari pasti aku mandi, karena semalam mas Heri minta jatah. Dia gak peduli kalau kamar disamping kami tidur sudah ditempati oleh mas Herman, dia hanya bilang tidak apa-apa lagipula mas Herman sudah sering melakukannya.
Ketika aku mau membangunkan mas Herman, aku mencium bau yang tidak asing dan itu bau sperma, benar saja aku lihat ada celana dalam miliknya yang tergeletak di lantai. Bodohnya aku pegang dan melihat betapa menggupaln spermanya, aku bergidik melihatnya dan segera keluar dari kamarnya.
"Mas Herman bangun, mas Heri sudah menunggu buat ke kebun."
Aku setengah teriak di depan kamarnya dan tak berselang lama dia pun keluar kamar hanya memakai sarung saja, aku kalau yang dia pakai hanya sarung saja karena celana dalam yang dia pakai sudah dipakai untuk mengelap spermanya.
Selagi menunggu mas Herman yang ke kamar mandi iseng-iseng aku lihat ke kamarnya dan gilanya celana dalam yang berisi sperma tersebut masih ada tergeletak di lantai, ini orang jorok atau gimana pikirku.
Tak lama berselang aku lihat dia keluar kamar mandi dan segera keluar untuk menemui mas Heri guna pergi ke kebun bersama, usai dia pergi aku kembali masuk ke kamarnya dan bodohnya aku seolah tertegun dengan celana dalam lusuh yang berisi sperma.
"Kentalnya!"
Siang harinya mas Herman dan mas Heri seperti biasa istirahat dan pulang ke rumah, sebenarnya kemaluanku gatal karena setiap jam segini mas mas Heri langsung mengajak aku beradu kelamin penuh nafsu. Tapi karena adanya mas Herman, aku mencoba tahan dan bersikap seperti biasa saja.
"Panasnya."
Aku menelan ludah ketika mas Heri dan mas Herman membuka baju mereka, badan mereka berdua mengkilap oleh keringat, belum lagi aroma tubuhnya membakar birahiku. Aku tidak bisa menebak bau badan siapa yang membuat aku mabuk kepayang seperti ini, tapi setelah aku pikir-pikir ini adalah aroma tubuh dari mas Herman. Terlihat dari ketiaknya yang basah dan terlihat menggiurkan.
"Her, kamu mau ke kebun lagi? Kalau aku sih gak bakalan, panas sekali hari ini."
"Aku juga gak bakalan kesana lagi mas."
Mereka berdua memutuskan untuk tidak kembali ke kebun, tak lama berselang mas Herman langsung ke kamarnya untuk tidur siang karena dia terlihat lelah. Tapi beda dengan mas Heri yang mengajak aku untuk bersilaturahmi kelamin di dapur, dia melakukan itu agar tidak terdengar oleh mas Herman ketika mendesah atau mengerang nantinya. Tentu saja aku tidak menolak, apalagi keringat mas Heri yang begitu menggoda siang itu tidak mampu aku tolak.
Pukul 18.30 aku dan mas Heri sudah mandi dan menunggu mas Herman yang masih belum bangun dari tidurnya.
"Hen, bangunkan mas Herman. Suruh dia makan malam!"
Ketika mas Heri menyuruhku makanl dengan cekatan aku langsung menuju kamarnya, betapa kagetnya aku ketika masuk ke dalam kamarnya aku lihat mas Herman sedang mengocok batang kemaluannya.
"Eh, Heni."
"Mas? Itu disuruh makan sama mas Heri."
Dia terlibat buru-buru memasukkan kemaluannya ke dalam sarung dan dia keluar memakai kaos oblong milik suamiku.
Selama makan aku masih terbayang akan kemaluannya mas Herman yang cukup gemuk, tentu saja berbeda dengan kemaluannya mas Heri yang panjang tapi tidak gemuk sama sekali.
Selama satu Minggu mas Herman tinggal di rumah kamu, tidak ada yang macam-macam dari dia kepada ku tentunya. Mungkin alasan dia masturbasi seminggu yang lalu adalah karena dia sudah ditinggalkan istrinya.
Satu malam sesudah kami berhubungan badan tiba-tiba saja mas Heri berbicara suatu hal dan itu membuatku aku kaget, itu dikarenakan selama dia hari dia harus pergi ke kota untuk menjual hasil panen. Memang sebenarnya sudah biasa aku ditinggal selama dua hari untuk menjual hasil panen, tapi masa iya aku harus tinggal bersama mas Herman berdua saja.
Esok harinya pagi-pagi sekali mas Heri sudah bergegas untuk pergi, sementara aku baru memakai daster setelah semalaman digempur tanpa henti oleh mas Heri.
"Pergi sekarang mas? Baru juga jam 4 subuh."
"Iya, kaya gak biasa aja kamu tuh Hen."
Aku lantas tidak tidur lagi dan segera ke kamar mandi, sepintas aku melihat ke kamar mas Herman dan masih tertidur tanpa memakai baju. Aku menelan ludah ketika bulu selangkangannya cukup terlihat karena kain sarung yang dia pakai melorot ke bawah.
Kikuk rasanya ketika aku menyiapkan sarapan untuk mas Herman, biasanya aku siapkan untuk suamiku tercinta. Tapi karena dia kakak iparku tentu saja aku harus melakukannya, lagian cuma sarapan saja.
Pagi itu biasa saja sampai kejadian yang membuat aku hampir tidak bisa menahan birahiku adalah pada siang hari, karena bagaimana tidak mas Herman yang pulang ke rumah membuka bajunya dan badannya begitu mengkilap akan keringat.
Saat dia meminum air di meja makan terlihat jelas bulu ketiak yang dipenuhi keringat yang masih basah, ingin rasanya aku memeluk dari belakang dan menyentuh ketiaknya kemudian menghirup aromanya. Karena dari jarak yang cukup jauh saja aku masih bisa mencium aroma tubuhnya yang sangat menyengat.
Saat aku tanya dia aja kembali lagi ke kebun atau tidak, dia menjawab tidak dan badannya letih bukan main. Karena kemarin kerja bareng mas Heri jadi gak terasa, tapi ketika sendiri saja terasa letihnya.
Singkat waktu seusai Maghrib aku dapati mas Herman belum juga bangun dari tidurnya, dia masih tertidur tengkurap dan mengangkat tangannya. Sungguh pemandangan yang erotis karena aku bisa. Melihat bulu ketiaknya yang kalau dipikir-pikir sangat lebat dan hitam sekali warnanya
Aku tawari dia makan, tapi dia hanya menjawab badannya letih. Entah kenapa aku masuk ke kamarnya dan kamarnya tercium aroma yang campur aduk antara bau sperma dan bau keringat.
"Mas Herman mau dipijit?"
Aku kasihan padanya karena terlihat sangat capek sekali, awalnya dia menolak tapi setelah aku tawarkan yang kedua kalinya dia akhirnya mau.
Kaget rasanya karena mas Herman yang memakai sarung ternyata tidak memakai celana dalam lagi, aku dalam dilema karena bisa saja terjadi apa-apa dengan apa yang akan aku lakukan.
Aku pijit punggungnya yang masih licin akan keringat, beberapa kali aku sengaja menyelipkan tanganku untuk menyentuh ketiaknya yang sudah kering namun masih memiliki bau yang sangat menggoda.
Saat ketiga kali aku hendak menyelipkan tanganku tiba-tiba saja mas Herman menahan cukup lama di area ketiaknya, sampai aku kaget karena tak lama kemudian dia menariknya dan memaksa aku dekat wajahnya.
"Kalau mau cium ketiak aku bilang saja, gak usah pakai tangan segala."
Malu rasanya aku ketahuan oleh mas Herman, kemudian dia membalikkan badannya dan duduk bersandar pada risbang besi yang sudah usang. Tiba-tiba saja dia mengangkat tangan kanannya dan itu jelas membuat aku semakin malu.
"Cium sesuka kamu, mas gak bakalan marah."
Saat dalam kebingungan tiba-tiba saja mas Herman menarik tubuhku dan wajahku tepat pada ketiak kanannya yang terbuka, sontak aku mencium begitu jelas dan vaginaku merespon dengan mengeluarkan cairan pelicin yang aku rasa begitu deras.
Saat aku menikmati aroma ketiak mas Herman, aku sadar kalau tangannya mulai menggerayangi tubuhku, bahkan aku tahu kalau aku kini sudah tidak memakai celana dalam. Aku rasakan jari tengahnya mulai keluar masuk lubang kemaluanku.
Aku mencoba menahan desahan tapi aku gagal karena begitu aku hendak akan sadar, mas Herman dengan pintarnya membenamkan wajahku pada ketiak kirinya yang baunya lebih menyengat dan lebih menggairahkan sekali.
Disela-sela aku menghirup ketiaknya aku harus mendesah juga karena kini dia ada dua jari yang keluar masuk lubang kemaluanku.
Aku tatap wajah mas Herman sangat dekat dan tiba-tiba dia membalikkan tubuhnya tubuhku kini ada dibawah tubuhnya, aku masuk ke dalam sarung yang dia pakai. Daster yang aku pakai sudah tersingkap sedari tadi, aku rasakan kalau penisnya mulai menggesek bibir kemaluanku lambat laun aku mulai ngangkang dan sedikit demi sedikit penis mas Herman masuk secara utuh.
"Ahhh..."
Aku mendesah karena batang kemaluannya benar-benar besar dan panjang, aku perhatikan juga kalau tubuh mas Herman sudah berkeringat dan aromanya semakin menjadi saja.
Genjotan demi genjotan dilakukan olehnya penuh semangat, aku hanya bisa pasrah karena aku tidak munafik sangat menikmati dan tak mungkin untuk mengentikan ditengah permainan.
Sepuluh menit berselang aku perhatikan mas Herman menggenjot aku dengan kekuatan penuh, aku rasa dia akan ejakulasi. Karena aku rasakan dia mendekap aku begitu erat, sampai sangat sulit untuk dilepaskan.
"Diluar atau didalam?"
"Diluar!"
Aku jelas berkata seperti itu tapi kenyataannya lain, ketika mas Herman hendak ejakulasi aku justru menahan pantatnya untuk terus menggenjot dan akhirnya dia mengeluarkan spermanya di dalam kemaluanku.
Hangat dan lengket aku rasakan ketika jutaan sperma bersarang di dalam lubang kemaluanku, usai kejadian itu aku menyesal dan langsung pergi ke kamar karena kalau aku tetap disana pasti mas Herman akan meminta jatah lagi semalaman.
Esok paginya tahu kalau mas Heri akan pulang esok hari, maka mas Herman benar-benar memanfaatkan situasi belum juga masak aku diajak bercinta di ruang tengah. Hal itu belum pernah aku lakukan bersama mas Heri, kami mandi bersama dan tentunya dengan tidak melepas penisnya selama kami memakai sabun.
Malam harinya jangan ditanya, kali ini aku benar-benar digagahi olehnya. Bercinta dimulai jam 8 malam, kami baru selesai jam 1 pagi. Entah stamina darimana sampai-sampai aku sanggup melakukannya. Padahal dengan suamiku saja palingan cuma 10 menit.
Siang harinya aku menampakkan wajah ceria karena birahiku sudah terlampiaskan walaupun dengan kakak iparku, mungkin aku hanya menunggu hasil saja entah itu dari mas Heri atau mas Herman.
TAMAT.