webnovel

Teman Suamiku

Sore hari aku dikejutkan dengan datangnya seseorang dengan wajah tampan agak berambut pada wajahnya.

"Assalamualaikum... Ini mbak Shila ya?"

"Waailaikumusalam, iya ini siapa?"

"Coba telepon suami mbak!"

Aku agak kesal dengan orang ini kenapa malah menyuruhku untuk menelpon suamiku, tapi daripada aku penasaran dan risih dengan orang ini makan aku telepon suamiku.

"Mas, ini ada tamu. Terus dia tahu namaku."

"Oh, coba tanya namanya siapa. Kalau namanya Arif, dia teman mas yang mau nginap selama satu Minggu."

Deg, aku geregetan sama suamiku. Aku dan mas Faisal baru menikah dua Minggu dan kini harus ada yang nginap di rumahku, gawat aku pikir karena birahiku masih bergejolak dan masih ingin bermesraan setidaknya satu bulanlah.

"Nama mas siapa?"

"Saya Arif mbak, saya temannya mas Faisal yang baru lulus pesantren."

Aku menghela nafas karena aku pikir anak pesantren gak bakalan risih kalau aku berhubungan badan dengan mas Faisal, karena seharusnya iman mereka itu kuat untuk hal beginian.

Jam 7 malam mas Faisal sudah pulang dan aku langsung menyambutnya dengan ciuman pada bibirnya, aku tidak tahu Arif menyaksikan bagaimana aku mencium bibirnya.

"Eh, Arif." Aku malu sekali.

"Alah, Arif juga sudah dewasa. Kalau lihat orang ciuman udah biasa ya Rif?"

"Ah mas Faisal bisa saja."

Kemudian mas Faisal memberi tahu dengan detail siapa Arif ini, rupanya dia adalah anak dari om Bowo. Aku pernah ke rumahnya hanya saja waktu itu aku tidak tahu kalau Arif adalah anaknya dan sedang mencari ilmu di pesantren.

"Kamu belum mandi Rif?"

"Belum mas."

"Astaga Shila, kamu gak nyuruh dia mandi."

Aku jadi orang goblok karena hal beginian saja gak kepikiran sama aku.

"Maaf mas, tadi aku fokus masak. Jadi lupa nyuruh Arif buat mandi."

"Ya udah Rif kamu mandi dulu sana, kalau mau makan duluan saja."

"Lho gak barengan mas?"

"Nantilah mas masih lelah badannya."

Mas Faisal menuju kamar dan aku mengikutinya, ketika pintu tertutup dan mas Faisal membuka kemejanya aroma tubuhnya begitu menggoda ku.

"Mas?"

"Kenapa?"

"Mandi keringat yu!"

Mas Faisal tersenyum dan tak butuh waktu lama kini dia hanya memakai celana dalam berwarna biru.

"Emang gak apa-apa ada Arif, kan kamu kalau mendesah suka keras gitu suaranya."

"Gak tahan mas, aroma tubuh mas buat aku jadi kepengen."

"Ah kamu emang dari sebelum nikah juga suka bau badan aku."

Aku dan mas Faisal tertawa kecil, memang sebelum menikah aku sudah dinodai olehnya. Aku sendiri tidak keberatan ketika berang suci milikku diberikan kepadanya, hanya modal beruntung saja aku tidak hamil. Karena hampir setiap berhubungan badan dengannya pasti dia mengeluarkan spermanya di dalam rahimku, karena kami pikir sudah terlalu jauh maka kami memutuskan untuk menikah saja. Karena pada bulan kemarin aku telat datang bulan, tapi pas akhirnya aku datang bulan kembali setelah menikah.

"Plok..plok..plok.."

Aku begitu senang dengan suara peraduan kulit kelamin, aku tidak peduli akan adanya Arif yang sedang makan.

Dua puluh menit kami mendapatkan kepuasan masing-masing, aku orgasme dan mas Faisal berejakulasi di dalam rahimku.

"Mas mau kemana?"

Aku lihat mas Faisal mengambil celananya dan hendak keluar dari kamar.

"Mas mau minum dulu."

"Langsung tidur ya, jangan mandi ya. Aku pingin cium ketiak mas."

"Iya."

Tak sadar rasanya aku tiba-tiba saja tertidur, aku juga tidak tahu kapan mas Faisal masuk ke kamar. Hanya saja aku merasakan pelukan dari samping dengan aroma khas dari mas Faisal.

Jam 6 pagi aku terbangun sendiri tanpa adanya mas Faisal disampingku.

"Sayang, mas langsung pergi kerja ya. Mas juga lupa bilang kalau ada pertemuan diluar selama 3 hari, kemarin pas masuk kamar kamunya sudah tidur."

Kaget rasanya aku harus ditinggal bersama Arif yang notabene teman suamiku, aku sendiri mencium badanku sudah tidak nyaman aromanya. Maka aku segera menuju kamar mandi, ketika pintu terbuka aku melihat lelaki muda berbalut handuk satu jengkal dari pusat miliknya.

Aku menelan ludah ketika melihat bulu halus pada dadanya, tapi satu yang membuat aku tidak nyaman adalah aroma tubuhnya yang aku pikir sudah mandi tapi kok masih bau.

"Mau mandi mbak?"

"Iya Rif."

Dia keluar kamar dan aku segera mengguyur tubuhku dengan air dingin pada pagi hari, saat menyabuni bagian kakiku tak sengaja aku menatap tajam pada ember kecil berisi pakaian milik Arif.

"Dia pikir aku pembantumya."

Aku menggerutu dan saat aku memegang celana dalamnya.

"Astaga."

Aku menelan ludah tak kala melihat bulu jembut yang rontok, keriting hitam dan cukup panjang.

"Nih anak gak suka potong jembut atau kenapa ya?"

Tiba-tiba aku mendengar suara ketukan pintu.

"Mbak, mbak Shila. Saya mau ambil celana dalam saya mbak, tadi ketinggalan."

Aku yang sudah telanjang segera memakai handuk guna menutupi tubuhku, aku buka pintu dan gilanya si Arif masih memakai handuk. Kini aku dan dia sama-sama memakai handuk saja.

Aku bisa melihat kalau matanya tertuju pada pahaku yang tidak tertutup.

"Nih celana dalam kamu, potong tuh jembut."

Aku langsung masuk ke kamar mandi dan melanjutkan mandiku yang tertunda.

Hari itu serasa cepat berlalu dan kini sudah malam saja, cuaca begitu panas kendati suara guntur mulai terdengar. Maka tak lama kemudian huja pun turun, akan tetapi cuaca begitu panas. Nampaknya air hujan yang turun tidak membuat cuaca menjadi dingin. Malahan hujan yang semakin deras membuat hawa di rumah ku semakin panas saja.

"Ahhhh." Aku berteriak karena tiba-tiba saja lampu mati.

"Arif.. Arif!"

Aku panggil Arif, tak lama kemudian aku melihat cahaya lilin menyeruak masuk ke dalam kamar ku, saya Arif masuk aku lihat dia menatap beda kepadaku. Sialan aku baru sadar kalau aku memakai daster super pendek dan aku duduk dalam posisi mendekap dengulku. Maka tentu saja dia dapat melihat celana dalam yang aku pakai.

"Maaf mbak, saya cuma bawakan lilin saja. Tapi kayanya gak bakalan cukup, palingan 10 menit juga bakalan mati."

"Emang gak ada lagi?"

"Gak ada lagi mbak."

Bodohnya aku bertanya seperti itu karena memang aku tidak membeli persediaan lilin, apalagi aku seorang yang takut akan gelap.

"Rif, itu kursi. Kamu tidur situ ya."

"Tapi saya boleh buka baju mbak?"

"Eh jangan kurang ajar ya."

"Astaga mbak, saya juga kepanasan kaya mbak Shila."

"Ya udah, tapi kamu jangan macam-macam. Nanti aku laporkan mas Faisal."

Arif membuka kaos yang dia pakai, terlihat kembali pemandangan menggoda darinya, dia angkat tangan kanannya dan memperlihatkan bulu ketiaknya yang bisa dibilang lebih lebat dari bulu ketiak mas Faisal.

"Cepat tidur mbak, keburu nanti lilinnya mati!"

Aku ambil selimut untuk menutupi bagian pahaku dan memunggunginya, tapi semakin aku mencoba untuk tidur tapi semakin sulit juga aku untuk tidur.

Keringat dingin langsung mengucur dari sekujur tubuhku, itu dikarenakan lilin sudah mati dan aku langsung menatap Arif yang masih duduk di kursi dimana itu adalah kursi tempat aku dan mas Faisal beradu kelamin.

"Rif?"

"Iya mbak."

"Aku takut."

"Aku ada disini mbak."

"Biasanya kalau mati lampu gini mas Faisal meluk aku sampai pagi."

"Ya masa aku harus sama kaya mas Faisal, kan gak enak mbak."

"Iya sih."

"Duaarrrrr"

Saat suara petir menggelegar sontak aku langsung loncat dari kasur dan duduk dipangkuan arif, aku rasakan batang kemaluannya terasa menggesek bibir kemaluanku kendati memakai celana dalam.

"Aku takut Rif."

"Aduh mbak, saya jadi gak enak gini."

Aku tahu maksud perkataan Arif, karena kini penisnya terasa lebih mengeras.

Buru-buru aku lepas pelukanku, aku kembali ke kasur.

"Rif, kamu tidur disini. Tapi ditengahnya dihalangi guling."

"Saya disini saja mbak, takut terjadi fitnah."

"Oleh siapa, lagian nanti begitu nyala atau aku sudah tidur, kamu bisa langsung pergi dari sini."

"Tapi benar ya ini gak apa-apa?"

Aku menganggukkan kepalaku, walaupun dalam hatiku ragu karena ini sudah jauh dan aku takut dia akan melakukan hal-hal yang membuat kami menyesal nantinya.

Entah kapan aku tertidur, tapi tengah malam aku terbangun samar-samar aku melihat jam dinding yang menunjukkan jam 2 pagi. Aku kaget bukan main karena kini aku dipeluk tangan berbulu dan aku juga merasakan kalau penis Arif menempel dengan pantatku.

"Rif, lepaskan!"

Aku mencoba mengangkat tangannya dan pada saat aku mengangkat tangannya, reflek tangan kanannya mengangkat tubuhku dan memaksa aku langsung tertidur pada dadanya yang berbulu.

"Oh Tuhan, aroma ketiaknya sungguh nyaman. Apalagi bulu dada ini membuat tubuhku merasa hangat."

Hujan yang telah berhenti membuat cuaca menjadi sangat dingin, aku tidak bisa munafik kalau pelukan dari Arif begitu nyaman hingga membuat aku kembali tertidur.

Suara adzan subuh membuat kami terbangun, Arif begitu kaget karena tubuh kami bersatu walaupun tidak berhubungan badan. Bagaimana tidak, aku memeluknya sepanjang malam.

"Maafkan saya mbak, saya gak tahu kalau bakalan kaya gini."

"Ya sudah kamu cepat pergi."

Aku pura-pura marah walaupun sangat menikmati pelukannya selama satu malam penuh.

Siang harinya aku bengong sendiri memikirkan yang terjadi semalam, tiba-tiba Arif datang dengan wajah kecewa.

"Kamu kenapa?"

"Lilin habis semua di warung mbak."

"Lho kok bisa?"

"Ada tiang listrik yang roboh karena hujan semalam, terus pohon juga ada yang tumbang. Kata warga sih paling sampai malam ini bakalan mati lampu lagi."

Astaga, masa iya aku harus tidur dalam gelap-gelapan. Maka sebelum gelap aku memutuskan untuk tidak memasak dan lebih memilih untuk memesan melalui online, dasar memang lapi apes baterai gawai milikku hanya menyisakan 20% lagi. Oleh karena itu aku berhemat untuk menelpon mas Faisal nanti malam.

Usia makan malam aku langsung menuju kamar dengan menggunakan senter dari gawai milikku.

"Mas, kamu lagi apa?"

Tiba-tiba saja mas Faisal melakukan panggilan video, aku terkejut bukan main karena kini mas Faisal sedang bertelanjang di atas kasur.

"Kamu lagi ngapain mas, kamu selingkuh mas?"

"Wus ngawur, buka pakaian kamu. Mas pingin lihat tubuh kamu. Tapi kenapa gelap?"

"Mati lampu sampai malam ini katanya mas, ada pohon sama tiang listrik roboh."

"Waduh, terus kamu tidur gimana? Kamu kan takut gelap?"

"Mas, pakai pakaiannya! Aku gak tahan mana kamu sambil ngocok juga."

"Oh ya maaf."

Mas Faisal memakai pakaiannya dan dia tampak khawatir akan keadaan aku yang takut akan gelap.

"Kamu suruh Arif nemenin kamu aja."

"Ya udah kalo gitu mas."

Tiba-tiba saja aku lihat kalau baterai gawaiku mulai menunjukkan akan lemahnya daya yang dimiliki.

"Mas, baterai aku habis. Jadi sampai sini aja Aya. Mas cepet pulang!"

"Iya."

Beda dari kemarin, malam ini benar-benar panas walaupun tidak hujan. Bahkan aku merasakan keringat mengucur dari sekujur tubuhku.

"Mbak?"

Aku lihat cahaya gawai Arif dan dia masuk ke kamarku.

"Ada apa?"

"Saya bawakan minuman mbak."

"Baterei gawai kamu masih penuh?"

"Palingan bentar lagi juga mati mbak."

"Ya udah kamu duduk di kursi itu lagi.".

"Iya mbak."

Kemudian aku memberi tahu kalau mas Faisal mengizinkan dirinya untuk menemani aku.

"Soal semalam saya minta maaf mbak."

"Sudah jangan dibahas."

Aku balikan badanku seperti biasa memunggunginya, tak lama berselang aku mendengar suara dengkuran Arif yang sudah tertidur di atas kursi.

Saat aku membalikkan badanku, astaga dia sungguh seksi. Aku masih bisa melihat jelas karena senter gawai miliknya masih menyala.

Malam itu dia memakai celana pendek dan tidak memakai baju, keringat yang mengkilap pada dadanya sungguh membuat aku bergairah. Belum lagi suguhan pandangan mas Faisal ketika tadi mengajak aku untuk melakukan panggilan video syur.

"Rif? Arif?"

"Iya mbak."

"Tidur sini, lampunya mati."

Arif langsung tidur disampingku, aku menghalangi tengah ranjang dengan guling. Saat aku menghirup nafas tercium aroma ketiaknya karena dia sedang mengangkat tangannya.

Tidak butuh waktu lama dia sudah kembali terpejam, sementara aku belum bisa tidur dan hanya memandangi wajahnya saat terlelap.

Hingga sekitar sepuluh menit kemudian aku memindahkan guling yang berada di tengah kami, lantas bagaimana ceritanya aku langsung terlelap pada dada bidang miliknya.

Tiba-tiba saja aku rasakan rangkulan dari tangan kanannya, aku merasa nyaman dan ingin seperti pagi tadi.

Tengah malam aku dikagetkan dengan adanya benda yang mencoba masuk pada lubang kemaluanku, aku yang kini sedang dipeluk oleh Arif dari belakang merasakan kalau dia akan memperkosaku.

Aku hendak berteriak, benda tumpul miliknya berhasil masuk secara menyeluruh ke dalam lubang kemaluanku.

"Ahh... Lepaskan Rif!"

Tapi Arif begitu bernafsu sampai-sampai aku dibuat orgasme olehnya.

"Saya gak tahan mbak! Maafkan saya mbak."

"Ahh... Saya keluar."

"Jangan didalam!"

"Saya gak tahan mbak..ahh...ahh..."

"Gak.. gak...gak.."

Aku teriak histeris sampai akhirnya mas Faisal menyadarkan aku.

"Kamu kenapa? Mas ngajak bicara tapi kamu malahan bengong."

Aku tersadar kalau ini hari yang sama saat Arif datang dan mas Faisal menelpon, saling parno-nya aku sampai membayangkan yang tidak-tidak.

"Mbak Shila, saya tidak jadi nginap. Sebentar lagi kakak saya menjemput saya, bilangin ke mas Faisal ya."

Aku menghela nafas karena semua hanya bayang semu ku saja.

TAMAT.